Part 1

"Baju kamu ganti!" Sabrina--mama Hani melempar baju dress sebawah lutut berwarna pink itu ke atas tubuh Hani putrinya yang tengah asik membaca novel di atas kasur empuk miliknya.

Hani menghentikan aktivitasnya kemudian ia mengubah posisinya menjadi duduk bersilah di atas kasur. Dahinya berkerut saat memegang gaun yang mamanya itu berikan.

"Buat apa?" tanya Hani merasa heran lalu ia mengangkat gaun berwarna pink itu dengan ekspresi jijik.

"Ketemu jodoh!" balas Sabrina santai, seraya berjalan ke arah Hani yang tengah memasang wajah aneh dan juga putri itu langsung melempar gaun pemberiannya ke pinggiran ranjang.

"Ma, aku ini masih SMA. Please deh," tolak gadis itu halus, mengerucutkan bibirnya Merajuk.

Sabrina mendekat mengusap puncak kepala anak gadisnya itu dengan penuh kasih sayang, "Mau ketemu calon suami kok gitu?" ujarnya lembut.

"Senyum dong," pintanya menyemangati Hani.

"Nanti biar mama yang dandanin ..."

"Di Pakai-in lipstik biar cantik,"

"Nanti Rambut kamu juga di burai biar jauh lebih cantik,"

Sabrina dengan lembut membelai rambut panjang putrinya yang kusut dan kasar.

"Dan-" Sabrina menghentikan celotehannya karena ia sudah melihat putrinya itu tengah memasang wajah masam tidak berniat mendengarkan ucapannya.

"Muka kamu itu jangan di tekuk gitu, Udah tau jelek Nanti jeleknya nambah keliatan!" goda Sabrina mencolek hidung benger Hani.

"MAMA!" pekik Hani melemah.

Sabrina terkekeh melihat anak gadisnya itu, perlahan ia memegang bahu Hani untuk ikut berdiri dengannya.

"Ayoo! cepat ganti baju kamu," tutur Sabrina lembut.

"Ma ..." rengek Hani ia berusaha membujuk mamanya.

"Nanti kalau ketemu sama calon suami kamu, inget kalau ngomong itu lemah lembut. Jangan kayak laki-laki!" tegas Sabrina menasehati putrinya itu.

Hani masih bergeming, hingga terbesit ide gila, bahkan sangat gilla didalam otaknya.

"Oke deh...tapi Hani mau dandan sendiri!" ujar Hani dengan suara tinggi.

Sabrina tersenyum miris mengelus pipi putri semata wayangnya itu dengan lembut."Yaudah, jangan lama-lama." balasnya. Yang diangguki Hani.

2 jam setelahnya ...

Hani meyeringai penuh maksud saat memandangi penampilannya di depan cermin.

"Sip! Tinggal nunggu reaksi om-om itu," ucap Hani kepada dirinya sendiri.

"Walau kayak ondel-ondel gini! Yang penting tuh om-om nolak gue!" kekehnya membayangkan reaksi Ayan saat melihat penampilannya sekarang.

Selang beberapa menit usai dirinya bersiap, tak lama pintu pun diketuk.

"Sayang, ayo cepat. Keluarga calon sudah datang!" panggil Sabrina dari luar pintu.

Hani berdecak sebal kemudian menjawab,"Duluan ma, Nanti Hani nyusul!" teriaknya dari dalam kamar.

Setelah itu tidak ada suara lagi dari luar, Hani yakin bahwa mamanya itu sudah menghilang dibalik pintu.

Sepeninggal mamanya, Hani memperhatikan penampilannya lagi. Bibirnya yang bersemu merah seperti cabai, pipi yang dipoles menjadi pink kemerahan, tak lupa bedak dan alis yang tebal, bulu mata yang hitam pekat, dan juga polesan dibagian kelopak matanya berwarna hitam mencolok. Satu lagi, rambut yang digerai berwarna-warni layaknya penyanyi rock. Kali ini Hani benar-benar gilla.

Sebelum pergi ke ruang tamu untuk menemui calon yang dibilang mamanya tadi, Hani pun turun ke bawah dengan menggunakan sepatu yang ber-Hak tinggi!

Tap ... tap ... tap ...

Satu persatu ia turun, menuruni tangga menuju ruang tamu, berjalan bak model profesional yang siap menunjukan fashionnya. Tak lupa pinggul yang di lenggak lenggok seirama dengan langkah sepatu haknya. Sambil tersenyum satu tangannya meyibakkan rambutnya ke belakang.

Dan tepat di anak tangga terakhir, dua keluarga itu menatap gadis berumur 17 tahunan yang nantinya akan menjadi menantu mereka tanpa berkedip. Entah menatap karena cantik, ataupun mungkin karena Gila!

Ya, mungkin dari kedua pertanyaan itu benar.

Karena Hani berubah menjadi wanita gila saat ini.

