"Lunna?!" teriak Kira panik.
Kira buru-buru menghampiri Lunna yang masih duduk tak bergeming di lantai. Wajah gadis itu pucat, matanya juga berkaca-kaca.
"Lunna?" panggil Kira pelan.
"Ya Tuhan! Ada apa ini!" seorang guru dari kelas terdekat langsung syok melihat kaca sekolah yang hancur.
"Pak, ada kecelakaan!"
"Astaga, bagaimana bisa terjadi?"
"Lunna, tadi ada apa?"
Sederet pertanyaan panik terlontar dari para siswa yang berkerumun di sana. Lunna membisu. Ia tak tahu harus menjawab apa.
"Kalian kembalilah ke kelas! Biar bapak yang urus!" tegas guru itu.
Para siswa yang tadinya penasaran terkait kejadian ini bersorak mengeluh. Tapi kemudian mereka dengan tertib kembali ke kelas. Guru itu pun mendekati Lunna yang masih syok.
"Nak, apa kau terluka?" tanya pak guru.
Lunna menggeleng lemah. Nyaris menangis. Kira memeluk sahabatnya erat. Mencoba menenangkan.
"Aksara, bawa temanmu ke UKS," titah pak guru tergesa-gesa.
Kira cengo sesaat. Baru ketika pak guru berdiri hendak pergi ia tersadar. "Pak, nama saya Arkiera, bukan aksara!" revisinya.
"Masa sih, tapi bagusan aksara tau, ya sudahlah bawa aja cepet temanmu. Dia bisa pingsan kalo kelamaan di sini," kata pak guru. Beliau kemudian pergi. Sedikit berlari biar lebih cepat. Hendak meminta bantuan.
"Dikira aku laki apa yaa, aksara apaan coba. Aksara Jawa? Apa aksara Cina?" dumel Kira sebal.
Ia merangkul tubuh Lunna yang masih bergetar. Kulit gadis bersurai coklat ini terasa dingin. Mereka berjalan pelan dan masuk ke ruangan penuh obat itu.
"Permisi, boleh minta bantuannya?" pinta Kira kepada seorang perawat muda.
"Ya ampun, mari sini!" Perawat itu segera mendekat dan membantu Lunna untuk duduk di ranjang.
"Ada yang terluka?" tanyanya. Lunna menggeleng.
"Kalo begitu biar kubuatkan teh hangat, kau temani dia di sini dulu ya nak," kata perawat itu kepada Kira. Kira mengangguk.
Lunna terdiam. Pikirannya melayang ke sana ke mari. Ternyata orang-orang tidak melihat kaca lentur aneh yang tadi ada di sekelilingnya. Kaca yang mengecil setelah kecelakaan tadi. Itu berarti hanya ia yang bisa melihatnya.
Rasanya aneh sekali, seperti berada di dalam tabung transparan. Apa artinya semua ini? Apa yang terjadi? Ada apa?
"Kau bawa ponsel, Kira?" tanya Lunna.
"Iya, ini...."
Lunna pun menghubungi kakek. Dan ia ingin cepat pulang. Hari ini ia benar-benar dibuat syok dan stres. Setelah pembicaraan singkat tanpa penjelasan kronologis yang jelas, ia pun mengembalikan ponsel Kira. Tak lupa mengucapkan terima kasih.
Dua siswa tadi ternyata murid kelas 11 4 yang buru-buru hendak masuk kelas karena bel sudah berbunyi. Mereka langsung dibawa ke rumah sakit terdekat.
Belum ada kabar tentang kondisi mereka. Lunna sungguh merasa bersalah. Tapi kecelakaan tadi sungguh di luar kendalinya. Ia tak bermaksud untuk melukai. Tapi bagaimana jika ada yang tau? Ia tidak mau masuk penjara! Rasanya ia ingin sekali menangis.
Jika benar ini kekuatannya, di hari pertama saja sudah melukai orang, apalagi nanti jika ia tidak bisa mengendalikannya. Siapa pun yang ada di dekatnya akan terluka. Ia benar-benar menangis kali ini.
"Lunna, tidak apa-apa. Menangislah jika itu membuat mu tenang. Menyedihkan memang. Tapi itu sudah terjadi, semoga saja mereka selamat. Jika tadi aku yang melihatnya, pasti aku langsung pingsan," ujar Kira menegangkan.
Kira tau kalau Lunna takut darah. Tapi untuk kali ini, bukan darah yang Lunna takutkan. Tapi dirinya sendiri.
...*****...
