CHAPTER 2 : Kepergian dan Kematian

...CHAPTER 2...

"Kita sudah menyaksikan sepasang kekasih yang selama ini bergelut bersama di dunia sains mengikat janji suci sebuah pernikahan..."

Garnayse memandangi layar televisi yang tipis dan lebar itu memperlihatkan sebuah tayangan pernikahan Jamie. Di sana Jamie tersenyum bahagia bersama Irena yang berdiri di sisinya. Mereka melambaikan tangan di depan gedung pertemuan yang terletak di dekat alun-alun kota dan membiarkan seluruh masyarakat Sentral City ikut merasakan kebahagiaan mereka. Garnayse tersenyum miris. Dia kembali mengingat kejadian semalam. Kejadian yang menyedihkan sekaligus mengecewakan. Jamie berpihak kepada seseorang yang menurut Garnayse bukanlah wanita baik dan pantas untuk dirinya. Irene bukanlah tipe wanita seperti itu. Dia licik dan penuh akan ambisi tentang sesuatu yang Jamie miliki, tapi Garnayse tidak pernah mengetahuinya.

Kedua mata Garnayse sembab akibat tangisannya yang tak berhenti selama hampir separuh malam. Kini pun hari sudah siang, tetapi Garnayse masih tergeletak sedih di kasurnya sambil menonton penayangan acara pernikahan kakak kandungnya sendiri. Hatinya sakit dan hancur sama seperti sebelumnya. Garnayse melewatkan segala aktivitasnya setiap pagi hingga sore dan memilih untuk diam di dalam kamar. Garnayse menangis di belakang dan menahannya di depan banyak orang. Seperti itulah dia.

"... namun, kami tidak melihat keberadaan sang adik dari ilmuwan jenius kita yang satu ini. Apa dia tidak hadir dalam acara?"

Suara reporter kembali mengucapkan hal-hal tidak penting yang membuat Garnayse menghela napas panjang. Garnayse berpikir bahwa status dirinya dilupakan oleh masyarakat di Sentral City, tapi nyatanya tidak.

Dan Garnayse tidak peduli kalaupun dia masih di ingat atau tidak.

Kamera menyorot langsung ke wajah Jamie yang tersenyum lebar penuh wibawa seperti biasanya. Garnayse memandangi wajah itu. Wajah yang mirip seperti ayahnya di masa muda.

"Tahan!" Kata Garnayse pelan dan tayangan berhenti begitu saja di saat kamera menyorot wajah Jamie yang tersenyum tanpa kehadiran wajah Irene.

Garnayse tersenyum lantas bangkit dari posisi duduknya, lalu memandangi wajah tampan milik Jamie yang sangat ia rindukan. Sebenarnya semalam Garnayse ingin memeluk Jamie, namun begitu tahu alasan kedatangannya, maka Garnayse kesal dan membuang keinginan itu jauh-jauh.

Garnayse menelan salivanya dengan susah payah. Mendadak tenggorokannya terasa kering kerontang. Kedua matanya memerah dan memanas. Air hangat mengalir perlahan melewati pipinya. Rasa sesak itu datang lagi. "Tangkap gambar dan cetak," ucap Garnayse dengan suara yang bergetar hebat.

Dan gambar wajah Jamie dari layar televisi canggih itu tertangkap, kemudian dengan otomatis tercetak menjadi seperti sebuah foto.

Garnayse menuruni tempat tidur dan berjalan ke arah pencetak yang mengeluarkan foto wajah Jamie meskipun tercetak dalam ukuran kecil, namun Garnayse puas. Dia memiliki foto wajah sang kakak yang hanya mampu ia kenang sebatas benda mati, bukan secara langsung berdiri di hadapannya.

Garnayse kembali menangis. Gadis itu membungkam bibirnya erat-erat dan menahan agar isakan hebat tak kembali keluar lewat mulutnya. Garnayse bahkan beberapa kali menarik napas sesak untuk menahan isakan itu dan memeluk foto Jamie.

...~¤~...

Garnayse menggeser layar proyek transparan miliknya sembari membaca beberapa data dan menyesap secangkir kopi yang masih mengepul hangat. Tiga hari sudah berlalu sejak pernikahan Jamie. Garnayse sudah bisa menjalankan aktivitasnya di laboratorium miliknya sendiri yang berada di ruang bawah tanah tempat dia sibuk membuat beberapa penemuan untuk menghibur dirinya sendiri dengan kesibukan. Tak apa-apa Garnayse harus lembur karena bekerja menyelesaikan proyek buatannya meski hanya sebuah percobaan yang penting Garnayse bisa mengisi pikirannya dengan hal lain.

