Part 4

Gadis itu memajukan bibirnya ke depan lalu meletakan sendok ke atas bibir yang mengerucut itu dengan kedua netranya yang asik memandangi satu-persatu makanan di depan meja makannya.

"Mama kasih contoh, setelah menikah kamu harus bisa masak sendiri!" ujar Sabrina sembari menunjuk semua masakan yang sudah ia masak, lalu wanita itu jelaskan dan praktekan untuk memberikan pembelajaran bagi putrinya itu agar bisa memasak.

"Dari semua masakan yang mama kasih tahu cara masaknya. Mana yang sudah kamu pahami?" tanya Sabrina.

Spontan membuat Hani yang lagi bengong langsung terkejut lantas membuat sendok di atas bibirnya terjatuh.

"Air," sahutnya sambil menunjuk air kobokan di depannya.

"Astaga Hani! 2 jam kamu liatin mama masak. Satupun gak ada yang masuk ke otak kamu?!" ucap Rosita kecewa, dengan santainya Hani menggeleng.

"Istighfar terus mama liat kamu," geram Sabrina.

"Alhamdulillah," balas Hani sambil mengelus dadanya.

"Hani, bisa memasak itu sangat penting nak, untuk kamu dan suami kamu nanti!" jelas Sabrina wanita itu tetap berusaha mengajari anaknya.

"Lalu? Apa gunanya asisten rumah tangga ma?"

Hani berkacak pingang. Meraih buah apel di depannya.

"Hani ini istri, bukan pembantu," Hani menggigit buah apel di tangannya. Menatap mamanya sambil nyengir.

"Jadi untuk apa Hani repot-repot belajar masak gini?" sambungnya.

Sabrina geleng kepala. Kesal wanita itu pergi meninggalkan putrinya itu menuju kamar.

Hani terkekeh pelan. Duduk wanita itu mulai mengambil semua makanan di depannya.

Memakannya dengan lahap. Tanpa membaca doa.

"Umm ... masakan mama memang top!" katanya sambil menjilat-jilat sisa-sisa kua yang masih menempel di sela-sela jarinya.

2 menit setelahnya. Usai sarapan gadis itu berjalan menuju garansi tempat penyimpanan motor dan mobilnya.

Memutar-mutar kunci motor di jari telunjuknya, gadis itu berjalan menuju motor besarnya yang berwarna hitam.

Menaiki motornya. Detik setelahnya gadis itu langsung menyalahkan mesin motornya. Memakai helmnya lantas melajukan motornya.

Menelekson agar satpam yang tadinya lagi duduk di tempat biasa satpam itu ngeronda. Seketika panik saat melihatnya.

"Pak Minmin! Bukain gerbangnya!" teriak gadis itu, memerintah. Yang langsung diangguki Minmin.

Pria yang rambutnya sudah hampir tertupi uban itu langsung membuka gerbang besar di depannya. Membungkuk dengan hormat.

"Makasih pak Minmin!" tutur Hani lembut.

20 menit kemudian selama dalam perjalanan. Akhirnya Hani kini sampai juga ke sekolahnya. Gadis itu membalas tatapan dari adik kelasnya.

Tersenyum Hani melambai-lambaikan tangannya ke udara.

"Pagi semua!" teriaknya.

"Pagi kak," balas  para murid yang di sapa oleh Hani dengan suara lirih.

Mengikat rambutnya seperti donat. Gadis itu berjalan cepat menuju kelas.

Untuk menemui Boby temannya.

"Hai bro!" sapa Hani sambil melempar tasnya ke arah Boby.

Bhuk!

Boby mengusap wajahnya yang memerah. Lemparan Hani terlalu keras hingga membuat hidung Boby berdarah karena ulahnya.

"Gila lo!" teriak Boby sembari mendongakan kepalanya ke atas. Menyumbat lobang hidungnya yang berdarah dengan tisu.

Hani meringis kemudian berlari untuk membantu Boby membersihkan luka, sebab ulahnya.

"Maaf Bob, gue gak sengaja!" ujarnya meminta maaf.

Boby menghela napas. Pemuda itu hanya diam saat hidungnya di sentuh oleh Hani.

"Cantik, cuma gila!" gumam Boby.

"Lo bilang apa?" tanya Hani mendengar Boby hanya menggerutu tanpa suara.

"Gak papa, lupain aja!" elak Boby.

"Eh btw lo udah dengar kabar gak?"

"Kabar apa?" tanya Hani cepat. Dirinya selalu kepo tentang kabar di sekolahnya.

"Katanya ada tentara yang mau datang ke sekolah kita," bisik Boby. Sesekali meringis saat merasakan darah yang tadinya sudah hampir berhenti kini keluar lagi akibat dirinya menunduk terlalu rendah.

"Tentara? Terus apa hubungannya sama gue?!" kilah Hani sembari memasang wajah datar saat mendengar kata tentara di ucapkan.

"Calon laki lu kan tentara boneng," cibir Boby geleng kepala. Mendorong kepala Hani dengan telunjuknya.

"Apaan sih? Gue gak boneng ya!" tandas Hani. Kemudian duduk di tempat duduknya.

Pelajaran pertama Hani terus memandangi pintu kelasnya. Hingga sampai pelajaran selesai pun gadis itu terus menatap ke arah pintu kelas, dari dalam dia berharap kalau memang ada tentara yang akan datang ke sekolahnya.

Mendengar suara jeritan para siswa. Membuat ruangan yang tadinya hening kini ikut riuh. Berlari ke luar kelas untuk melihat sumber suara yang berteriak.

"Ah ... tentaranya gans banget!"

"Semoga masih jomblo amin."

