Matahari semakin tenggelam di ujung barat, cahaya terang yang terpancarkan kian meredup, perlahan berganti dengan kegelapan, membuat bohlam lampu berenergi tata surya mulai memancarkan cahayanya, menyinari jalanan kota Jakarta petang itu, turut memberi petunjuk, mobil keluarga Erik yang melaju pelan menuju hotel di daerah Kemayoran.
Jarak yang sebenarnya cukup dekat, terpaksa harus ditempuh 50 menit, karena padatnya arus kendaraan saat jam pulang kerja. Tidak lama kemudian mobil sudah berhenti tepat di depan pintu masuk hotel mewah. Dua orang valet parking membuka pintu mobil Toyota Vellfire bewarna hitam yang ditumpangi keluarga besar Erik.
Di gedung ini. Tepat malam nanti, akan ada penyerahan jabatan. Erik akan menyerahkan semua urusan rumah sakit, pada putri pertamanya Eriella Putri Ramones. Gadis 25 tahun yang belum menyelesaikan gelar spesialisnya.
Keriwuhan terjadi, pada Nara dan Rara yang lebih dulu turun dari mobil. Mereka berdua disibukkan dengan tangan yang terulur memperbaiki dandananya. Saling bertukar pendapat mematutkan diri. Berbeda dengan Riella yang masa bodoh dengan penampilannya malam ini, dia tampil ala kadarnya, seperti hari biasa ketika ia menghadiri acara resmi.
Mata yang tidak terlalu bulat, dengan bulu mata hitam lentik, alis hitam pekat yang melengkung tebal tanpa perlu ukiran khusus, hidung yang bangir seperti mendiang kakeknya, dan warna kulit yang tidak terlalu putih dan juga tidak terlalu coklat, seperti kuning gading, membuat semua wanita iri melihat kesempurnaan tubuh Riella. Apalagi dengan tubuhnya yang dibalut baju warna merah maroon, tampak wanita ciptaan Tuhan paling sempurna di bumi, yang patut dijadikan kriteria wanita idaman, di hati pria yang mengenalnya. Rambut panjangnya ia biarkan menjuntai rapi menutupi lehernya yang lurus. Riella berjalan masuk, mengekor di belakang pasangan yang sudah tidak lagi muda.
Semua tamu yang hadir menatap penuh kekaguman pada keluarga Ramones, saat mereka berjalan di atas karpet merah, yang akan menunjukkannya ke tempat duduk. Bisik-bisik sumbang dan pujian terdengar jelas, mereka sengaja menulikan pendengaran ketika terdengar suara-suara ejekkan. Meski sebenarnya, terdengar lebih banyak pujian. Di usianya yang tidak lagi muda, sesepuh Ramones itu sangat bersyukur, karena segala kebutuhan materi berlimpah ruah, dan kini, ia hanya ingin menikmati masa tua bersama istrinya, menyerahkan apa yang ia miliki selama ini kepada anak-anaknya.
Para tamu undangan mulai duduk di kursi yang sudah disediakan. Jamuan malam sudah tersusun rapi di atas meja panjang mengiringi jalan menuju taman hotel. Tepat pukul 7 malam acara dimulai. Banyak penanam modal yang hadir menyaksikan penyerahan jabatan tersebut. Semua tampak antusias mengikuti alur acara, berbeda dengan Riella yang terus membuat lengkungan bibirnya lurus ke bawah. Menurutnya, kesibukkan sebagai dokter umum saja sudah cukup menyita waktunya. Apalagi nanti ditambah dengan mengurus rumah sakit, ia akan semakin tidak punya waktu untuk mengurus kehidupannya sendiri.
Acara berlalu begitu saja, menyisakan tamu yang hadir membicarakan bisnisnya masing-masing. Sedangkan Riella duduk termangu, menanti lelaki yang berjanji akan datang ke acaranya malam ini.
“Selamat Riella.” Terdengar dua warna suara, dari belakang punggungnya. Membuat gadis yang mengenakan high heels 7 cm di telapak kakinya, segera menoleh ke sumber suara, ia menatap malas ke dua wanita yang baru saja tiba. Melengos ke sembarang arah, berusaha menghindari tatapan dari para sahabatnya. Niatnya merahasiakan sia-sia.
“Siapa yang meminta kalian datang?” tanya Riella setelah kedua sahabatnya berada di depannya.
Chika menepuk bahu Riella dengan tangan kanan, “apa kamu mau menyembunyikan ini dari kita?” Chika membulatkan matanya, marah, jika Riella benar akan melakukan hal itu padanya.
“Dasar!” umpat Riella, lalu berjalan menuju di mana orangtuanya berada, membawa kedua sehabatnya untuk menyapa lebih dulu keluarganya.
Chika dan Eva sudah mengenal baik keluarga Riella, mereka disambut ramah oleh kedua Erik dan Ella. Meski beberapa bulan ini intensitas bertemunya semakin sedikit. Setelah menyalami kedua orangtuanya, Riella membawa sahabatnya untuk menikmati jamuan malam yang berada di samping gedung hotel.
Chika, wanita yang hampir 7 tahun berada di sisi Riella. Gadis manis berkulit eksotic itu menggunakan baju kebaya dusty purple malam ini. Ia terlihat cantik meski dengan alas kaki yang tidak seperti menghadiri acara resmi, tapi bolehlah untuk wanita seusia 23 tahun, yang sudah menyandang sebagai istri seorang pilot. Sedangkan Eva yang memiliki nama lengkap Silvana, terus tersenyum ramah ke arah tamu yang hadir, menyapa ramah semua para dokter yang memperhatikannya, berharap akan ada dokter muda yang kepincut dengan senyuman manis yang ia tunjukkan.
