.
Tap!
.
.
Tap!
.
.
Dan akhirnya, suara itu perlahan mulai menjauh. Berselang beberapa detik, Rai pun keluar dari bawah meja.
PRNK!
Lengan Rai berulah dengan menyenggol sebuah gelas tabung.
Mendengar ada suara benda yang pecah, pria itu pun kembali ke tempat sebelumnya.
"Bagaimana ini?! Aku harus bagaimana?!" ucap Rai panik sembari berusaha mencari tempat sembunyi. Ia pun akhirnya mencoba untuk bersembunyi bersama jasad manusia yang ditutup oleh selembar kain tersebut. Meskipun ia merasa takut, tapi tak ada pilihan lain.
"Tetsuya cepat bereskan!" Perintah seorang pria paruh baya yang berada dari balik pintu.
"Baik." jawab Tetsuya dengan tubuh kaku bak seperti robot. Ia pun merendahkan tubuhnya, lalu membereskan pecahan kaca tersebut.
Ranjang yang ditutup dengan kain, tiba-tiba saja bergerak. Sorot mata Tetsuya pun menyorot kepadanya. Tunggu! Itu bukan ranjang, tetapi Rai yang berusaha menyesuaikan dirinya.
Tetsuya pun beralih untuk mendekat ke arah ranjang tersebut.
.
.
Tap!
.
.
Tap!
.
.
*Deg.. Deg..*
Rai semakin tidak kuat untuk menahan napasnya terlalu lama. Karena ia sadar ada suara langkah kaki yang mendekat ke arahnya.
"Yamada Tetsuya, CEPAT BERESKAN!"
"B-Baik."
Dan untungnya, Tetsuya pun segera memfokuskan kembali parhatiannya kepada gelas tabung yang pecah tadi. Setelah selesai, ia pun pergi.
Pria yang ada dari balik pintu tadi pun keluar. Ia menuju ke arah ranjang tempat Rai bersembunyi dan kemudian membawanya.
Rai mengintip dari balik kain. Ia memandang ke sekitarnya. Yang semula ruangan penuh dengan gelas tabung, kini sebagian ruangan itu dipenuhi oleh robot dan beberapa sampel darah.
'EXPERIMENT ROOM'
Akhirnya ranjang itu pun diletakkan tepat di Ruang Eksperimen.
Pria paruh baya itu, lalu mengambil sebuah suntikkan yang sangat tajam. Terlihat efek mengilat akibat pantulan cahaya pada ujung jarum suntikkan.
Karena merasa takut, perlahan, Rai pun beranjak dari ranjang itu. Dan bersembunyi di balik lemari yang berukuran sedang. Ia menampakkan ¼ dari wajahnya. Sama seperti sedang menonton film yang menakutkan baginya.
"Tetsuya-kun. Kemarilah!"
Pria itu kemudian mengambil sampel darah dari sang jasad.
Setelah diambilnya, sampel darah tersebut dipindahkan ke sebuah mesin (DNA Simulation Scanner). Mesin itu pun mengeluarkan hasilnya dalam bentuk secarik kertas dengan keseluruhan angka binner.
Prof. Mangetsu pun memberikannya kepada Tetsuya. Mata Tetsuya mengeluarkan sinar ketika ia memindai tulisan di secarik kertas tadi.
Perubahan pun terjadi secara perlahan, setelah pemindaian. Tubuhnya berubah menjadi robot, lalu setelah itu menjadi serupa dengan sang jasad.
Rai terkejut ketika melihat perubahan tersebut. "Hahh...? Tidak mungkin! Ini tidak mungkin,! Jadi... Tetsuya yang tadi bersamaku adalah seorang robot?! Pantas saja." batinnya dengan mata yang terbelalak.
"Kau sudah selesai Profesor?" Tanya seorang pria yang tiba-tiba menghampirinya.
"Ya. Aku sudah melakukannya sesuai dengan yang kuinginkan" jawab Prof. Mangetsu (nama profesor tersebut) sembari memutar tubuhnya kepada pria yang ternyata Tn. Toshi.
