Clara melamun, dia diam berpangku dagu sembari menatap kosong ke arah jendela. Pikirannya tengah berkelana memikirkan kakaknya yang menghilang entah kemana. Clara sebenarnya merasa ragu dengan tuduhan yang di layangkan oleh Eland kalau kakaknya adalah penyebab kematian Nona Lolia. Karena selama yang Clara tahu, kakaknya itu tidak pernah mempunyai kekasih. Hidup kakaknya hanya di habiskan untuk mencari uang demi membiayai sekolahnya. Jadi sedikit mustahil kalau kakaknya itu tiba-tiba menghamili seorang wanita, terlebih lagi itu adalah Nona Lolia yang jelas-jelas berasal dari keluarga kaya.
Ceklek
Clara tersentak saat pintu terbuka. Bulu kuduknya langsung berdiri begitu tatapan matanya bertabrakan dengan sepasang mata yang selalu memancarkan aura kebencian. Tubuhnya bergetar hebat.
Eland berdiri diam memperhatikan gadis ringkih yang sedang menunduk ketakutan di atas ranjang. Setelah pagi tadi dia menguping pembicaraan Bibi Yumna dan gadis ini, entah kenapa perasaan Eland menjadi tidak tenang. Dia merasa heran dengan Clara yang tidak memendam benci sedikit pun pada seseorang yang jelas-jelas telah merusak hidupnya. Bahkan sudah memperlakukannya dengan begitu buruk.
Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun Eland memutuskan untuk mendekat. Dia lalu mengulurkan tangan, memeriksa apakah gadis ini masih demam atau tidak.
Ya Tuhan, aku mohon tolong lembutkan hati Tuan Eland sedikit saja. Tolong lunakkan hatinya agar tidak menyiksaku dulu malam ini. Aku mohon Tuhan ....
Mata Clara terpejam dengan sangat erat saat tangan yang biasa menyiksanya itu tertempel di keningnya. Dadanya berdebar kencang, cemas memikirkan jenis penyiksaan apalagi yang akan dia terima malam ini.
"Kau sudah meminum obatnya?" tanya Eland kemudian duduk di tepi ranjang sambil menatap lekat gadis yang sedang memejamkan mata di sebelahnya.
Kelu, lidah Clara seakan kaku saat ingin menjawab pertanyaan pria psikopat ini. Dia gelisah, tidak tahu harus bagaimana.
"Aku sedang bertanya padamu. Apa kau tuli?"
Eland menjadi sedikit emosi saat pertanyaannya di abaikan. Tapi dia berusaha untuk tidak terpancing dulu, Eland ingat kalau gadis ini sedang tidak sehat.
"S-s-sudah, Tuan."
Akhirnya Clara berhasil menjawab pertanyaan Eland setelah bersusah payah mengumpulkan keberanian. Sayangnya dia masih belum berani untuk membuka mata, Clara sangat ketakutan sekarang.
"Kau menghabiskan bubur yang di siapkan oleh Bibi Yumna?"
Ini sebenarnya bukan pertanyaan, melainkan sebuah hukuman jika gadis ini sampai salah menjawab. Entah kenapa malam ini hati Eland sedikit melunak. Dia sedang tidak ingin bersikap kasar meski iblis di dalam pikirannya tak berhenti berbisik untuk kembali membuat gadis ini menjerit kesakitan.
"I-iya, Tuan."
"Enak?" tanya Eland lagi.
"I-iya, Tuan."
Singkat, hanya sepatah kata itulah yang berhasil keluar dari mulut mungil Clara.
"Karena kau sudah makan dan meminum obat, sekarang puaskan aku!"
"Ya..." beo Clara kemudian membuka mata.
Baru saja Clara ingin kembali memejamkan mata, dagunya sudah lebih dulu dicengkeram oleh Eland.
"Aku bilang puaskan aku sekarang!" ulang Eland penuh penekanan.
Clara tidak paham, dia hanya mengerjapkan mata karena bingung. Apa yang harus dia puaskan dan bagaimana caranya, Clara tak mengerti.
"Dasar bodoh, begini saja tidak tahu!" omel Eland kemudian mendorong tubuh Clara hingga jatuh telentang di atas kasur. "Buka kancing bajuku. Yang ini kau tidak mungkin tidak tahu kan?"
Dengan patuh Clara segera melakukan apa yang di perintahkan oleh Eland. Dia sedikit kesulitan saat ingin membukanya karena sebelah tangannya masih terpasang infus.
"Lakukan dengan benar!"
"I-iya, Tuan."
Satu persatu kancing kemeja Eland terbuka. Clara yang melihat hamparan dada bidang di hadapannya pun tak kuasa untuk tidak berpaling ke arah lain. Dia malu, sangat malu malah.
"Jangan sok suci. Aku tahu kau sebenarnya sangat menyukai tubuhku kan?"
