Matahari pagi telah bersinar, sinarnya sudah meninggi, menyinari bumi ini.
Seorang gadis masih saja tertidur pulas dikamarnya, ia hanya tinggal bersama seorang ayah setelah kepergian Ibunya 7 tahun lalu.
"Anindita!" teriak Pak Hendra dari luar kamarnya, berniat untuk membangunkan putrinya itu
Anin mendengar teriakan ayahnya yang selalu membangunkannya disetiap pagi itu, dengan malasnya ia bangkit dan berjalan keluar kamar dengan membawa handuknya.
"Ayo Nin, kamu nanti kesiangan" ucap Pak Hendra mengingatkan
Pak Hendra adalah seorang ayah yang sangat perhatian pada anak gadisnya itu, walau dirinya sendiri juga sibuk dengan toko sembakonya.
Anin sebenarnya masih dirundung kesedihan yang mendalam, ia diputuskan sepihak oleh tunangannya saat sebulan lagi menuju pernikahan. Tentu saja Pak Hendra sangat kecewa dengan berita itu, hatinya jauh lebih terluka dari luka anaknya itu. Tapi Pak Hendra berusaha untuk menutupi kesedihannya di hadapan Anin, putri sematawayangnya itu.
Kesedihannya itu membuat Anin selalu malas bangun, dan hanya ingin menghabiskan waktunya untuk tidur, itu alasannya mengapa ia akhir-akhir ini malas untuk bangun pagi. Belum lagi setiap akhir pekan, karena libur bekerja, Anin selalu menghabiskan waktunya di pasar, di toko sembako milik Ayahnya itu untuk menghabiskan waktu dengan kesibukan. Jauh berbeda dari biasanya, Anin selalu beristirahat dirumah dan sesekali main bersama Hana.
Anin sebenarnya tipe orang yang pendiam, pemalu, dan susah akrab dengan orang baru. Tapi Anin juga selalu ceria, dan mudah dekat dengan siapapun, Anin juga sosok orang yang selalu menyembunyikan sedihnya seorang diri.
...----------------...
Anin langsung masuk kedalam toilet, untuk mandi dan membersihkan tubuhnya.
Pak Hendra bergegas keluar rumah untuk membeli nasi uduk, untuk sarapan dirinya juga Anin.
Biasanya Anin yang selalu menyiapkan sarapan dan makan malam untuk dirinya juga Ayahnya itu, tapi semenjak diputuskan sepihak itu Anin sangat terpuruk dan sedih, membuatnya malas untuk beraktivitas seperti biasa.
Seusai mandi, Anin bergegas mengganti bajunya dengan seragam kerjanya, yang selalu rapi itu. Setelah menggunakan bajunya, Anin memoles wajahnya dengan riasan tipis, alis yang sudah tebal membuatnya tak perlu waktu lama untuk memakai pensil alis, sedikit blush on pink dipipi membuatnya terlihat merona, eyeshadow berwarna coklat muda teroles tipis, eyeliner penegas mata, dan bibir berwarna nude, membuat Anin semakin terlihat cantik dalam riasan sederhananya.
Saat sudah siap, Anin keluar kamar dan melihat sudah ada 2 bungkusan nasi diatas meja, lengkap dengan lauk pauknya. Tapi Pak Hendra tak juga terlihat.
"Paaa?" panggil Anin sembari duduk dimeja makan, dan meletakan ponsel juga tasnya di kursi samping ia duduk
Pak Hendra masih sangat sibuk di dapur, ia sedang membuat kopi untuk dirinya, juga teh hangat untuk putrinya itu.
"Kamu sudah siap Nin?" tanya Pak Hendra ketika masuk ke meja makan, membawa 2 cangkir ditangannya
"Sudah Pa.." jawab Anin sembari terus melahap makanannya itu
"Cepat makan dulu Pa, udah siang" lanjut ucap Anin menahan ketika melihat Pak Hendra hendak kembali ke dapur
"Iya iya sebentar, Papa mau ambil gula dulu.. Takutnya kamu mau teh ini manis" jawab Pak Hendra terburu-buru
"Enggak.. Kok Pa, sudah aja ini cukup" ucap Anin dengan cepat membuat Pak Hendra menghentikan langkahnya
...----------------...
Dilain tempat, El baru saja selesai menelan sarapannya. Ia memang masih punya orangtua, tapi semenjak ia membelikan kedua orangtuanya rumah dikampung, dan ia memiliki rumah sendiri, El dan orangtuanya tidak tinggal bersama. Karena El yang awalnya sudah menikah membuatnya jadi hidup terpisah dirumah yang berbeda, bahkan orangtua El hidup di desa pinggiran kota Bandung.
El memandangi foto bersama kedua orangtuanya yang berada di atas nakas dekat meja makan itu.