"Toshi-sama?!" batin Rai. Ia kembali terkejut setelah menyadari bahwa pria yang rela mengorbankan anaknya demi eksperimen yang tidak masuk akal itu adalah ayah Tetsuya–Tn. Toshiki Yamada. Perhatian Rai kemudian teralihkan oleh seorang Profesor yang berpakaian khasnya. "Profesor itu... Dia sangat mirip sekali dengan Ayahku yang sudah tiada 13-tahun lalu. Atau mungkin..." batinnya sembari memicingkan matanya.
Rai kemudian mencoba untuk merekam kejadian itu dengan ponsel-nya. Ia tidak sadar jika mode pencahayaan masih aktif.
"Gawat! Cahayanya!" batin Rai panik sembari berusaha mematikan cahaya tersebut.
Tn. Toshi beserta Prof. Mangetsu langsung saja menyorot tajam ke arah sumber cahaya.
"SIAPA ITU?!!" bentak Tn. Toshi. Ia kemudian mendekat ke sumber cahaya. "O.. Ternyata itu adalah kau, Katsura Ryuzaki! BERANI-BERANINYA KAU MEREKAM INI!!!"
Rai kemudian menampakkan dirinya secara perlahan. "Ma-Maafkan aku" ucapnya gugup dengan pandangan yang tertunduk.
"CEPAT MATIKAN REKAMAN ITU!!!" Tn. Toshi kembali membentak Rai, sembari menunjuk ke ponselnya.
...REKAMAN DI MATIKAN...
"Sudah." sahut Rai dengan nada suara yang datar. Ia kemudian menatap Tn. Toshi. "Tega-teganya kau membuat percobaan dengan Putramu sendiri. Apakah kau tidak punya hati nurani sebagai ayah?!" ucapnya dengan meninggikan nada bicaranya.
"Ch! Kau tidak akan mengerti. Dasar Bocah Ingusan.!"
"Apa yang tidak aku mengerti?! Tetsuya adalah sahabatku. Aku sudah menganggapnya seperti keluargaku sendiri. Dan kau---"
"Profesor... Tunjukkan kepadanya jasad Tetsuya Yamada!" perintah Tn. Toshi kepada Profesor yang sedang berada di sampingnya.
"Kau menyuruhku,?" ucap Profesor sembari menatap sinis kepada Tn. Toshi.
"Tentu saja"
Prof. Mangetsu pun terpaksa mengambilkan jasad Tetsuya di Ruang Penyimpanan.
Setelah sampai, Tn. Toshi pun perlahan membuka kain yang menutupi sang jasad.
"Lihat! Jasad yang sudah kami awetkan ini,! Ini adalah tubuh aslinya"
Terlihat wajah Tetsuya yang masih utuh, namun pucat.
Setelah melihatnya, tubuh Rai seketika menjadi lemas. Mulut bagaikan tak bisa berucap.
Rai menghela napasnya kasar. "Tidak. Ini tidak mungkin! Aku tidak percaya akan hal ini!!!" teriaknya frustasi sembari melangkah mundur, lalu mencengkram rambutnya.
"Aku sengaja memancingmu ke mari dengan bentuk Tetsuya." sela Prof. Mangetsu.
Rai memfokuskan parhatiannya kepada sang profesor. "Kau... Kau seperti Ayahku. Kau adalah Ayahku 'kan,? Kenapa Ayah tega melakukan hal seperti ini?! Dan kukira, Ayah telah---" lirihnya.
"Maksudmu adalah Katsura Ryu,? Manusia terkucilkan itu sudah tidak ada lagi di dunia ini. Yang ada hanyalah aku. Yosei Mangetsu. Dan tidak penting juga untuk kau mengetahui alasanku melakukan semua ini!" tegas Prof. Mangetsu menyela ucapan Rai. "Toshi-sensei, cepat bawa dia ke ranjang operasi!" ia menoleh kepada Rai. "Aku akan menguji coba sampel darah milikmu. Untuk dijadikan bahan percobaan"
Rai memberontak ketika dua pria menggenggam lengannya. "LEPASKAN! LEPASKAN AKU!!! AKU TIDAK MAU!" bentaknya sembari mencoba melepaskan diri.
