Lia menatap wajah bik Asih yang penuh dengan harapan. Mata wanita itu berkaca-kaca menatap Lia.
"Jangan terlalu berharap pada ku bik. Karena aku tidak yakin dengan diriku sendiri. Dan juga, bibik bisa lihat kan bagaimana sikap dokter Rama terhadapku."
"Bibik yakin non Lia bisa non," ucap bik Asih penuh semangat.
"Asalkan non Lia mau mencoba, bibik yakin non Lia bisa mengubah kesedihan mas Rama menjadi kebahagiaan."
Lia hanya bisa memberikan sebuah senyuman pada bik Asih. Ia tidak tahu harus berkata apa lagi pada wanita itu. Ia juga tidak mungkin membuat wanita paruh baya itu kecewa dengan penolakannya. Ia terpaksa mengangguk saja ketika wanita itu begitu berharap padanya.
Dalam hati Thalia berkata, "Bagaimana bisa aku membuat dokter Rama bahagia? Sedangkan aku saja tidak bahagia saat ini."
Thalia membantu bibik menyiapkan makan malam buat mereka. Selama Thalia berada di luar, tidak sekalipun ia melihat Rama keluar dari kamarnya. Sejak ia masuk ke kamar setelah meminta bibik mengantarkan Thalia ke kamarnya.
"Bik, apakah dokter Rama hanya berada di kamarnya ketika pulang ke rumah?"
"Iya non. Mas Rama tidak akan keluar dari kamar jika tidak ada perlu. Ia hanya keluar saat makan malam dan saat ia ingin mengambil sesuatu."
"Jadi, selamanya ia akan berada di kamar ya bik?" tanya Lia seakan tak percaya dengan apa yang bibik katakan.
"Iya non. Mas Rama akan berada di kamar seharian, jika ia tidak perlu, maka tidak akan keluar."
Thalia hanya mengangguk sambil menatap pintu kamar Rama yang tertutup rapat. Ia sangat penasaran dengan apa yang Rama lakukan di kamar sampai tidak ingin keluar.
Bibik berjalan meninggalkan Thalia yang masih menatap pintu kamar Rama.
"Bik Asih mau kemana?"
"Bibik mau memanggil mas Rama untuk turun makan non."
"Bagaimana kalau aku saja yang naik untuk memanggilnya bik?"
"Baiklah."
Thalia berjalan menaiki anak tangga menuju kamar Rama. Hatinya terasa sedikit berdebar-debar ketika sampai di depan pintu kamar Rama. Tangannya terasa berat untuk mengetuk pintu kamar itu, namun tetap ia paksakan.
"Dokter Rama, ayo turun makan!" ucap Lia dengan nada berat.
Tidak ada jawab dari dalam kamar. Pintu juga tidak terbuka. Lia mengulangi ketukan sekali lagi sambil berucap kata-kata yang sama. Tapi, belum sempat ia menyelesaikan perkataannya, pintu itu akhirnya terbuka.
Rama muncul dari balik pintu kamar dengan mata yang merah. Pelupuk mata Rama masih menyisakan bekas air mata yang jatuh dari matanya. Rama terlihat baru saja selesai menangis.
Tanpa sepatah katapun, Rama berlalu meninggalkan Thalia yang merasa iba. Tentunya, setelah menutup kamar rapat-rapat barulah ia berlalu pergi.
Makan malam Thalia kali ini tidak sama dengan makan malam Thalia yang telah lalu. Biasanya, makan malam Thalia dengan orang tuanya, selalu di bubuhi dengan obrolan ringan. Tapi kali ini, di rumah barunya, makan malam Thalia hanya berteman keheningan saja. Tidak ada sepatah katapun yang terucap, hanya bunyi sendok dan garpu saja yang terdengar.
Sesekali, Thalia mencuri pandang untuk melihat wajah Rama. Wajah itu hanya memperlihatkan ekspresi sedih saja. Wajah tanpa sedikitpun kebahagiaan dan terlihat menyimpan seribu penyesalan dan luka.
Setelah selesai makan, Rama berlalu meninggalkan meja makan tanpa kata. Ia kembali naik keatas menuju kamarnya. Tidak ada yang bisa Lia lakukan, ia hanya bisa melihat punggung Rama yang semakin menjauh, lalu menghilang di balik pintu kamar yang kembali tertutup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
🌸ReeN🌸
rama gak takut kehilangan istri untuk kedua kalinya apa ya, kasihan juga lia nya
2023-01-17
0
Fitriyani Puji
semoga talia bisa mngibati luka hati rama dan rama bisa mmbuka hati untuk talia amiin
2022-11-30
0
Zulfanafsafifa
pastinya sedih banget kehilangan org yg kita sayang😭😭😭😭😭
2021-10-31
1