AKU AKAN MATIII!
Lunna berbalik kilat. Kakinya terperosok sepintas karena salju sangat tebal. Tapi ia segera kembali bangkit dan berlari. Ia mengeluarkan seluruh tenaganya. Berlari kesetanan menghindari bola es raksasa tersebut.
"Gila gila gilaan!!!!" Lunna menoleh sekilas. Bola itu semakin dekat saja.
Ia semakin panik. Keringat dingin mengalir deras di wajahnya. Jantungnya berpacu hebat. Adrenalin terasa jelas di sekujur kulit.
Gubrak
"AKHHHHH!"
Lunna tersandung batu taman yang tak terlihat karena tertutup salju. Kaki kanannya terkilir dan badannya menghantam tanah keras. Suara benturannya bahkan tidak main-main.
"Uhuk! Uhuk!"
Lunna terbatuk. Dadanya sesak. Mengesampingkan semua rasa sakit yang ada, ia menoleh. Menatap jeri ke belakang. Bola es itu datang. Dua meter lagi.
"DASAR KAU KURANG AJARR!!" teriak Lunna ngegas. Ia sampai terengah-engah.
Satu meter lagi...
"MENJAUHLAHHHHAAAHHKKKHHHHHHHH!!!"
Lunna berteriak menggelegar. Tangannya terkepal dan memukul tanah berlapis salju dengan kuat. Ia marah sekarang. Kemurkaan itu muncul ke permukaan bersamaan dengan kekuatannya.
Perisai di tubuh Lunna melebar. Lalu membentuk sebuah benteng tinggi dengan bentuk yang solid. Barier yang sekokoh baja.
BRAKKKK
Lunna menutup matanya dengan siku. Suara hantaman sekeras tabrakan mobil membuat telinganya berdenging ngilu.
Bola es itu menabrak telak perisainya. Hancur berkeping-keping bersamaan dengan getaran hebat di dinding pelindung itu. Kepingannya berhamburan. Terpental ke segala arah.
Barier itu tak cukup kuat. Setelah ditabrak, pelindung tak kasat mata itu runtuh seketika. Menghilang tanpa bekas.
"Aaaaaaaa!"
Lunna terseret angin beberapa meter ke belakang saat perisainya hancur. Ia baru berhenti berguling ketika punggungnya tertahan sebuah pohon. Ia meringis. Menahan sakit.
Keadaan pun kembali tenang. Badai salju juga sudah berakhir. Hanya sisa hujan rintik dengan buliran es tipis. Masih setia menimbuni tumbuhan tropis di sini.
Lunna menopang tubuhnya dengan kedua tangan agar bisa duduk. Ia menyandarkan diri ke batang pohon yang ada di belakangnya. Menghela napas panjang. Lega. Ia tak jadi mati hari ini.
"Luar biasa, keren sekali!"
Suara berat itu muncul dengan iringan tepuk tangan yang terdengar antusias. Lunna mendongak. Menemukan sosok kakeknya di sana. Beliau berjalan mendekat dengan teman setianya, sebuah tongkat khas milik lansia.
"Kamu bisa menggunakan kekuatan itu di waktu yang tepat," puji kakek lagi.
Lunna terengah sebentar. Lalu bibirnya mengukir senyum manis. "Situasi yang membuat aku bisa mengeluarkannya, bagaimana jika tadi gagal? Kakek pasti akan mendatangi pemakaman salah satu cucu kakek, bukan?" kekehnya.
Kakek menggeleng. Terlihat kurang suka dengan celotehan Lunna. "Tidak ada yang tahu kapan kematian tiba, Lunna. Bisa saja malah kamu yang duluan menghaduri pemakaman kakek," balas kakek.
Skakmat. Lunna terdiam seribu bahasa. Tersadar bahwa leluconnya kelewatan. Tapi jikalau dilihat dari keadaan tadi, ia memang beresiko merenggang nyawa. Jadi ia tidak benar-benar salah, bukan?
"Kakek, kenapa kakek lakukan ini? Kakek bilang aku hanya perlu duduk seharian di sini," heran Lunna. Ia meluruskan kakinya. Pegal.
Kakek memegang tongkat dengan kedua tangan. Meletakkan benda setinggi satu meter itu di tengah-tengah kakinya.
"Kamu tidak menunjukkan reaksi apapun jika begitu, karena itulah kakek memberi sedikit pemicu," jawab kakek. Terlihat tenang.
Lunna mendengus samar. Sangat samar. "Tapi kakek tahu bukan, itu sangat berbahaya?"