"Cepat pasangkan dia alat itu!" perintah Prof. Mangetsu kepada Tn. Toshi.
"Aku tetap tidak mau. Lepaskan aku!!!" akhirnya Rai pun terlepas dari genggaman kedua pria itu. "Tolong katakan kepadaku... Kau adalah ayahku 'kan?!! Ayah tidak mungkin melakukan hal seperti ini 'kan...?" pilunya yang mulai meninggikan suaranya sembari mendekat kepada Profesor.
Tn. Toshi yang sudah geram dengan kelakuan Rai, pun menariknya dan kemudian membenturkannya keras ke ranjang operasi.
Perlahan, mata Rai terpejam setelah Tn. Toshi memberinya suntikkan bius. Setelah itu, Prof. Mangetsu yang mengambil sampel darah milik Rai.
Tn. Toshi kemudian memberinya ventilator berisi gas H²CO yang telah diatur oleh Prof. Mangetsu. Ia pun segera mengoperasi Rai dengan mengaktifkan alat yang telah diperintahkan oleh Profesor.
Alat yang digunakan juga khusus. Alat tersebut sama seperti layaknya penyusun sistem robot. Dalam operasi, sama sekali tidak ada darah yang mengalir. Karena, efek dari gas tersebut.
"Berapa dosis yang kau pakai untuknya?" tanya Tn. Toshi setelah mengoperasi Rai.
"25%"
Tn. Toshi terkejut. "Bukankah itu ukuran kecil dari dosis normal pengawetan tanpa dibekukan?"
"Aku sengaja menguranginya untuk mengembangkan spesimen baru." ucap Profesor disertai dengan senyum liciknya. "Ck! Sudahlah, cepat kau bawa ia pergi dari sini sebelum sadar. Efek obat bius takkan bertahan lama. Setelah ini mungkin Ia akan kehilangan ingatannya. Tapi, hanya tentang kejadian ini saja. Dan, dia juga tidak bisa mengaktifkan sistem androidnya terlebih dulu. Hal ini tentu berbeda dengan Hiroki." jelas Prof. Mangetsu.
"Kenapa?"
Profesor menoleh kepada Tn. Toshi. "Kenapa apanya?"
"Kenapa dia tidak bisa mengaktifkan sistem android-nya?"
"Ck! Itu karena aku masih menguji coba alatnya. Aku ingin menjadikannya yang terkuat untuk bisa memimpin para robot budakan dan cyber. Sebenarnya.. Bisa-bisa saja itu aktif karena pengaruh emosi terhadap reaksi-nya. Hanya sistemnya. Dan mungkin, itu sementara"
"Kita akan aman,?" tanya Tn. Toshi lagi kembali memastikan. "Dia tidak akan mengingatku 'kan?"
"Tentu saja. Jangan banyak omong dan cepatlah!"
Tn. Toshi pun segera membawa Rai keluar dari ruangan yang terisolir itu.
"Setidaknya... Ayah senang dapat bertemu denganmu lagi, Rai." batin Prof. Mangetsu sembari melihat derapan sosok Rai yang mulai menghilang dari ruangan itu.
...‹« T.G.V »›...
^^^At Rai's House ||^^^
#SKIP TIME➡
17.00 JST
Akhirnya mata Rai pun terbuka. Ia pun mencoba bangkit perlahan dari baringannya. "A-Ahkk.." ringisnya sembari memegang kepalanya. "Aku di mana? Kenapa aku ada di sini,?"
"Syukurlah kau sudah sadar." sela seorang wanita paruh baya sembari menghampiri Rai. Wanita itu pun kemudian duduk di samping ranjangnya.
