Sudah 3 hari berlalu disini. Aku melakukan aktivitas yang sama setiap harinya. Yang pasti selama aku disini, kastil kecilku atau bahasa lainnya adalah paviliun menjadi lebih bersih dan rapi begitu juga dengan dapur.
Tidak ada yang membantu pekerjaan aku dan Ruyi. Kami berdua bekerja sama sampai lelah melanda. Oh ya, di paviliunku tidak diperkenankan para dayang menemani maupun melayaniku. Hanya ada 2 orang penjaga gerbang pintu utama saja yang bergantian saling menjagaku agar tidak terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan.
"Akhirnya selesai juga kita bersih-bersihnya," ucap Ruyi senang.
Aku dan dia saling memperhatikan seluruh ruangan yang sudah tertata rapi, dan aku menjadikan dekorasi ruangan tersebut lebih kelihatan modern dengan tata susunnya yang agak aku kembangkan dengan memanfaatkan yang ada. Ide dekorasi rumah abad 21, aku tampilkan ke paviliun kecilku. Walaupun tidak semodern di abad 21, tapi hasilnya sangat memuaskanku. Ruyi saja sempat terheran dengan ide dekorasi ruangan yang ku ubah. Dia tercengang gembira.
"Ruyi, apakah kau menyukai dekorasi ruangan ini?"
"Nyonya, kenapa tiba-tiba Nyonya jadi sehebat ini?" tanyanya sambil menatapku.
"Seseorang pasti akan berubah dan punya kelebihan pada waktunya," jelasku singkat sambil memegang pundaknya. "Ini sudah menjelang siang, aku ingin kita keluar sebentar mencari hiburan. Apa dekat sini ada pasar atau tempat yang bisa kita kunjungi? Aku ingin makan di luar saat ini."
"Bukankah Nyonya tahu kalau tempat kita sini dekat dengan gerbang 'Kebahagiaan'?"
"Aku sudah lupa. Ada beberapa kenangan yang tidak bisa ku ingat saat ini. Mungkin sudah terlalu lama larut dalam kesunyianku hingga tanpa sadar sebagian kenanganku telah hilang," kataku menyingkirkan rasa penasarannya.
"Tapi apakah Nyonya tidak ingat kalau kita tidak boleh keluar tanpa sepengetahuan Yang Mulia?"
"Kau tenang saja! Aku punya cara agar kita bisa keluar tanpa diketahui dan aman," kataku sambil mengedipkan mata sebelah kananku padanya. "Sekarang, carikan aku pakaian laki-laki!"
"Hah?" Dia tampak terkejut sesaat. "Untuk apa Nyonya mencari pakaian laki-laki?"
"Carikan saja sekarang yang muat di badan kita berdua! Kita tidak mungkin akan keluar dengan tampilan seperti ini kan? Bagaimana kalau ada yang mengenal kita?"
"Nyonya benar," katanya setuju. Dia langsung pergi entah kemana dan dalam sekejap saja sudah menemukan 2 pasang pakaian laki-laki berwarna putih. "Nyonya, aku sudah menemukannya."
"Bagus," ujarku girang sambil mengambil salah satunya untuk ku kenakan segera.
Kami langsung berganti pakaian. Aku juga membungkus payudaraku dengan kain agar terlihat seperti laki-laki. Tidak lupa juga aku mengikat rambutku dengan model kuda poni seperti para aktor film drama cina kuno pada umumnya. Tidak membutuhkan waktu lama untuk dandan seperti ini.
"Wahhhh..." Ruyi tertegun melihat perubahanku. "Sangat tampan," katanya tersipu malu. Pipi chubbynya seketika merona merah.
Aku langsung mencari kaca dan berkaca seluruh badan. Ternyata benar apa yang dikatakan Ruyi, dengan penampilan seperti ini sangat terlihat tampan. Aku bahkan bangga pada diri Yiyi yang bisa menjadi 2 sisi wajah yang menawan. Dengan tinggi badan Yiyi 168cm dan berdandan seperti ini, benar-benar tidak bisa di bedakan sama sekali kalau dia seorang wanita.
ini ilustrasi penampakan Yiyi dalam han fu laki-laki.
"Ruyi, kau sudah siap?"
Dia hanya mengangguk pelan sebagai jawabannya. Seketika aku menggandeng tangannya, dan 'Wushhhh....' Aku menggunakan ilmu meringankan badan membawanya pergi keluar paviliun bagaikan angin. Hanya beberapa detik saja kami sudah berada di gerbang 'Kebahagiaan'.