Garnayse memutar sebuah tombol bundar yang terdapat di sudut ruangan, lalu arus listrik mengalir pada mesin buatannya yang kali ini baru dalam proses percobaan pertama. Hanya mesin biasa yang mampu membuat pertahanan rumah lebih kuat lagi. Garnayse pandai sekali membuat sesuatu yang berhubungan dengan keamanan. Seperti pintu berkeamanan tinggi dan meretas rangkaian kode rumit yang ada pada sistem keamanan. Semua itu bisa dia lakukan dengan mudah.

Sampai akhirnya Garnayse terpaksa mematikan aliran arus listrik saat mendengar adanya pemberitahuan otomatis berita terbaru yang menggemparkan tayang di televisi miliknya.

"Tunjukkan padaku." Ujar Garnayse dan membiarkan televisi itu bekerja dengan sendirinya.

Televisi itu memperlihatkan sebuah tayangan berita menggemparkan. Bahkan mampu membuat Garnayse termangu dan meletakkan cangkirnya yang sempat ia genggam kembali. Garnayse berjalan pelan mendekati layar tipis televisi itu, lalu berdiri di hadapannya dengan kedua mata terbelalak lebar.

"Berita menggemparkan! Sosok ilmuwan yang kita kenal selama ini. Jamie Trainor. Meninggal dalam kondisi menyedihkan."

Bibir Garnayse bergetar hebat. Tangan kanannya refleks membungkam bibir itu erat dan membiarkan air mata kembali lolos membasahi pipinya. Terlebih lagi begitu melihat sorotan kamera ke arah banyaknya jejeran mobil keamanan dan ambulans di depan gedung tempat Jamie bekerja siang dan malam.

Garnayse segera berlari meninggalkan laboratoriumnya. Gadis itu menyambar mantel, lalu terburu-buru naik kendaraan menuju ke alun-alun tempat dimana gedung itu berada. Garnayse tak berhenti menahan tangis di sepanjang perjalanan sampai akhirnya ia tiba di tempat tujuan. Garnayse turun dari mobil yang ia parkirkan di sembarang tempat karena begitu banyak wartawan yang berbondong-bondong ingin menayangkan berita menggemparkan ini.

Garnayse berlari menerobos gerombolan itu tanpa peduli apa reaksi mereka saat ini. Mereka pasti tahu siapa Garnayse. Tetapi, Garnayse terus berlari menerobos sampai akhirnya berdiri di barisan paling depan yang tertahan oleh dua baris tubuh petugas keamanan bersenjata.

"Biarkan aku lewat!" Kata Garnayse kepada salah satu petugas yang berdiri di depannya.

Petugas itu terlihat terkejut melihat siapa yang datang. "Nona--"

"Biarkan aku melihat kakakku!" Jerit Garnayse dan tanpa aba-aba mendorong tubuh petugas itu sampai terhuyung dan menabrak petugas yang berdiri di belakangnya juga.

Garnayse berlari menuju ke pintu ganda kaca utama yang akan mengantarkannya ke lobi. Dan di sana petugas keamanan sedang berbincang-bincang. Menyelidiki apa yang terjadi pada Jamie. Sementara Garnayse terpaku melihat sosok kepala keamanan yang akrab dengan Jamie.

Danny Thorne.

Danny melihat keberadaan Garnayse yang terlihat begitu panik berlari ke arah lift. "Garnayse? Garnayse!" Danny berseru dan berlari mengusul Garnayse yang bahkan tidak mendengarkan panggilannya.

"Garnayse, apa yang kau lakukan?" Danny berucap setelah berhasil mencekal lengan Garnayse yang hendak melangkah masuk ke dalam lift.

"Lepaskan aku! Aku mau bertemu dengan Jamie." Desis Garnayse berlinang air mata.

Danny menghela napas. "Kau tidak bisa ke atas sana, Garnayse. Di sana opsir lain sedang menyelidiki kasus kematian kakakmu."

Garnayse mengernyit. "Apa kakakku dibunuh?"

Danny menganggukan kepalanya. "Kakakmu dibunuh. Kami menduga dia telah diberikan racun."

"Ini pasti ulah Irene! Wanita ****** berengsek itu telah membunuh kakakku!" Garnayse menyentak cekalan tangan Danny pada lengannya, kemudian dia segera memasuki lift menuju ke ruangan tempat Jamie berada.