"Bibi, sejak kapan kau di sini?" tanya Rai dengan nada suara yang lemas.
"Sejak tadi, dan aku melihatmu sudah pingsan"
Rai mengerutkan keningnya. "E.. Pingasan,?"
"Un. Aku sebenarnya ingin berkunjung dan memberimu ramen. Kukira kau sedang sibuk karena rumahmu terlihat sepi. Setelah Bibi masuk, kau sudah tergeletak di lantai." tutur Ny. Ino.
"Benarkah?"
"Memangnya kau tidak merasa?"
"Tidak" geleng Rai polos. "Ahkk.. Kepalaku,!"
"Sudah, kau istirahat saja." Ny. Ino pun membaringkan Rai dan menyelimutinya dengan selimut.
"Bibi. Kau bilang tadi, akan memberiku ramen." tagih Rai kepada Bibinya.
"Kau 'kan sedang sakit, Ryuzaki,"
"Tapi, aku tetap ingin ramen!"
"Ryuzaki..."
"Aku ingin ramen!!!–Dan panggil aku Rai saja.!"
"Rai, istirahatlah!" sela Tn. Kuroto yang tiba-tiba menghampiri mereka.
Ny. Ino mendengus kesal. "Kau mengejutkanku saja," ucapnya ketus sembari memandang Tn. Kuroto.
"Aku lapar.!" pinta Rai kepada mereka berdua.
"Baiklah... Ryuzaki. Bibi akan membuatkanmu ramen,..."
"Panggil aku Rai!"
"...kau mau juga?" tanya Ny. Ino kepada Suaminya itu–Tn. Kuroto.
"Un." jawab Tn. Kuroto sembari menganggukkan kepalanya. Ia pun duduk di bawah ranjang Rai.
Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya ramen pun siap dihidangkan oleh Nyonya Hiroki Ino.
"Ramen sudah siap..."
"Woah~ Sepertinya lezat" seru Rai sembari turun dari ranjangnya.
"Selamat makan!" ucap mereka berdua kompak.
"Bagaimana rasanya?" tanya Ny. Ino kepada Rai.
"Ini enak sekali!" jawab Rai dengan suara yang tidak jelas. Karena mulutnya sedang penuh dengan makanan.
"Bagaimana menurutmu?" tanya Ny. Ino kepada Tn. Kuroto yang berada di sampingnya.
Tn. Kuroto pun menyuapi sesendok ramen kepada Ny. Ino.
"Mmm... Ini enak"
"Un. Itulah yang aku rasakan,"
"A... Kalian romantis sekali!–Uhuk.. Uhuk..." Rai saja tiba-tiba tersedak.
"Kau ini, jika sedang ada makanan di dalam mulutmu, jangan berbicara!" tegas Tn. Kuroto.
"Uhuk.. Uhuk..." Rai pun segera mengambil segelas air.
"Dasar Bocah Ingusan,!" ledek Tn. Kuroto.
"Paman, aku bukan Bocah Ingusan." ucap Rai sembari berusaha meneguk air itu.
"Hei... Sudah! Jangan berdebat di depan makanan! Dasar kalian ini,!" untungnya saja ada Ny. Ino yang merelai mereka.
"O iya. Omong-omong... Bibi tahu dari mana tempat tinggalku ini? Ini 'kan baru." tanya Rai sembari memasang ekspresi penasarannya.
"A... Itu.." ekspresi Ny. Ino terlihat sedikit bingung.
...--Flashback--...
"Sekarang giliranmu. Lakukan tugasmu dengan baik" ucap Tn. Toshi pelan kepada Ny. Ino yang baru saja datang.
"Aku sudah tahu" ucap Ny. Ino yang sudah siap dengan kantung berisikan belanjaan bahan makanan untuk Rai. Ia lalu masuk ke rumahnya.
Tn. Toshi pun segera pergi setelah membawa Rai pulang ke rumahnya dan meletakkan tubuhnya di lantai ruang tamu. Sesuai yang sudah direncanakan.