"Ha--Hani?" Sabrina berbicara dengan gugup melihat tingkah putrinya yang bukan main mempermalukan dirinya. Sedangkan keluarga Ayan terlihat seperti menahan tawa. Khususnya pria berjas hitam yang saat ini tengah tertawa lepas sambil memandangi wajah Hani di depannya.

"Hay gusy ... Good Night!" sapa Hani sembari melambai-lambaikan tanganya lalu mengedipkan matanya berulang-ulang.

Sabrina menelan ludahnya dengan susah payah, dalam hatinya dia ingin menyeret langsung anak gadisnya itu masuk kedalam kamar. Tapi tidak mungkin, situasinya tidak tepat.

"Hani, ayo salam sama tante dan om," titah Sabrina dan Hani langsung melakukannya, terkecuali lelaki yang mungkin akan dijodohkan dengannya. Karena pria itu hanya menelangkup tangan di depan dada.

Dalam hati Hani berdesis. So alim!

Suasana dalam ruangan berubah menjadi berisik, bukan karena Hani. Tapi mami dan papinya yang sibuk berbicara. Sedangkan Hani hanya sibuk dengan ponselnya sesekali melirik ke arah pria yang akan dijodohkan dengannya dengan tatapan tidak suka.

"Hani ... ini Ayan Faiz, anaknya tante Rosita dan om Gilang. Gimana Ganteng kan?" tanya Sabrina menggoda, sedangkan Hani hanya mengangguk kemudian tersenyum miring. Gadis itu udah persis seperti badut saat tersenyum.

"Ya udah, kalian ngobrol dulu ya berdua," tutur Sabrina sambil tersenyum.

"Lah? Mama, papa. Mau kemana?" tanya Hani panik.

"Papa sama Mama mau rundingan buat, nentuin tanggal pertunangan kalian nanti!" jawab Herman mengerlingkan matanya. Membuat Hani mendengus kesal.

Usai kepergian dua keluarga itu, kini hanya ada Hani dan Ayan. Mereka saling diam, Hani yang terlalu sibuk dengan ponselnya tanpa memperdulikan perasaan Ayan yang saat ini sedang sibuk dengan pikirannya sendiri untuk menyapa Hani calon istrinya kelak.

"Hmmm ...." dehem Ayan mengalihkan Atensi Hani.

"Kalo mau ngomong yang jelas!" desis Hani geram.

Detik berikutnya kembali hening. Hani dan Ayan sama-sama bingung dalam situasi ini. Karena merasa bosan Hani beranjak dari tempat duduknya. Berjalan menuju pintu keluar.

"Mau kemana?" Akhirnya ayan kembali bersuara.

"Kemana aja!" balas Hani jutek.

"T-tapi bukannya tadi kita perlu ngobrol berdua?"

Yang tadinya Hani hendak melangkah mendadak berhenti, memutar tubuhnya dengan malas Hani menatap Ayan dengan kedua alis menyatuh. Kini Hani jadi sedikit kepo dengan apa yang akan di ucapkan pria tua, dingin. itu kepadanya.

"APA!?" tanyanya dengan suara meninggi.

"Emmmm ...." Ayan memberi jeda, entah kenapa saat ini dirinya sangat gugup, ragu untuk mengucapkan kata-kata ini kepada Hani.

"Eummm ...."

"Eummmm ...."

"Eummm lagi!?" Suara Hani berhasil membuat Ayan tersentak sehingga menatap matanya.

"Mau ngomong aja susah? Gimana mau jadi calon imam yang baik?!" tandas Hani sambil melipat kedua tangannya ke dada. Gadis itu mendengus sebal.

Hani hendak melangkah, kali ini sudah mulai menjauh dari ruang tamu menuju depan rumah.

"Hani!" panggil Ayan ragu-ragu.

Gadis itu menoleh ke-belakang, ternyata Ayan masih mengikutinya. Pria itu Berjalan pelan ke arah Hani yang tengah berdiri di ambang pintu keluar.

Dekat, semakin dekat Ayan melangkah mendekat ke arah Hani. Perlahan tapi pasti, pria itu mendongkak untuk menatap lekat gadis yang dihadapannya.

"Hani," 

Suara pria itu benar-benar halus, membuat bulu kuduk Hani meremang, jantungnya pun ikut berperang seperti pacuan kuda yang akan terlepas. Dan Hani juga ikut menatap pria itu, dalam hatinya ia berkata jujur, bahwa tatapannya sangat teduh.

"Hani," kali ini pria itu sudah berada di dekat Hani. Jujur tatapan teduh dan suara lembutnya membuat seisi hati hani menggedor-gedor ingin keluar.

"Hani ... mari kita jalani dulu perjodohan ini,"

membulatkan matanya, gadis itu sangat tidak mempercayai apa yang baru saja diucapkan Ayan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!