Hatinya seakan sedih ketika mengingat banyaknya harapan dari Ibu juga Ayahnya atas pernikahan dirinya bersama Elvira. El tak berani menampakan dirinya lagi dirumah kedua orangtuanya itu, lantaran El malu dengan tragisnya kisah rumah tangganya itu.
Padahal rumah kedua orangtuanya itu sebagai obat penenang bagi dirinya.
El adalah sosok orang yang tegar, ia jarang menangis, tapi El adalah orang yang lembut, juga mudah dekat dengan siapapun, membuat dirinya mudah beradaptasi.
El yang ditinggalkan Elvira begitu saja, membuatnya tak pantang menyerah, ia terus bangkit dan berusaha. El mengembangkan bisnisnya hingga maju, karena ia tahu Elvira sangat suka harta kekayaan, membuat El berpikir jika ia menjadi kaya, akan membuat Elvira kembali. Tapi nyatanya hingga kini, El memiliki banyak cabang di seluruh kota di Indonesia, dan sudah masuk dalam berita manca negara sekalipun, tetap Elvira tak ada kembali pada dirinya.
Perasaan El masih saja untuk Elvira, tak ada sekalipun ia berniat untuk move on, melupakan sosok Elvira. Hidupnya kini datar, ia habiskan hanya untuk bekerja dan bekerja.
Tiba-tiba El terkaget dengan suara deringan ponsel miliknya didalam saku celananya. Lamunan El yang terus memandangi foto kedua orangtuanya itupun seketika buyar. El langsung dengan cepat merogoh sakunya dan melihat layar ponselnya, panggilan telepon dari "Rumah", pasti kedua orangtuanya yang menelepon pikir El.
"Halo Assalamu'alaikum.." ucap Ibu El terlebih dulu
"Walaikumsalam Bu.." jawab El dengan cepat pada wanita yang sangat ia hormati dan sayangi itu
"Ibu dan Bapak apa kabar?" tanya El lebih dulu
"Alhamdulillah kami sehat, El.." jawab Ibunya dengan cepat
"Kamu sendiri bagaimana El? Kamu Sehat? Apa sudah menemukan pasangan?" tanya Ibunya dengan bertubi-tubi karena takut El keburu mematikan sambungan teleponnya
El terlalu sering ditanyai seperti itu oleh Bapak juga Ibunya membuat ia selalu menghindar dari pertanyaan itu
"El baik bu.." jawab El singkat tanpa menjawab pertanyaan Ibu yang lainnya
"Kamu harus segera melupakan Elvira, El.. kamu berhak bahagia dan melanjutkan masa depan mu.. Apa kamu tidak kasihan pada hati mu, dan pada kami yang semakin tua takut tidak melihat keturunan mu.." ucap Ibu El panjang lebar karena merasa jengkel dengan El yang selalu menghindari pertanyaannya
"Tidak perlu lagi lah kamu memikirkan Elvira, dia itu wanita yang jahat.." lanjut ucap Ibu El yang semakin jengkel dalam hatinya itu
El terdiam ia mendengarkan semua perkataan Ibunya yang tanpa jeda itu.
"Sudah Bu.. Sudah" terdengar suara Bapak El dari belakang
El masih saja mendengarkan baik-baik semua percakapan Ibu dengan Bapaknya itu
"Habisnya Ibu sudah tak sabar sekali Pak.. Ibu ingin menimang cucu seperti teman-teman Ibu yang lain" ucap Ibu menjawab ucapan Bapak
Lalu fokus Ibu kembali pada El yang ada dalam sambungan telepon itu.
"Halooo El?" ucap Ibu kembali pada El
"Iya Halo Bu.." jawab El dengan santainya
"Apa kamu dengar dan mengerti ucapan Ibu?" tanya Ibu El dengan perasaan tak sabarnya
El terdiam sebenarnya ia paham betul dengan perasaan Ibunya itu. El sangat merasa bersalah pada kedua orangtuanya yang sangat mengharapkan keturunan dari dirinya dengan Elvira kala itu.
"Iya Bu El paham.. Maafkan El ya Bu.. Sudah dulu ya Bu, El pamit mau pergi ke kantor" ucap El dengan cepat lalu mengakhiri sambungan teleponnya itu
El terburu-buru untuk langsung pergi ke kantor, dan membiarkan asisten rumah tangganya yang membereskan sisa makanan juga rumahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 150 Episodes
Comments
Dwi setya Iriana
hallo thor aku dan komen tapi belim salm kenal
2021-04-25
0
Olan
hai thor😊 aku mampir dan memberi like di karya bagusmu😍. ayo mampir juga kekarya ku yang tak seberapa ya😊
2021-03-22
0
Diyah Makmur
menyimak
2021-01-30
1