Danny bergegas mencari lift lain untuk menyusul Garnayse.

Sementara Garnayse sudah berada di lantai yang seharusnya. Tempat laboratorium Jamie berada. Garnayse tak membuang-buang waktu lagi berlari secepat mungkin menuju laboratorium itu. Dari kejauhan dia bisa melihat laboratorium berpintu baja itu tertutup rapat. Kaca transparan menjadi dinding laboratorium itu sehingga Garnayse bisa melihat apa yang terjadi di dalam sana. Di depan pintu masuk baja terdapat dua orang penjaga bersenjata.

"Nona Garnayse?" Salah satu petugas bertanya.

"Biarkan aku masuk!" Perintah Garnayse dan mendorong petugas itu dengan sangat kasar, lalu menerobos pintu masuk laboratorium itu.

Orang pertama yang menjadi sasaran Garnayse adalah Irene yang saat ini sedang bersandiwara. Menangis tersedu-sedu melihat kematian suaminya yang baru sah selama tiga hari. Garnayse meradang. Gadis itu menggila dan nyaris menampar wajah Irene yang dibuat polos. Tapi sayangnya, tubuhnya di tahan oleh dua orang petugas keamanan.

"Lepaskan aku, bodoh!" Umpat Garnayse di sela-sela tangisnya yang tak berhenti. Tatapannya tertuju pada mayat Jamie yang hendak di pindahkan ke atas brangkar.

Dengan brutal Garnayse menendang kelamin dua petugas itu, lalu menghampiri tubuh kakaknya yang sudah tergeletak kaku. Garnayse mendorong petugas kesehatan yang memintanya agar menjauh, namun Garnayse tetap ingin melihat wajah kakaknya untuk yang terakhir kalinya.

"Jamie--kakak..." Garnayse tak sanggup menahan isakan tangisnya. Ia menangis tergugu di hadapan Jamie yang telah tiada. Wajah lelaki itu pucat dan tubuhnya masih berbalut jas laboratorium.

Garnayse menggenggam tangan dingin milik Jamie dan menempelkannya di pipi. Garnayse terpejam, berharap Jamie hidup dan mengusap pipinya dengan penuh kasih sayang. Tapi, Jamie sudah tak bernyawa dan fakta menohok itu membuat Garnayse semakin bersedih.

"Dia yang telah membunuh Jamie!" Irene berseru marah penuh kebencian dari belakang sana--membuat Garnayse segera berbalik menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"Apa yang kau katakan?!" Balas Garnayse sengit.

"Ya!" Irene menatap Garnayse dengan kedua matanya yang sembab dan memerah. Dia menunjuk wajah Garnayse penuh kebencian, "kau yang telah membunuh Jamie! Kau meracuninya! Aku tahu kau membencinya. Kalian tidak punya hubungan baik selama ini!" Tuduh Irene.

Napas Garnayse memburu. Refleks tangan kanannya menampar pipi Irene dengan sangat keras dan itu membuat Garnayse kembali ditahan. "TUTUP MULUTMU!" Bentak Garnayse sembari menangis, "AKU MENYAYANGI KAKAKKU LEBIH DARI SIAPA PUN DI DUNIA INI!" Garnayse menjerit keras, namun tak menghasilkan apa pun. Yang ada hanya cekalan di setiap lengan dan tubuhnya agar ia berhenti berontak.

Irene yang masih memegangi pipinya itu hanya mendengus. "Dasar munafik! Dialah pembunuhnya. Aku tahu benar hubungan mereka tidak pernah baik. Tahan dia!"

Garnayse melotot tajam dan belum sempat seorang petugas memakaikan borgol di pergelangan tangannya, Garnayse langsung menendang kelamin petugas itu, kemudian menggigit tangan-tangan yang memegangi lengannya. Garnayse berlari secepat yang ia bisa untuk pergi dari tempat itu.

Pergi dari kota itu dan memutuskan untuk menjauh. Dia tidak boleh menerima tuduhan yang dijatuhkan kepada dirinya. Garnayse yakin bahwa Irene yang telah melakukan kejahatan menjijikan itu. Dan untuk membuktikan itu semua Garnayse harus berjuang melarikan diri. Meninggalkan masa kecilnya dan masa lalu indah bersama orangtua dan terus berlari.

Garnayse tahu benar keamanan gedung itu. Dia bisa mengakali keamanan apa pun yang menguncinya dari luar. Maka dalam waktu singkat Garnayse berhasil melarikan diri meskipun sempat berpapasan dengan Danny.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!