Sore harinya, Riella baru tiba di rumah kedua orangtuanya. Erik yang tengah duduk santai dengan Ella di ruang keluarga segera berdiri, saat melihat kedatangan Riella. Dia menatap wajah anaknya yang sedikit pucat pasi. Memperhatikan langkah kaki Riella tidak seperti biasanya.
“Hampiri dia! Apa dia sakit,” Lirih Erik mengalihkan tatapannya ke arah Ella yang tengah memperhatikan Riella karena anak gadisnya itu tidak menyapa ataupun memberikan salam padanya. Ella mengangguk, segera ia beranjak dari tempat duduk menghampiri anak gadisnya yang sudah lebih dulu tiba di kamar.
Tanpa mengetuk pintu, Ella langsung menerobos masuk ke kamar Riella. Matanya menangkap tubuh Riella yang terhempas di atas ranjang, dengan mata yang tampak memikirkan masalah berat.
“Kamu sakit, Sayang?” tanya Ella yang sudah meletakkan punggung tangannya di kening anaknya.
“Riella sedikit demam Ma,” jawabnya sambil menarik selimut menutupi tubuhnya.
“Kamu sih, coba jangan memaksa tubuhmu bekerja keras, kamu demam tidak seharusnya tidur di rumah sakit.” Ella mengangkat kaki Riella yang masih menggantung di pinggiran ranjang. Semalam Riella memang menghubunginya memalui pesan singkat, jika ia bermalam di rumah sakit. Jadi Ella hanya mengetahui jika anak perempuannya itu tidur di sana dan menjaga pasiennya.
Riella hanya tersenyum tipis, dia lalu meletakkan kepalanya ke atas pangkuan Ella. Membuat Ella segera mengulurkan tangannya untuk mengusap rambut Riella yang panjang.
“Ma. Mama sayang nggak sama Riella?” tanya Riella dengan suara lembut. Tapi ia tidak menatap Ella, dia menikmati usapan tangan Ella yang mengusap kepalanya sambil memejamkan mata, merasakan saluran cinta dari mamanya, terasa menenangkan. Menurutnya, tidak ada tempat ternyaman lagi selain pangkuan mamanya saat ini.
“Tidak ada ibu yang tidak menyayangi anaknya. Meski ada ibu di luar sana yang meninggalkan anaknya, pasti ia juga punya alasan kuat untuk melakukan itu.”
Riella menarik nafas dalam, lalu membuangnya perlahan mengatur degup jantungnya yang memompa semakin cepat, “Mama nggak akan ninggalin Riella lagi, kan?”
“Ngomong apa sih, kamu! Mama bakalan pergi dari kamu, jika Malaikat Izrail sudah menjemput Mama. Tunggu waktu itu, pasti akan tiba.” Ella terkekeh kecil setelah mengatakan itu. Berbeda dengan Riella yang semakin mengeratkan tangannya memeluk paha Ella.
“Ma. Maafkan Riella ya, Riella belum bisa bahagiain Mama.”
“Siapa bilang?” Ella memukul pelan lengan Riella, menyalahkan ucapan anaknya.
“Kamu tidak pergi jauh saja mama sudah bahagia. Mama sudah sangat bahagia dengan kehadiran kalian di masa tua mama.”
Maaf Ma. Mama nggak akan paham apa maksudku, maafkan Riella yang tidak bisa menjaga kesucian Riella. Ungkap Riella dalam hati, dengan air mata sudah memenuhi pelupuk matanya, beruntung posisinya kini tengah membelakangi Ella. Jadi dia bisa menyembunyikan wajahnya yang sedih.
“Mama buatkan bubur, ya?” tawar Ella, sambil mengganti kepala Riella dangan bantal yang ia pakai sebagai sandaran. Riella mengangguk menyetujui tawaran Ella, dia lalu menatap ke arah punggung Ella yang mulai meninggalkan kamarnya. keheningan tercipta di sana. Rasa bersalahnya semakin nyata, saat mengingat kejadian semalam yang ia lakukan dengan Emil.
Tubuh Riella demam malam itu, dia berceloteh tidak jelas, karena panas yang terlalu tinggi. Dia hanya di temani Ella yang terus mengganti handuk kecil yang menempel di dahinya. Ella merawatnya dengan penuh kasih. Hingga ia tertidur di sana.
Hingga menjelang subuh tiba Riella bangun ketika melihat mamanya yang tertidur di kursi sofa di samping ranjangnya sudah. Dengan dahi Ella bersandar di tepi ranjang, menunduk, memakai tangannya sebagai pengganti bantal. Membuat Riella semakin bersalah dengan apa yang ia lakukan. Demamnya sudah turun, setelah Ella merawatnya.
Riella lalu mengulurkan tangannya mengusap pipi Ella dengan lembut. Dia ingin membawa Ella tidur bersamanya, tapi ia tidak bisa karena tubuhnya masih lemah. Tenaganya belum pulih sepenuhnya.