“Kak Kalun datang nggak?” tanya Eva, saat tidak melihat kehadiran kakak lelaki sahabatnya.
“Sebentar lagi pasti datang,” jawab Riella, “jangan macam-macam ya! Dia sudah punya Kayra!” lanjutnya mendelik menatap Eva penuh ancaman.
“Iya, mana mungkin juga keluarga konglomerat melirik wanita kelas bawah seperti aku,” canda Eva sambil mengambil minuman bewarna merah yang ada di depannya. Riella memilih tidak menanggapi ocehan Eva yang sebenarnya tajir mlintir, tapi lebih ingin berpura-pura kismin.
Saat ini ketiganya sudah duduk manis di kursi. Menikmati jamuan malam yang baru saja disiapkan oleh pelayan. Sambil bersendau-gurau, membahas kesibukkannya masing-masing, meski didominasi suara Chika yang menyandang status istri baru tapi belum pernah dibelai.
“Kak Emil!” panggil Riella, memotong cerita Chika. Ia melambaikan tangan, meminta Emil untuk mendekat ke arah kursinya.
Lelaki yang memiliki tinggi 183 cm, dengan rambut yang terlihat jelas jika dia baru saja keluar dari barber shop, berjalan mendekat ke arah Riella. Senyuman manisnya keluar mengeringi langkah yang semakin dekat. Tiba di depan Riella. Emil memeluk gadisnya, lalu mendaratkan bibirnya di pipi Riella ketika pelukan itu terurai.
“Kamu cantik malam ini,” pujinya membuat rona warna wajah Riella seketika berubah menjadi senada dengan baju merah yang ia kenakan.
Emil lalu beralih menatap kedua sahabat Riella yang duduk mengelilingi meja bundar di sampingnya. Senyuman ramah Emil keluar, ia berikan untuk menyapa kedua sahabat pacarnya itu. Mereka sudah saling dekat semenjak mereka berdua menjalin hubungan. Bahkan sahabatnya itu turut merahasiakan hubungannya dari kakak lelaki Riella, karena mereka tahu jika Kalun tidak begitu menyukai Emil.
“To night?!” ucap Emil berbisik-bisik di samping telinga Riella. Membuat Riella memukul lengan Emil, karena mengerti maksud dari ucapan kekasihnya. Riella menatap kedua sahabatnya, bersyukur karena kedua sahabatnya itu tidak mendengar perkataan Emil.
“Aku akan meminta izin dulu dengan papa. Kakak tunggu di sini dulu!” kata Riella yang beranjak meninggalkan ketiga manusia yang kini tengah duduk mengelilingi meja.
Riella berjalan menghampiri papanya, meminta izin untuk mengadakan pesta kecil dengan para sahabatnya. Ia ingin menjadikan malam ini, malam yang tidak terlupakan untuknya.
“Hanya sebentar! Papa tidak mau kamu macam-macam di luar sana!” peringat Erik menatap tajam ke arah anak perempuannya.
“Oke Papah.” Sahutnya sambil mencium pipi kanan Erik, lalu beranjak pergi meninggalkan lokasi Erik.
Ketika hendak menghampiri sahabatnya, dia berpapasan dengan Kalun yang baru saja tiba, langkahnya dihentikan oleh Kalun yang mencekal lengannya.
“Mau ke mana?” tanya Kalun menatap curiga ke arah Riella.
“Pesta kecil-kecilan dengan Chika dan Eva,” jawabnya sambil mencoba melepas tangan Kalun.
“Ingat pesan kakak!” peringat Kalun sambil menatap Riella.
“Siap.”
“Apa coba?” tanya Kalun memastikan ulang, ingatan adiknya.
“No drugs, no alkohol, no smoking!” jawab Riella sambil tersenyum tipis.
“Satu lagi! Simpan harta berhargamu untuk lelaki yang kamu cintai, persembahkan itu untuk malam special kalian! Kakak tahu kamu akan pergi dengan siapa!” peringat Kalun penuh penekanan. Riella mengangkat tangannya, menautkan jari telunjuk ke ujung ibu jari, menyetujui peringatan Kalun, tapi dengan mata yang tidak berani menatap kakak lelakinya.
Setelah terbebas dari cekalan Kalun, ia segera menghampiri kedua sahabat dan pacar yang masih duduk manis menunggunya. Ia lalu pergi meninggalkan aula hotel bersama Emil, mendahului kedua sahabat yang mengekor jauh darinya. Dia berjalan keluar hotel, dengan menggandeng erat lengan Emil, menuju mobil yang berjajar rapi dengan mobil mewah lainnya. Emil membawa Riella masuk ke mobil, tanpa mengedarkan tatapannya lebih dahulu, memperhatikan situasi memastikan jika tidak akan ada yang mengikutinya.
Dari kejauhan terlihat lelaki yang menatap kepergian mereka berdua dengan senyuman masam. Setelah mobil itu menghilang pandanganya beralih menatap kotak dengan warna merah hati berhias pita merah jambu di atasnya. Stetoscop special yang sebenarnya sudah diukir namanya itu ia buang begitu saja ke tempat sampah, hari ini dia berniat menemui Riella mengucapkan selamat ulang tahun yang sudah satu minggu berlalu, dan meminta maaf karena dia baru bisa menemuinya, bukan karena ia lupa dengan hari special Riella. Tapi karena pekerjaan, membuat Kenzo harus menunda, untuk menemui ratu hatinya.
🚑
Jangan lupa untuk Like, vote dan komentarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Muhammad Egi maulana ibrahim
aku bacanya di apk sebelah dulu kak....
2023-02-13
0
Renesme Kiky
nyimak dulu ya thor
2022-12-25
0
Sarmila Mila
yeyy bkalan seru nichh❤️kaaian kenzo😥
2021-03-20
0