Entah setan mana yang merasuki pikiran Eland saat ini. Tiba-tiba saja dia ingin menggoda Clara yang wajahnya memerah setelah kemejanya terbuka. Mungkin ini adalah kali pertama Eland tidak melakukan kekerasan pada gadis ini. Otaknya sedang dalam mode waras.
"Tatap aku."
"Y-ya?"
Clara gugup. Sambil memejamkan mata dia akhirnya menuruti apa kata Eland.
"Aku bilang tatap aku, Clara. Kau dengar aku tidak?" tegur Eland kembali terpancing emosi.
Kesal karena gadis ini tak kunjung membuka mata, Eland dengan kasar meraup bibir Clara. Sebelah tangannya langsung merambat menelusuri sekujur tubuhnya yang sedang gemetaran. Perbuatan Eland sempat hampir terhenti saat dia mendengar suara isak tangis Clara. Namun dia tak peduli. Eland tetap menyentuh Clara sepuas hati sampai dimana dia mendapat pelepasan yang sangat hebat.
"Ck, baru begini saja sudah menangis. Dasar cengeng!"
Eland beranjak dari atas tubuh ringkih itu setelah puas menyelesaikan hajatnya. Dia lalu menatap tajam kearah Clara yang masih terisak dengan mata tertutup. Ada perasaan sakit di hati Eland saat dia melihat air mata yang terus mengalir membasahi wajah gadis yang terlihat menyedihkan ini. Antara sadar dan tidak sadar, sebelah tangan Eland terjulur hendak mengusap wajah Clara. Akan tetapi, saat kulit tangannya hampir bersentuhan dengan kulit wajah Clara, tiba-tiba dia kembali terbayang kondisi kakaknya yang bersimbah darah. Sontak saja hal itu langsung memicu amarahnya Eland. Dia berdiri, kemudian dengan kasar meneriaki Clara yang masih terbaring dalam kondisi setengah t*lanjang.
"Mulai sekarang kau akan tinggal di kamar ini. Dan ya, aku masih menunggumu mengatakan dimana bajingan itu bersembunyi. Satu minggu, aku memberimu waktu satu minggu untuk bicara jujur. Kalau tidak, bersiaplah menerima siksaan yang jauh lebih kejam lagi dari apa yang pernah kau rasakan. Ah satu lagi, kalau dalam seminggu ini kakakmu masih belum menyerahkan diri padaku, aku akan menjualmu pada pria hidung belang. Aku akan meminta mereka menggilirmu sampai kakakmu datang dan bersujud di bawah kakiku. Ingat itu, satu minggu!" ancam Eland kemudian keluar dari kamar tersebut sambil menahan kemarahannya.
Tubuh Clara kaku. Harus kemana dia mencari keberadaan kakaknya kalau dia sendiri sedang terperangkap di dalam jurang kesengsaraan? Jika boleh memilih, Clara lebih memilih untuk mati sekarang juga daripada harus melayani pria-pria hidung belang jika dalam waktu seminggu ini kakaknya masih belum datang untuk menyerahkan diri. Sudah cukup pelecehan yang dilakukan oleh Eland selama dia di sekap, tidak dengan pria-pria di luaran sana. Clara tidak rela tubuhnya di jamah oleh orang lain selain Eland. Dia tidak rela.
"Hiksss... Ayah, Ibu, tolong aku. Tolong bantu aku memberitahu Tuan Eland kalau aku benar-benar tidak tahu dimana Kak Rian berada. Tolong bantu aku, aku takut."
Setelah merasa sedikit tenang, Clara mencoba untuk bangkit. Dengan tertatih dia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Sambil menggosok tubuhnya, Clara menangis tersedu-sedu saat teringat dengan ancaman Eland yang ingin menjualnya pada pria hidung belang. Clara tidak bisa membayangkan neraka seperti apa yang akan dia hadapi jika seandainya dia benar-benar di serahkan untuk menjadi pemuas ***** para binatang itu.
Mungkin karena kelelahan menangis, Clara akhirnya jatuh pingsan di dalam kamar mandi. Dia terjatuh di bawah guyuran air shower yang sedang menyirami tubuh kurusnya yang ternodai. Sangat miris, dan itulah yang selalu di alami oleh Clara selama di sekap oleh Eland di rumah yang sudah bagaikan neraka dunia di hidupnya.
*****
...💜 VOTE, LIKE, COMMENT, DAN RATE BINTANG LIMA YA GENGSS.....
...💜 IG: rifani_nini...
...💜 FB: Rifani...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Asih Ningsih
sabar ya clsra mudah2an setelah melewati ujian dpt kebahagiaanmi.
2022-09-18
0
Ani Smc
gk kebayang kalo q ada di posisi clara 😭😭😭
2022-06-22
0
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔STEVIE𝒜⃟ᴺᴮ
kasian clara Thor
2022-06-17
1