“Ma.” Terdengar suara panggilan Riella membuat Ella bergegas bngun, menawari bantuan pada Riella.
“Tidurlah di sini. Nanti pinggang Mama bisa sakit!” ajak Riella sambil menepuk bantal di sebelahnya. Membuat senyuman di bibir Ella terlihat.
“Masih panas? Apa yang kamu rasakan?”
“Nggak ada. Riella sudah sembuh.” Riella sedikit menggeser tubuhnya. Membiarkan Ella merebahkan tubuhnya di samping. Mereka berdua tidur bersama, dengan Riella yang bertanya tentang kehidupan masa muda Ella.
“Ma, Mama setuju nggak? Jika kak Emil yang akan jadi pedamping Riella?”
Ella hanya terkekeh sambil menarik selimutnya, lalu membelakangi tubuh Riella, “kamu sudah besar Sayang, sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang tidak, mama nggak akan ikut campur, masalah jodoh mana yang akan kamu pilih. Ikuti kata hatimu, yang penting kamu yakin saja!” Ella menjeda ucapannya, lalu kembali menghadapkan tubuhnya ke arah Riella, “Apa kamu sudah yakin dengan lelakimu?” lanjutnya menatap Riella penuh selidik.
Riella mengangguk sebagai jawaban pertanyaan Ella, “tapi kak Kalun, dan papa …” ujarnya ragu, menatap langit-langit kamar.
“Felling papa selalu benar, jika papa berkata tidak, jangan diteruskan.”
“Tapi kak Emil akan berubah Ma, dia akan meninggalkan dunia hitam, dan mulai menekuni bisnis lain, jadi Mama mau kan bantu Riella bicara dengan papa.”
“Nggak janji.” Ella lalu mendekatkan bibirnya lebih dekat dengan Riella, “mama juga takut dengan papamu,” lanjutnya diiringi kekehan kecil yang keluar dari bibirnya, dia lalu memeluk erat tubuh Riella. Menenangkan, meyakinkan lagi jika papanya tidak sekeras bayangannya.
“Serahkan semua pada Allah. Tidurlah ini masih gelap!” perintah Ella, lalu mengendorkan pelukannya. Membiarkan anaknya itu terlelap lagi.
***
Matahari mulai menyinari kamar Riella, wajahnya semakin cantik saat terkena sinar pagi yang tidak terlalu menyengat. Dia lalu meraih ponselnya, yang terletak di atas meja, tertera belasan panggilan tidak terjawab dari kekasihnya ketika ia membuka kunci layar ponsel. Dia hanya tersenyum kecut, saat membaca pesan dari Emil.
Ponselnya kembali bergetar, sebelum ia kembali meletakkannya ke atas meja.
“Hemmm….”
“Jantungku hampir terlepas, saat mendengar kamu sakit!” terdengar suara Emil yang mengkhawatirkannya.
“Hanya demam Sayang, nggak usah berlebihan.”
“Kita ke dokter ya,” tawarnya dari ujung telepon.
“Apa kamu lupa? Ada berapa dokter di rumahku,” tanya Riella. Membuat Emil mengeluarkan nafas lega.
Tak lama kemudian terdengar suara kekehan kecil dari ujung telepon. Rasa khawatir Emil menguap ketika mendengar suara wanitanya terdengar baik-baik saja.
“Aku akan datang pagi ini ke rumahmu!”
“Nggak perlu Sayang, aku sudah baik-baik saja,” tolak Riella sambil menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.
“Kenapa? Aku hanya ingin bertemu Kalun! Hahaha,” terdengar suara Emil diiringi suara tawa yang begitu sumbang di telinga Riella.
“Terserah, datang saja. Aku nggak akan keluar dari kamar!” ancamnya.
“No problem, aku yang akan masuk ke kamarmu.”
“Iya silahkan saja, jika mau papaku memotong burungmu yang tak bersayap itu!” ancam Riella lalu memutuskan sambungan telepon. Dia lalu tersenyum sendiri, karena merasa geli dengan apa yang barusan ia ucapkan. Ia lalu melemparkan ponselnya ke arah kasur, berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Tiba di kamar mandi, ia menatap tubuhnya. Terlihat langkahnya yang berat mendekat ke arah cermin, tampak jelas dipantulan cermin, ada tatapan penyesalan di matanya. Tapi dia tidak bisa mengubah hidupnya, semuanya sudah terjadi, dia sudah ternoda. Tampak cantik di luar, tapi orang di luar sana tidak akan tahu seberapa kotor dirinya sekarang.
🚑
Jangan lupa untuk like, komentar dan vote ya🤭
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Rosmery Napitu
salah sendiri... nekat kawin
2023-07-01
0
Surtinah Tina
masa riella gitu sih..
2021-07-14
0
fefey
di terangkan kenzo adalah ayahx trus ini malah jadi emil ngak ngerti lagi
2021-06-19
0