...--Flashback End--...
Ny. Ino pun menunjuk Tn. Kuroto. "Tentu saja dari dia."
"Kau tahu dari mana, Paman?"
"Tentu saja dari pencarian internet, Rai."
Ny. Ino menghela napasnya lega. "Untungnya sebelum itu, aku meminta lokasi rumah Rai terlebih dulu kepada Kuroto" batinnya.
#SKIP➡
"Ryuzaki---Maksudku, Rai. Bibi pulang dulu ya.."
"Ya. Terima kasih atas ramennya. Hati-hati di jalan...!" seru Rai sembari melambaikan tanggannya, lalu membungkuk.
Ny. Ino pun masuk ke mobil bersama Tn. Kuroto. Tn. Kuroto pun melajukan mobilnya.
...‹« T.G.V »›...
"Kau sudah selesai dengan pekerjaanmu di Wako? Apa yang kau lakukan di sana?" tanya Tn. Kuroto sembari menyetir mobilnya.
"Aku sudah selesai. Hanya saja masih sibuk"
"Kenapa seperti itu? Apakah Bos-mu tidak mengizinkanmu untuk cuti?"
"Aku tidak tahu," jawab Ny. Ino sembari membuang wajahnya dari sang suami.
"Tunggu! Kau menaiki apa ke rumahnya Rai? Mobilmu 'kan disimpan di rumah."
Ny. Ino sedikit membelalakkan matanya sembari menggigit telunjuknya. "Tentu saja naik taxi." jawabnya sembari melirik malas, lalu kembali pada posisi semula.
Tn. Kuroto menghela napasnya panjang.
.
.
^^^At Kuroto's House ||^^^
Ny. Ino tampak terburu-buru saat turun dari mobil. Tn. Kuroto pun langsung menggenggam lengannya dengan erat.
"Ino-chan."
"Apa?!"
"Kenapa kau tidak pernah mau jujur kepadaku?"
"Lepaskan aku!" Ny. Ino berusaha melepaskan genggaman erat itu. "Aku lelah kau tahu. Aku mau istirahat"
"Ino-san!"
Tiba-tiba datanglah seorang pria dengan memakai jas berwarna abu-abu senada dengan celananya, memanggil nama "Ino". Yang kemudian membuat Tn. Kuroto melepaskan genggamannya.
"Aa! Hiroki-kun,!" Ny. Ino pun berlari ke arahnya.
Mereka pun saling berpelukan.
Tn. Kuroto hanya terdiam sembari meratapi tingkah Istrinya itu.
"Bibi apa kabar?" tanya pria bernama Hiroki Kento itu sembari melepaskan pelukannya.
"Aku baik. Ada perlu apa kau datang ke mari, hmph?"
"Memangnya, aku tidak boleh mengunjungimu? Aku 'kan sudah lama tidak ke mari."
"A, tentu saja boleh" ucap Ny. Ino sembari melontarkan senyumannya.
"Ehem.. Ehem..." Tn. Kuroto berdehem sembari menghampiri mereka.
"Hiroki, kenalkan, ini Suamiku. Katsura Kuroto. Kau pasti masih ingat 'kan?"
"Ya." Hiroki pun mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Un,.."
"...siapa pria ini Ino-chan?"
"Aaa---" Ny. Ino dan Hiroki saling menatap.
"Apakah kau lupa dengannya?" tanya Ny. Ino heran kepada Tn. Kuroto.
"Ino-san, ayolah kita masuk saja!" sela Hiroki. Ia pun menarik tangan Ny. Ino ke dalam rumah.
"Tsk! Memangnya ini rumah siapa? Berani-beraninya dia seperti itu" gerutu Tn. Kuroto. Kemarahanya semakin menjadi-jadi ketika mereka berdua terlihat begitu akrab.
"Pelayan!" panggil Hiroki kepada seorang pelayan wanita Kediaman Tn. Kuroto berpakaian hitam dan putih.
