Lunna dan Kira duduk diam di kursi pojok. Sedangkan guru BK berbicara serius dengan kedua wali mereka. Kira melirik Lunna. Meringis. Ia jadi menyeret temannya dalam masalah ini.
"Hey, Lun?"
"Apa?"
"Maaf," ujar Kira tulus.
Lunna menoleh. Tersenyum hangat. Lalu mengangguk.
"Tuan, Nyonya, saya tahu, cucu dan anak kalian itu murid pintar, tapi jika mereka tidak punya attitude yang baik, semua kelebihannya tidak akan berguna," guru itu melepas kacamatanya dan menghela napas.
"Dan masalahnya, mereka sudah berbuat sesuka hati seperti ini lebih dari dua kali, karena itulah saya memanggil walinya untuk membicarakan beberapa hal terkait masalah ini," tambahnya.
Tuan Alexander-kakek Lunna dan Nyonya Melinda- mama Kira mengangguk paham. Mereka bertiga terus berdiskusi panjang hingga selesai dan kemudian berpamitan.
"Ayo pulang anak-anak!" ajak mama Kira.
Lunna dan Kira berdiri. Menyalami guru BK yang ada di sana lalu ikut keluar. Kakek Lunna dan mama Kira berjalan di depan. Sedangkan mereka di belakang.
Begitu tiba di parkiran, mereka berempat saling mengucapkan salam dan masuk ke mobil masing-masing.
Dan kini Lunna bersama kakeknya. Dalam keheningan diiringi suara lembut mesin mobil yang berdesing.
"Lunna?" tanya kakek. Memecah kesunyian.
"Ya, kek?"
"Sepertinya kau mulai bosan sekolah, yaa," pendapat kakek.
Lunna buru-buru menggeleng. "Tidak, kek, sungguh! Aku masih mau sekolah!" pekik Lunna.
Kakek tertawa. "Ya sudah kalau begitu, nanti begitu sampai di rumah kakek mau membicarakan hal penting, dengan nenekmu juga."
Lunna mengreyit. Tapi ia tidak mengutarakan apa pun. Karena ia hanya perlu menunggu.
Oiya sebagai informasi, Lunna itu tinggal bersama kakek dan neneknya. Ia punya orang tua dan seorang adik. Tapi karena SMA nya di luar kota, jadilah ia merantau.
Setelah mobil berhenti di pekarangan, Lunna segera turun dan memasuki rumah. Tak lupa kakek juga ikut masuk setelah memarkirkan mobilnya.
"Nenek?" panggil Lunna.
"Wah, cucuku sudah pulang, ada masalah apa sih?" tanya nenek. Beliau sedang membaca majalah di ruang tengah.
Lunna cemberut. "Aku sudah jadi anak baik, kok. Tadi Kira sebenarnya yang salah," jelas Lunna.
"Nanti saja membahasnya, sekarang ada hal penting yang mau kakek dan nenek bicarakan," potong kakek.
Lunna pun diam. Ia duduk di samping nenek. Suasananya mendadak serius. Tapi ia tidak melihat tatapan tajam di mata kakek. Itu berarti masalah tadi tidak membuat kakek marah. Namun sepertinya ada hal lain yang lebih darurat untuk disampaikan.
"Nak, dengarkan apa pun yang kami beritahu. Percayalah saja. Dan jangan menyela," nenek memeringati Lunna.
"Ya, tergantung apa yang kalian–"
"Dengarkan saja," nenek langsung memotong. Membungkam bibir Lunna.
Kakek menarik nafas panjang. Bersiap membuka mulut. "Jadi sebenarnya Kakek bukan orang sini. Kakek dari dimensi lain yang disebut 'Orion'."
"Dulu ada penelitian yang berhasil membuat serum untuk memberikan manusia kemampuan istimewa. Bukan sihir, tapi kekuatan itu ada pada tubuh. Serum itu hanya dibuat sekali dan terbatas. Beberapa orang kemudian disuntikkan serum itu."
"Orang-orang yang telah memiliki kekuatan itu dapat menurunkan kekuatannya kepada anaknya melalui gen. Seperti penurunan sifat."
"Karena itu tidak perlu serum lagi. Dan untuk menghindari penyalahgunaan, resep serumnya dihancurkan," kakek berhenti untuk sebentar.
"Terjadi banyak pertentangan setelah itu. Karenanya, pemilik kekuatan menyingkir. Mereka pindah ke sebuah pulau tak berpenghuni selama puluhan tahun."
"Mereka mememukan sesuatu yang sangat ajaib di pulau itu. Ada pintu portal kuno yang menghubungkan bumi ke dimensi lain, yang pada saat itu hanya dihuni hewan-hewan dan tumbuhan seperti dalam dongeng."
"Merasa lebih aman di tempat baru itu, para pemilik kekuatan memutuskan tinggal di dimensi itu. Hingga kini tidak ada manusia biasa yang tau keberadaan mereka."
"Dan tentang kekuatan serta penelitian itu, kini hanya sebuah cerita untuk anak-anak."