Kakek mengangguk. Tahu betul kalau cucunya tersinggung dengan pelatihan ini. "Kakek sudah mempertimbangkan semua dampaknya. Jika kamu tidak berhasil, maka kakek sendiri yang akan pasang badan melindungimu."
"Bagaimana jika kakek terlambat? Posisi kakek jauh dariku," potong Lunna, ia berdiri. Berhadapan dengan kakeknya. "Aku akan mati, bukan?"
"Lunna!" Suara kakek meninggi. Lunna terperanjat. Ia mengedip dua kali. Jarang sekali ia dibentak oleh kakeknya.
"Jangan bicara lagi... Sudah, keluarlah dari sini, nanti kakek akan menyusul."
Tanpa menjawab, Lunna berjalan keluar. Tidak mau berlama-lama di tempat dingin. Mungkin kakek akan membereskan semua kekacauan di taman milik nenek ini.
Badai salju tadi memporak-porandakan semua tatanan. Apa nenek tidak akan marah? Ahh, entahlah. Kakek kadang nekatnya kelewatan. Ia bahkan sampai bertanya-tanya, apa ia masih dianggap cucu?
Begitu masuk ke rumah, udara hangat yang menyambut terasa sangat nyaman. Tiba-tiba ada suara langkah kaki yang terdengar dari lantai atas. Suaranya pelan, sangat halus dan perlahan. Tapi gendang telinga Lunna masih bisa menangkap suara itu.
Lunna berjalan mendekati tangga. Mendongak. Melihat ada siapa di sana. Sepi. Lorong kamar terlihat sunyi. Tapi tidak tahu kalau kamar-kamarnya. Apa mungkin ada orang? Nenek? Atau pelayan yang sedang bersih-bersih?
Jujur saja, ia agak merinding saat ini. Pertama, ia kadang parno karena keseringan menonton film horor. Kedua, ini rumah tua, siapa yang tau ada makhluk penunggunya atau tidak. Dan ketiga, rumah ini besar, sepi dan bergaya klasik kuno. Yang menambah kesan seram di atmosfernya.
Di tengah asumsi buruk yang merajalela, mendadak ada yang menyentuh pundak Lunna. Lunna menjerit sambil melonjak. Kaget setengah mati.
"Lunna, ada apa?"
Lunna menoleh. Mendapati nenek yang memasang wajah heran. Beliau tidak terlihat merasa bersalah sama sekali.
"Nenek membuatku terkejut." Lunna berseru ketus sambil mengatut nafas untuk menenangkan jantungku yang baru saja melakukan senam dadakan.
"Benarkah? Apa yang kamu lakukan di sini? Kamu dingin sekali, pakaianmu juga basah. Pergi ganti baju sana," nenek menyentuh rambut cucunya yang meneteskan air.
"Baiklah, aku ke kamar dulu."
...*****...
Sore hari setelah membersihkan badan, Lunna hanya menghabiskan waktu untuk membaca novel di ruang tengah. Kakek masih berada di dalam taman tadi. Sedangkan nenek ada di dapur. Tadi ia sudah menawarkan untuk membantu nenek menyiapkan makan malam. Tapi nenek menolaknya dan menyuruhnya untuk istirahat saja.
"Akhirnya selesai juga."
Kakek tiba-tiba muncul. Beliau duduk bersandar di sofa. Terlihat sangat nyaman. Mungkin kelelahan karena membersihkan taman seorang diri membuat kakek dengan cepat memejamkan matanya.
Lunna menoleh sebentar. Lalu kembali fokus ke buku. Ia merasa sedikit bersalah karena perdebatan tadi. Bagaimanapun juga ia seharusnya tidak boleh berkata tak sopan pada kakeknya. Tak disangka, karena emosi sesaat ia bahkan sampai berani menjawab dengan nada menantang.
"Huh..." Lunna menghela napas kasar.
"Apa yang kau baca, nak?" kakek mendadak membuka suara.
Lunna menoleh kaget. Mendapati kakeknya sudah terjaga dan sedang melihat ke arahnya. "Hanya novel remaja biasa, kek."
Kakek mengangguk-angguk. Lalu kemudian mengalihkan pandangan lurus ke depan.
"Kek? Aku minta maaf...soal kejadian tadi. Aku tidak bermaksud menyinggung perasaan kakek, maaf karena terbawa emosi," sesal Lunna.