Pelayan itu menghampiri Hiroki. "Ya, Tuan Muda?"
"Tolong ambilkan beberapa kantung plastik berisi makanan di mobilku!" titah Hiroki dengan nada suara pelan.
"Baik, Tuan" Pelayan wanita itu pun pergi.
"Ino-san, aku punya sesuatu untukmu" ucap Hiroki sembari menghampiri Ny. Ino.
"E.. Apa itu?"
Hiroki pun menunjukkan sebuah kalung. "Tara~"
"Woah~ Indah sekali!"
"Ini adalah hasil kerja keras pertamaku sebagai dokter."
"Terima kasih banyak"
"O iya... Aku juga sudah membelikan paket makan malam untuk kita makan bersama."
Pelayan wanita tadi kembali datang
sembari membawa beberapa kantung plastik yang berisi makanan.
"Taruh saja di meja makan ya!" titah Hiroki kepada sang pelayan.
"HENTIKAN INI!" bentak Tn. Kuroto sembari menaruh jas yang dipakainya dengan kasar ke sofa. "Jadi, ini alasanmu selama ini kau tidak mengacuhkanku. Karena pria muda ini, hah?! Apa hubunganmu dengannya? Dan kenapa kau berani menunjukkan kedekatan kalian di hadapanku?"
Bukannya merasa takut, Ny. Ino justru tertawa mendengar ucapan Tn. Kuroto.
"Kuroto-kun, dia adalah keponakanmu. Apakah kau lupa dengannya,? Ya, kau benar-benar lupa. Huh!" Ny. Ino memasang wajah cemberutnya sembari bersedekap.
"Keponakan?"
Ny. Ino menganggukkan kepala kemudian ditiru oleh Hiroki.
"La-Lalu... Kenapa dia memanggil namamu seperti itu?" tanya Tn. Kuroto kepada Ny. Ino. "Dan kenapa dia sekarang sudah menjadi dewasa? Terakhir kali kulihat, dia masih 18 tahun"
"Hiroki memang memanggilku seperti itu. Dengan begitu... Kita merasa lebih akrab layaknya teman" jawab Ny. Ino. "Setiap orang pasti beranjak menjadi dewasa. Memangnya, dia akan terus menjadi anak-anak apa?! Sudahlah. Akui saja jika kau itu lupa"
Hiroki memasukkan tangannya ke saku celananya. "A, Paman dan aku memang tidak terlalu akrab ya. Itu juga mungkin karena aku lebih memilih tinggal sendiri dibanding bersama kalian. Tapi, apakah kau benar-benar tidak mengenaliku? Aku hadir di pernikahan kalian lho," ia mengerutkan keningnya.
Ny. Ino dan Hiroki menatap Tn. Kuroto intens.
"A... Aku---A. Sudahlah, mari kita makan malam saja!" karena merasa malu, Tn. Kuroto berusaha mengalihkan perhatian mereka.
"Kau baru saja makan ramen tadi" sanggah Ny. Ino.
"Tidak membuatku kenyang. Lagi pula, tidak baik bukan jika orang lain telah memberi kita makanan dan kita menolaknya?"
Ny. Ino mendesis sembari bersedekap. "Dasar dia itu!" gumamnya.
Bersama-sama, mereka pun menuju ke dapur.
Seperti biasa, kegiatan makan malam yang dijalani oleh keluarga satu ini hanyalah terdengar gesekan sendok yang beradu dengan piring.
Ny. Ino tiba-tiba angkat bicara di tengah keheningan. "Hiroki-kun. Bagaimana soal pekerjaanmu?" tanyanya. "Apakah kau masih tidak mau mencoba sebagai Direktur Utama generasi ke-3 dari Hiroki Group?"
Hiroki mengalihkan perhatiannya kepada sang bibi. Ia menyunggingkan senyumnya. "Nnn... Bukankah aku sudah pernah bicarakan tentang ini sebelumnya,? Aku ingin fokus terhadap keinginanku. Bukannya pemaksaan." jawabnya. Ia kembali melanjutkan makannya. "Lagi pula, aku sudah menugaskan penggantiku–Wakil Direktur Utama." lanjutnya.