Lunna sudah di rumah. Menangis di dalam kamar. Sendirian. Setiap satu jam sekali nenek datang menanyakan kondisinya. Tapi ia sudah berkali-kali bilang kalau dirinya baik-baik saja.
Sebenarnya Lunna sedikit kesal dengan perilaku nenek, tapi ia juga tidak tega untuk melarangnya. Jadi ia membiarkan pintu tidak dikunci.
Lunna duduk di lantai bersandar tempat tidur. Rasa takut menyelimutinya. Bayang-bayang darah menghantuinya. Dan karena lelah akhirnya ia tertidur.
Lunna terbangun di atas tempat tidur. Kemungkinan besar ada yang memindahkannya. Tapi entah siapa. Kakek tidak mungkin. Beliau sudah renta dan gampang encok. Mungkin nenek menyuruh beberapa pelayan untuk mengangkat tubuhnya pindah ke kasur.
Setelah membersihkan diri Lunna turun ke lantai bawah. Ia melihat jam dinding besar di tengah ruangan menunjukkan pukul tujuh pagi. Di ruang makan ada kakek yang sedang membuka tabletnya.
Lunna sudah tau kalau kakeknya punya kebiasaan yang berbeda dengan orang lansia umumnya yang membaca koran setiap pagi. Beliau lebih suka bermain teknologi.
"Lunna, Kamu sudah bangun. Ayo sarapan, tadi nenek sudah berencana membangunkanmu. Ternyata malah sudah mandi juga," nenek yang baru muncul menyapa.
"Kakek tidak sadar Kamu ada di sini," kakek meletakan tabletnya lalu meminum teh.
Mereka sudah siap dengan piring masing-masing. Lunna tidak terlalu lapar, jadi ia hanya mengambil isi porsi setengah piring.
Mereka makan dengan tenang. Hanya terdengar bunyi jam yang berdentang. Sebenarnya rumah ini dulu sangat ramai. Tapi karena sekarang hanya ditinggali kakek dan nenek rumah ditambah Lunna, rumah ini jadi sepi. Terlalu besar untuk dua orang yang sudah tua dan seorang cucu yang tinggal sementara.
"Kek, bolehkah aku tanya sesuatu?" Lunna bertanya setelah makanannya habis.
"Tentu saja boleh."
"Ini soal kemarin..."
"Ada apa?" kakek menatap wajah cucunya serius.
"Emm... Sebenarnya kecelakaan itu bukan karena tanpa sebab. Tapi karena mereka menabrak dinding kaca yang pada saat itu ada di sekelilingku."
Wajah kakek terlihat kaget. "Apa orang lain bisa melihatnya? Dan apa yang Kamu rasakan?"
"Ku rasa orang lain tidak bisa lihat. Tapi aku juga tidak merasakan hal lain kecuali ketakutan," Lunna menjawab jujur.
"Itu artinya kemungkinan besar kekuatanmu adalah perisai. Kalau punya Kakek perisainya dari es," nenek bergabung dalam percakapan.
"Jika Kamu belum bisa mengendalikannya itu bahaya. Tapi tenang saja, Kakek akan membimbingmu."
"Sekarang apakah perisai itu muncul? Karena kami tidak bisa melihatnya," tanya nenek.
"Ada, Kakek bisa merasakannya saat es mendekat ke kulitmu dan terhalang sesuatu. Benda itu melindungimu selalu dan berada tepat di atas kulitmu."
Lunna tertegun. Cukup terpana akan fakta baru tersebut. Bukankah itu keren? Gabungan antara kuat dan berbahaya. Tapi sebelum ia bisa mengendalikannya, ia harus mengurangi aktivitas yang melibatkan banyak orang. Itu akan mengurangi risiko adanya yang terluka karena dirinya
"Ini hari libur, apa kamu mau pergi jalan-jalan?" nenek menawari Lunna.
"Tidak, Lunna mau membaca buku di kamar. Lunna pergi dulu ya," Lunna berdiri sambil mendorong kursi ke belakang.
Saat hendak menaiki tangga, kakek memanggilnya. Membuat Lunna terhenti dan menoleh.
"Lunna! Kakek punya banyak buku di perpustakaan. Di samping kamar kakek. Bersenang-senanglah, karena ada yang ajaib," kakek tersenyum misterius.
Mata Lunna sedikit melebar. Tertarik. Ia lalu mempertimbangkannya. Mungkin memang lebih seru di perpustakaan dari pada di kamar. Apa lagi dengan kata ajaib yang kakek ucapkan membuatnya penasaran.
...*****...