Lunna menatap kakek heran. Sebenarnya jika nenek tidak melarang, sejak tadi ia sudah protes. Ayolah! Ia bukan anak kecil yang perlu diceritakan dongeng seperti ini. Hanya buang-buang waktu.
"Itu baru awal mulanya saja. Terjadi ratusan tahun yang lalu. Dan kakekmu adalah salah satu keturunan pemilik kekuatan itu. Bukan hanya pemilik kekuatan biasa, namun salah satu pemimpin dunia itu. Ia menurunkan gennya padamu lewat mamamu," nenek menambahi.
Lunna mendengus bosan. Sepertinya nenek melihatnya, beliau menggelengkan kepala.
"Ini memang aneh. Tapi itulah kenyataannya. Sebenarnya mamamu bukan anak kandung nenek. Ia adalah anak kakek dengan istri kakek dulu yang juga pemilik kekuatan dan sudah meninggal."
"Jadi, besar kemungkian kamu dan adikmu memiliki kekuatan juga. Namun Kakek belum tahu apa kekuatanmu. Kekuatan itu biasa muncul saat remaja dan sulit dikontrol," kakek menjelaskan secara ilmiah agar mudah dicerna.
Lunna masih saja tak percaya. Ini benar-benar tidak masuk akal. Kakek pun akhirnya berdiri. Berjalan beberapa langkah menjauh. Berkosentrasi, lalu ada salju turun disekitar mereka.
Lunna terkejut. Tidak sampai di situ, tiba tiba ada sesuatu yang melintasinya. Benda itu pipih, panjang dan runcing. Kakek menangkapnya. Ternyata itu sebilah pedang yang terbuat dari es. Yang kemudian Kakek ubah menjadi sebuah tameng dengan gerakan tangan.
"Kakek bisa sulap?" pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Lunna.
"Kamu masih belum percaya?" tanya kakek.
"Eh–" Lunna terdiam lama.
"Sudahlah. Jangan buru-buru. Pelan pelan saja, dulu nenek juga butuh waktu untuk percaya. Kita makan siang dulu, ya," ujar nenek menenangkan.
Kakek menghilangkan tameng es itu dengan gerakan tangan seperti mengusir serangga. Tameng itu lalu hilang tanpa meninggalkan bekas sedikitpun.
...*****...
Setelah semua bukti yang kakek berikan kemarin, Lunna sudah mulai sedikit percaya dan membuka pikiran untuk menerima semua informasi tentang dunia sihir itu.
Dan pagi ini ia pergi berangkat sekolah diantar oleh kakek. Lalu mengikuti pelajaran dengan tenang. Hingga suatu hal yang akan menjadi pengalaman tak terlupakan mendadak terjadi.
Jam pelajaran ke lima, setelah istirahat, Lunna merasa aneh. Keringat dingin bercucuran, jantung bergemuruh, dan kulitnya terasa panas. Takut ada sesuatu ia pun ijin keluar. Namun baru beberapa langkah setelah menjauhi lorong kelas, ia seperti melihat sesuatu di sekelilingnya.
Sesuatu seperti kaca lentur yang bergerak mendekat dan menjauh tidak menentu. Tentu saja Lunna kebingungan. Apakah ia sudah gila sampai bisa melihat benda tak masuk akal itu?
Benda itu seperti menabraknya. Tapi hilang saat menyentuh kulit. Lunna kalut. Semakin panik. Kemudian dari lorong di depan terdengar suara orang berlari. Lunna berjalan mundur perlahan.
Terlihat dua orang siswa jalan terburu-buru ke arahnya. Tenang, jangan panik, katanya dalam hati. Akan tetapi Lunna kurang awas ke sekitar sehingga menginjak pensil dan terjatuh. Ia mengaduh karena kaget dan kesakitan.
Bersamaan dengan jeritannya, kaca lentur itu bergerak semakin cepat. Maju dan mundur dengan ketebalan yang semakin bertambah.
"Benda apa itu?" bisiknya dengan suara serak. Khawatir kalau orang lain melihatnya dan berpikir yang tidak-tidak.
Kaca lentur itu tidak hilang, benda itu menutup seluruh lorong. Dua orang siswa itu seperti tidak melihat ada penghalang di depan mereka. Dan tepat saat mereka menabraknya, kaca itu bergetar.
Dua anak laki-laki itu terpental dan menabrak jendela kaca besar di belakang mereka hingga pecah. Tubuh mereka berlumuran darah. Terdengar suara jeritan mengiris hati saat mereka jatuh dari lantai dua gedung sekolah.
Lunna membatu. Tidak bisa berpikir. Semuanya terasa semu seperti berada di dalam mimipi. Mimpi yang sangat buruk. Di mana ia menjadi seorang pembunuh temannya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Kgs Indra Rajasyah
Lanjutttt
2022-09-16
0
Sekapuk Berduri
like
2020-12-28
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
cinta pak bos hadir menyapa lagi kak😉
mampir lagi yuk..
sehat dan semangat ya💪
2020-12-20
1