Tempatnya sangat ramai walaupun masih siang hari. Tampak orang berlalu lalang dengan kesibukkan mereka masing-masing. Ada yang berjualan, ada yang menawar harga barang dagangan, ada yang sedang berbelanja kain, dan ada juga yang menunggu di luar paviliun untuk menyambut tamu laki-laki (tempat hiburan).
Aku sibuk melihat-lihat barang dagangan mereka. Satu persatu mulai ku kunjungi barang dagangannya. Aku hanya tertarik melihat saja tapi belum niat untuk membeli, karena koin yang ku bawa hanya cukup untuk membeli makanan saja. Ruyi sedari tadi berjalan di sampingku dengan mata yang penuh semangat. Aku hanya bisa tersenyum saja melihat tingkah lakunya yang kegirangan seperti anak kecil yang tidak pernah keluar rumah.
"Ruyi, ayo kita duduk di sana!" tunjukku pada salah satu kedai makan di pinggir jalan yang berjualan mie dan pangsit.
"Baik, Nyonya," jawabnya cepat.
"Sssttt... jangan memanggilku dengan sebutan itu. Kita kan sedang di luar. Panggil aku sebutan tuan muda saja," bisikku di telinganya agar tidak ada yang mendengar.
"Baik, tuan muda," katanya sambil mengangguk pelan.
Kami dengan santainya duduk di sebuah kursi kayu panjang yang muat kisaran 4 orang. Pemilik kedai itu menawarkan kami makanan dan kami langsung memesan pesanan kami. Mie yang masih dibuat secara manual oleh pemiliknya terasa lebih nikmat dan kenyal. Rasanya yang tidak begitu mencolok karena hanya dominan rasa asin saja dan di kasih beberapa sayuran hijau di dalamnya. Pangsit kuahnya juga di pisah mangkuknya dan hanya di bumbui garam dan daun bawang saja. Sangat cukup untuk mengganjal perut kami yang belum makan siang.
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara seorang wanita paruh baya meneriaki seorang pria yang sibuk berlari sambil membawa sebuah kantung kecil.
"Pencuri! Ada pencuri," teriak wanita paruh baya itu dengan lantang. Dia terlihat terpuruk karena ada sesuatu yang hilang karena di curi oleh pria yang lari tadi.
Kebetulan pria itu melintas di depan kedai makan yang kami tempati. Aku mengayunkan jari telunjuk kananku ke sebuah batu yang cukup besar ke arah betis kaki pria tersebut. Dia langsung tersungkur dan melukai wajahnya akibat benturan ke tanah yang berkerikil. Dia meringis kesakitan sambil memegang kakinya.
Aku menghampirinya tanpa berpikir panjang dan mengambil kantung kecil yang jatuh di dekatnya. Dia tidak memperhatikanku, karena sibuk memegang wajah dan kakinya yang berdarah akibat benturan tadi. Belum lagi, para warga mulai mengerumuninya dan tidak ada yang mau membantunya. Tidak lama kemudian, wanita paruh baya yang umurnya kisaran 60 tahun itu datang dengan nafas terengah-engah ke arah pria tadi. Tapi aku langsung menarik pelan lengan tangan kirinya.
"Nyonya, apakah ini milik anda?" tanyaku sambil mengarahkan kantung kecil bermotif bunga Dahlia kepadanya.
"Iya, benar. Ini yang di curinya tadi saat aku mau pulang ke rumahku," jawabnya sambil menerima kantung tersebut. Dia mulai memeriksa isi kantung tersebut dengan teliti.
"Apa ada yang hilang, Nyonya?" tanyaku lagi.
Dia masih sibuk memperhatikan uang di dalam kantung tersebut. "Anak muda, terima kasih atas pertolonganmu. Uangnya tidak ada yang hilang. Semua masih utuh," katanya dengan rasa syukur. "Ini buat kamu yang sudah membantuku," katanya lagi sambil memberikan aku beberapa uang perak kecil ke tanganku.
Aku menolaknya dengan cepat. "Saya tidak bisa menerima ini Nyonya. Saya membantu dengan ikhlas, mohon Nyonya jangan seperti ini." Aku mengembalikan uang perak tersebut kepadanya.
"Kalau kamu tidak mau menerimanya, bagaimana kalau saya mentraktir kamu makan di kedai makan saya yang di seberang sana?" tawarnya sambil menunjuk ke sebuah kedai makan yang cukup besar dan ramai.
"Kalau itu, saya tidak dapat menolaknya Nyonya. Tapi saya membawa teman saya juga kesana," kataku sambil memperkenalkan Ruyi padanya.
"Tentu. Tentu saja kalian berdua boleh mampir ke kedaiku," jawabnya senang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Mio mio
semangat kak
2022-03-13
2