Kakek tersenyum. Mengelus puncak kepala cucunya. "Tidak apa-apa, kakek yang salah. Kakek mengambil resiko besar dalam pelatihan pertamamu. Maafkan kakek juga."
Lunna tersenyum lega. Lalu mengangguk antusias. Tak berselang lama kakek berdiri. Pergi menaiki tangga. Mungkin ia ingin ke kamar.
Lunna menutup buku. Melihat perisainya yang maju mundur. Ia benar-benar belum bisa mengendalikannya. Ia harus berlatih lebih keras. Itu tekadnya di dalam hati.
Bel pintu tiba-tiba berbunyi. Nenek meneriaki Lunna untuk membukakan pintu. Gadis beriris cokelat cerah itu pun berjalan ke pintu depan. Saat terbuka terlihat jelas seorang remaja perempuan seusianya yang tersenyum lebar. Ia membawa buah tangan. Sebuah parsel buah.
Siapa lagi kalau bukan Kira, sahabatnya satu-satunya yang begitu peduli. Sedangkan yang lain hanya teman biasa yang datang saat butuh. Yang mengucapkan apapun karena formalitas. Dan pergi ketika ia terpuruk.
Tapi Lunna tidak mempedulikannya. Yang terpenting mereka tidak bersikap buruk atau main kekerasan, entah itu verbal atau fisik. Karena jika itu terjadi, ia tak segan-segan membalas.
"Permisi!!! Ada orang tidak ya??" Kira berteriak sambil menggerakkan tangannya di depan wajah Lunna. Temannya itu melamun. Mengabaikan dirinya yang sedari tadi berdiri menunggu.
"Eh-ada kok. Maaf, maaf, ayo masuk," ajak Lunna.
Lunna mempersilahkan Kira masuk. Dan anak itu sudah pergi ke dapur menemui nenek. Mau menyapa dan bersalaman. Kira memang sudah akrab dengan kakek dan nenek Lunna. Makanya gadis itu juga tidak canggung kalau di sini.
Lunna kembali duduk di sofa. Tak lama kemudian nenek datang membawa minum dan cemilan yang dibantu oleh Kira.
"Dasar cucu tak tahu diri. Neneknya sibuk dia malah enak-enakan duduk di sofa," sindir Kira sambil menata makanan di meja.
"Nenek kan yang memaksa untuk tidak usah dibantu dan menyuruhku untuk istirahat. Jadi, ini bukan salahku dong," Lunna mengelak.
"Aah, sudahlah. Jangan diributkan. Nenek mau minum teh dulu," setelah kalimatnya selesai nenek pergi.
"Hey! Bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?"
"Ya, aku sudah sangat sehat sekarang."
"Baguslah. Karena pekan depan kita akan mengikuti kegiatan kemah! Yeayyyyy!" Kira terlihat girang.
"Wah, pasti seru! Tunggu dulu- mengapa kita ikut kemah? Udah H-7 ujian akhir semester lagi. Apa tidak lebih baik digunakan untuk belajar, ya?" Lunna memiringkan kepala ke arah Kira.
"Ya ikutlah..tahun kemarin kan kita study tour, masa ga kemah. Dan masalah waktunya, ya... mana aku tahu, aku kan bukan panitia penyelenggaranya. Sudahlah anggap saja refresing sebelum memeras otak," Kira menjawab santai.
Lunna menghempaskan punggung ke sofa. Apa ia tidak akan buat kerusuhan. Sambil mendengus ia melanjutkan membaca buku. Kira spontan menarik buku tebal yang ia baca, menutupnya dan meletakkannya dengan kasar di meja.
"Jangan menghabiskan waktu dengan membaca buku saat sahabatmu datang berkunjung. Aku tidak mau jadi nyamuk," perintahnya dengan kesal.
"Aahh, baiklah. Nonton film saja yuk!" ajak Lunna untuk memulihkan suasana.
"Setuju. Drama Korea ya!" pintanya dengan mata berbinar.
Lunna memutar bola matanya. Kebiasaan.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
🌻Ruby Kejora
5like dulu...nanti q sambung lagi.
like blk karyaku ya
cinta rasa covid -19
the Thunder's love
2021-02-05
1
Alisya Putri
ceritanya bagus 👍
salam sukses selalu buat thornya dari a world full of zombies 💚😘
2020-12-18
1
Desrayanii
Haii akak aku mampir kembali... maafkeun yang terlambat hadir, 5 Like sudah mendarat buatmu 💕💕
Salam "Kasih Yang Tertunda & Detektif Cinta Anti Cinta"
2020-12-17
1