Pintu perpustakaannya terbuat dari kayu tua berwarna coklat gelap. Dihiasi ukiran-ukiran indah. Ukurannya cukup besar. Saat pintu terbuka, di dalam ruangannya gelap.
Lunna meraba sekitar dinding didekat pintu, ada sebuah tombol. Begitu ditekan ruangan ini langsung terang. Indah sekali, dengan ribuan buku yang tersusun rapi hingga langit-langitnya. Menakjubkan.
Ruangan ini berukuran besar dengan sofa hijau melingkar di tengahnya. Yang bahkan membuat semua orang tergiur untuk duduk dan merebahkan diri di sana. Pas sekali untuk menghilangkan penat.
Lunna berkeliling. Mencari buku untuk di baca. Ia mulai dari kumpulan ensklopedia. Sambil duduk di sofa, ia membaca bukunya sampai setegah jam. Bosan dengan bacaan yang berat, ia berkeliling mencari buku lainnya.
Ada sesuatu yang mencuri perhatian. Judulnya cukup unik dan aneh, 'Legenda Keluarga Istimewa'. Saat tersentuh... bukunya tiba-tiba bercahaya. Meluar dari sela-sela buku dan merambat ke seluruh buku yang ada di sini.
Cahayanya semakin terang, Lunna menutup matanya. Silau. Saat ia mengintip dari sela jari, cahayanya sudah hilang. Tapi ruangan ini berubah.
Dari semula perpustakaan biasa menjadi... Entahlah, mungkin bisa laboratorium, perpustakaan, atau aula rapat yang terlihat lumayan kuno.
Sofa hijau di tengah tadi berubah menjadi kursi kayu tua. Buku-buku di sini hilang sebagian manjadi barang-barang yang menurutnya sangat aneh- karena ia tidak pernah melihat sebelumnya.
Langit langit ruangan yang tadi berwarna putih menjadi hijau toska. Jika tadi seluruh dinding tertutup buku, sekarang dindingnya terlihat berwarna krem.
Lunna bingung mau baca dari yang mana, jadi ia hanya melihat judul-judulnya sekilas. Beberapa buku malah menggunakan bahasa asing. Hingga ia menjatuhkan pilihannya ke buku yang berjudul 'The Legend of Orion' untuk dibaca.
Kisahnya sama persis dengan apa yang diceritakan kakek. Tapi yang kakek ceritakan hanya sebagian.
Di sini Lunna membaca sejarah tentang dunia sihir itu. Dunia yang memiliki julukan Hermosoworld. Yang memiliki arti dunia menakjubkan penuh keindahan. Ada banyak kerajaan. Tersebar di seluruh penjuru dunia. Ratusan bahkan mungkin ribuan.
Tapi diantara sekian banyaknya kerajaan, ada empat kerajaan yang paling besar. Yaitu; Layvia Kingdom, Rezensklavia Kingdom, Treqavia Kingdom, dan Hametrivia Kingdom.
Namanya asing semua. Semua kerajaannya juga sudah lama berdiri. Apa sampai sekarang kerajaan itu masih ada?
Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Lunna berdiri, meletakkan buku di meja dan membuka pintu. Terlihat kakek berdiri dengan senyuman hangat di wajahnya.
Kakek masuk ke perpustakaan dengan perlahan. Lunna mengikutinya, saat ia lihat sekeliling, ruangan ini sudah berubah kembali ke semula.
Lunna terperanjat. Nyaris memekik, tapi ia segera membekap mulutnya sendiri. Kakek kemudian duduk di sofa hijau. Ia mengambil buku yang tadi Lunna baca. Melihat sekilas lalu meletakkannya kembali.
"Mengagumkan. Kamu menemukan tempat ini lebih cepat dari pada perkiraan kakek. Tempat ini memiliki kemampuan untuk mendekteksi kekuatan dan mengijinkannya membuka kunci."
Lunna memperhatikan kakek. Menggangguk kecil tanda mengerti.
"Kakek, kapan aku akan berlatih. Besok sudah masuk ke sekolah."
"Baiklah. Sekarang kita mulai berlatih di taman pribadi nenek. Tapi hati-hati, kalau kamu merusak tanamannya, nenek akan marah," kakek tertawa.
Lunna hanya membalasnya dengan senyuman. Baik, bersiaplah, semangat! Katanya dalam hati.
...*****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Pujo Prasetio
sudah hadir dan like kak 🤗🤗🤗
2020-12-25
1
Mitsuka_chan
hai mi chan disini
like and vote :)) bacanya nyicil yaaa
2020-12-23
1
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
selalu hadir kembali😉
2020-12-20
1