Ny. Ino menghela napasnya. "Baiklah... Hiroki,"
Hiroki terdiam sejenak. "Kalau soal pekerjaanku, tentu saja dalam keadaan baik. Rumah Sakit Universitas Tokyo cukup nyaman bagiku" ia pun mengambil segelas air putih, lalu meminumnya.
"Baguslah... Baru dua bulan kau pindah ke sana dan merasa nyaman,..."
"...apakah kau sudah mengetahui jika Hiroki bekerja di sana? Kuroto?" Ny. Ino memandang sang suami yang tengah asyik memotong makanannya.
"A... Tentu saja. Aku 'kan juga bertugas untuk memeriksa data anggota baru"
"Kukira kau lupa lagi" sindir Ny. Ino sembari mengambil segelas air.
"Aku tidak sepenuhnya seperti itu!" ucap Tn. Kuroto merasa tak terima.
Hiroki hanya terkekeh melihat sepasang suami-istri itu berdebat. Ia pun bangkit dari posisinya, lalu menuju wastafle.
"A... Hiroki-kun, bagaimana hubunganmu dengan Mika-chan?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Ny. Ino itu, membuat Hiroki berhenti sejenak dari mencuci piringnya. Ia tiba-tiba merasakan jantungnya sakit, dan juga kepalanya. Setelah hal itu menghilang, ia kembali melanjutkan mencuci piringnya.
"Kudengar... Mika-chan sudah selesai dengan kuliahnya dan pekerjaannya di Amerika akan dipindahkan ke Jepang. Apa itu benar?"
"Ya. Itu benar. Menurut laporan, ada pengiriman perawat yang bersertifikat dari Amerika dipindahkan ke Rumah Sakit Universitas Tokyo." sela Tn. Kuroto.
"Aku bertanya pada Hiroki. Bukan dirimu" ucap Ny. Ino ketus.
"Hiroki juga pasti menjawab, benar"
Hiroki tidak merespons. Ia hanya fokus pada piring yang dicucinya.
"Kau ini... Jika ada masalah tentang hubunganmu, beri tahu aku saja. Lagi pula, kau sudah cukup dekat dengan Mika-chan. Apa kau tidak ingin melangkah lebih serius lagi?"
"Bukankah tak sepenuhnya aku yang memegang Hiroki Group? Mungkin jika Sepupuku saja yang berhak menempati posisi Direktur Utama di Perusahaan Hitachi. Tapi, sayangnya... Aku tidak memiliki sepupu ya..." sindir Hiroki sembari menaruh piringnya. Ia merasa jengah sedari tadi Bibinya terus bertanya hal yang tak ingin ia jawab. Setelah ia mengambil botol kaca di atas meja, ia pun pergi ke ruang tengah.
Mendengar ucapan Hiroki yang bersifat menyindir itu, Ny. Ino terdiam sejenak ketika akan mengambil piring sang suami. Ia dengannya saling menatap satu sama lain.
Ny. Ino kembali membereskan bekas makan malam mereka. "Hiroki. Apakah penyakitnya belum sembuh?" batinnya.
*dari sisi Hiroki*
Hiroki pun duduk di sofa dengan laptop yang sudah diaktifkannya, ditaruh di pahanya. Ia membuka laman sebuah situs tentang berita terkini.
•Berikut daftar pengusaha tampan namun memiliki tampang yang bisa dibilang, 'tidak acuh'
•Kekayaan yang tidak diinginkan oleh Hiroki Kento
•Kasihan; Hiroki Kento yang digosipkan akan menikah dengan Kekasihnya, justru malah ditinggal pergi
Hiroki dengan cepat menutup laptopnya karena tak tahan dengan semua berita konyol itu. Ia pun menuangkan cairan di botol kaca tadi (sake), ke sebuah gelas kecil. Ia meneguknya sedikit.