"Ya allah calon imamku sudah hadir untuk meminangku,"

"Tentara ganteng nikahi aku dong!"

Hani membulatkan matanya. Melihat Ayan yang terkepung oleh para siswa yang kini berstatus menjadi fans Ayan.

Berdecak sebal gadis itu kembali masuk ke dalam kelas.

Menatap malas ke arah Ayan yang tanpa sengaja menatapnya. Dan Hani hanya Memasang wajah tidak perduli Saat Ayan tersenyum ke arahnya.

"Kamu liat gak tadi? Tentara itu tersenyum ke arah aku!"

"Pedean lu. Dia bukan natap lo. Tapi lagi natap gue!"

Hani mendesis cukup kuat. Memukul mejanya lantas gadis itu langsung berjalan keluar kelas.

"Dasar om-om gatel!" umpat Hani kesal. Menendang angin wanita itu menatap Ayan yang masih saja di kerumuni oleh siswa-siswa perempuan di sekitarnya.

Menyeringai penuh maksud, gadis itu berjalan cepat menuju Ayan.

Menyenggol tubuh Ayan cukup keras. Gadis itu pura-pura terkejut.

"Astaga, maaf om tadi saya gak liat ada orang di depan saya." sinis Hani sambil tersenyum kecil.

"Tidak papa," balas Ayan lembut.

"Astaga kalian semua dengarkan? Udah ganteng. Baik lagi!" seru gadis di samping Ayan.

Hani yang mendengar itu langsung kesal. Meninggalkan Ayan dengan hentakan kaki yang wanita itu tinggalkan sebagai tanda dirinya marah saat ini.

Ayan tersenyum gemas, memandangi punggung calon istrinya itu yang semakin menjauh dari posisi tempatnya sekarang.

...***...

"Ma!" Pekik Hani melemah. Saat sang ibu meyodorkan sebuah gaun berwarna putih ke arahnya.

"Cepat ganti! Kali ini mama yang akan dandani kamu!" ujar Sabrina sambil mendorong tubuh sang putri menuju kamar mandi.

"Ma Hani gak mau tunangan sama om-om itu. Malah gatel lagi orangnya!" aduh Hani menolak pertunangannya dengan Ayan.

"Sok tau kamu getel nggak nya! Cepat ganti!" seru Sabrina.

Wanita itu terus mendorong putrinya agar mau menikah dengan Ayan.

"Ma ...."

"Hani!"

Gadis itu memutar tubuhnya dengan kasar. Membuka pintu kamar mandi di depannya.

Menatap mamanya yang tengah tersenyum lebar di belakangnya. Memasang wajah kesal gadis itu menutup pintunya kuat.

Brak!

"Hani!" tegur Sabrina geleng kepala.

Menikahkan putrinya adalah pilihan yang tepat. Apalagi dengan seorang pria seperti Ayan.

1 jam setelahnya. Sabrina merangkul Hani yang sudah selesai memakai makeupnya.

Gadis itu membuka matanya lebar-lebar menatap tidak percaya ke arah cermin.

"Ma ini Hani kan?" tunjuknya ke cermin.

Sabrina mengangguk, mengelus rahang anaknya sambil berkata.

"Gimana hasil karya mama? Cantik kan?" ujar Sabrina bangga diri.

Hani menghela napas berat. Tidak bisa di pungkiri hasil make up mamanya itu bisa membuat wajahnya berubah 100% menjadi gadis imut nan menggemaskan.

"Ada yang kurang," ucap Sabrina melirik bando berbentuk pita berwarna pink di depannya. Kemudian memakaikannya di kepala putrinya.

"Sempurna!" serunya antusias.

Yang di jawab helaan napas dari putrinya.

Sabrina menuntun putrinya itu dengan anggun, menuju ruang tamu yang sudah terisi penuh oleh saudara-saudara Ayan maupun Hani.

Suasana yang tadinya riuh. Kini mejadi hening saat melihat Hani dengan anggunnya berjalan menuruni tangga.

Netranya menatap ke arah Ayan yang kini menatapnya ragu-ragu.

Menunduk gadis itu mulai mengerucutkan bibirnya.

"Astaga!" teriak semua orang hebo melihat perubahan Hani secara drastis.

"Benarkan ini Hani?" goda mereka sambil mencolek wajah Hani yang menunjukan wajah malas tidak bersemangat.

"Baiklah, Karena Hani sudah datang. Mari langsung saja kita mulai acara pertunangan ini!" ujar Rusman dengan semangat.

Semua orang mengangguk setuju.

Mendorong tubuh putrinya agar mendekat dengan Ayan. Sabrina mendelikkan matanya memberi perintah melalui matanya untuk Hani segera berdiri di samping Ayan.

Dengan langkah lambat serta tatapan malas gadis itu berjalan ke arah Ayan.

Tersenyum senang, Ayan menatap gadis di depannya malu-malu.

"Baiklah ... Ayan ayo pasangkan cincin di jari Hani!" seru Sabrina yang di angguki oleh Ayan.

Hani melirik kanan dan kirinya. Menatap orang-orang yang saat ini menunggunya untuk mengulurkan jarinya dengan wajah ceria.

Tentu membuat Hani tak tega. Dan langsung mengulurkan tangannya dengan senang hati Ayan langsung memakaikan cincin itu ke jarinya. Begitu dengan juga dengannya yang harus dengan terpaksa memakaikan cincin itu ke jari manis pria di depannya.

Semua orang bertepuk tangan. Memanjatkan doa untuk Ayan dan juga Hani ... agar kedepannya tidak ada halangan di hari pernikahan mereka.

"Malangnya nasibku!" teriak Hani dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!