Hiroki pun beranjak ke luar teras. Di luar sana sedang hujan salju. Ia kembali meneguk minuman di gelasnya, menghabiskannya sekaligus.
*di dalam*
"O ya. Aku lupa untuk menghubungi Hideyoshi. Siapa tahu dia bisa untuk membimbing Rai. Meskipun bukan dalam pakarnya." Tn. Kuroto pun beranjak dari dapur, menuju ke ruangan pribadinya.
Tn. Kuroto pun duduk di kursinya, mengambil sebuah telepon rumah yang ditaruh di atas mejanya.
*bunyi panggilan terhubung*
"Hai. Ada apa Kuroto-sama? Tumben kau meneleponku"
"Hideyoshi. Kau sedang ada jadwal operasi?"
"Tidak ada. Aku baru saja selesai,"
"Aku ingin memberi tahukan sesuatu. Aku tahu kau bukanlah dalam pakarnya. Tapi, aku mohon kepadamu untuk bisa membimbing keponakanku. Dia baru resmi bermagang dari hasil Program Profesi Dokter. Dia bisa dibilang, sangat hebat dalam praktisi penyakit dalam"
"Apa..? Lalu kenapa kau memintaku untuk membimbing dokter magang yang bermagang di Department Penyakit Dalam? Aku ini 'kan dokter bedah umum. Apakah tidak bisa dokter senior dari Department itu?"
"Tidak bisa. Aku sudah mencoba membujuk mereka, tapi, jawaban mereka tetaplah sama, belum bisa menerima dengan sepenuh hati Ryuzaki–Keponakanku pada bangsal mereka. Ada yang aku kenal baik di sana, Mirai. Tapi, dia sedang pergi menunaikan tugasnya sebagai Dewan Perwakilan. Aku mohon... Hanya untuk pemberian teori mengenai rumah sakit, praktik (umum) yang kau ketahui, bimbingan, dan pengawasan saja. Selebihnya aku yakin dia sudah bisa. Hasil laporan Universitas pun tak perlu diragukan lagi. Bagaimana?"
"Mmm..."
"Kau adalah salah seorang yang aku kenal baik dan percayai"
"Mmm..."
"YA-YA-YA...?! AKU MOHON, TERIMA SAJALAH! APA SULITNYA MENERIMA PERMINTAANKU, HAH?!" pinta Tn. Kuroto sembari meninggikan suaranya.
... ‹« T.G.V »›...
^^^At The University Of Tokyo Hospital ||^^^
Di seberang sana, Hideyoshi yang mendengar suara Tn. Kuroto begitu memekik itu pun langsung menjauhkan sedikit ponselnya dari telinga sembari memejamkan kuat matanya. "Iya-Iya... Aku mau," putusnya.
...‹« T.G.V »›...
^^^At Kuroto's House ||^^^
"Terima kasih banyak, Hideyoshi-sensei"
*panggilan berakhir*
Tn. Kuroto tersenyum sehabis panggilan itu.
...‹« T.G.V »›...
^^^At Rai's House ||^^^
...--RAI POV--...
Aku tiba-tiba melihat ada benda tergeletak di atas meja. Bentuknya adalah kartu identitas yang dikalungkan.
"Umm, milik siapa ini?" Aku pun mengambilnya.
...Name: Hiroki Ino...
...As: Observer...
...Place: Physical and Chemical Research Institute...
...Section: Tokyo Branch, Advanced Intelligence Project Center...
......«TO BE CONTINUED»......
...つづく...
.
.
Bagaimana saran anda tentang ini? Sudah menarik? Atau, kurang berasa? Tenang. Masih ada kelanjutannya 😉
(Jika kalian suka) Tolong bantu saya like dan komen ya! Agar saya bisa memperbaikinya, dan lebih semangat!
助けてください! Tasuketekudasai! 🙏🙏
😄😄😄 Mata ne...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments