Hari ini adalah hari dimana beban mulai terasa berat dipundak wanita itu. Frista adalah anak pertama dari Merry, itu berarti Fristalah yang harus melindungi Ibunya. Frista harus membuat Ibunya bahagia, dan jika bisa Frista akan melunasi semua hutang-hutang keluarganya. Tapi lagi - lagi itu hal yang tidak mungkin, gajinya sendiri saja tidak cukup membayar cicilan jika harus mengambil hutang baru untuk menutup hutang yang lama. Hatinya berkecamuk, Fikiranya kacau. Entah harus bagaimana lagi, Bibi Namnam salah satu harapanya. Yah, semoga Bibi bisa membantu Ibu.
"Aaaaaaa..... Itu mustahil, bahkan kebutuhan Bibi Namnam sekarang makin bertambah banyak, Suaminya yang terkena stroke masih membutuhkan biaya untuk pengobatan. Dan Kak Robi baru saja kehilangan pekerjaan sehingga Bibi Namnam yang harus menghidupi menantu dan cucunya" .Ujar Frista dalam hatinya.
Frista mulai khawatir, Dia menggigit bibir bawahnya. Kedua tanganya masih meremas rambut hitamnya yang panjang. Hati Frista benar-benar hancur ketika bayangan wajah lembut malaikat tak bersayapnya menangis tadi siang.
"Semoga Allah segera menujukan Jalan terbaiknya. Aamiin."Frista membuang nafasnya teratur, dia berusaha melupakan kejadian ini sementara waktu hingga hatinya sedikit tenang.
Dia berjalan ke arah dapur dan memustuskan untuk membuat kopi hitam. Mungkin kopi adalah temanku sekarang. Karena dia tak mungkin menceritakan masalah ini kepada sahabatnya, Inara atau pun Nabila.
🌵🌵🌵🌵🌵🌵🌵🌵🌵🌵🌵🌵🌵
*Di Ruang tengah
" Fris...nanti ikan bandeng yang di kulkas tolong di goreng ya.. Ibu mau pergi dulu sekarang".Merry mendekati Frista yang sedang melipat baju di ruang tengah.
" Iya bu nanti Frista goreng.. ".Ibu mau kemana? "Frista menatap ibunya menyelidik.
"Ibu mau ke rumah Bibi Namnam Fris, Semoga Bibi mau membatu kita". Ucap Ibu penuh harap.
"Aamiin bu.... ".
"Hati-hati ya bu".Imbuh Frista.
"Iya.. Nanti habis ashar jemput Ibu di sana ya Fris". Merry meninggalkan Frista dan melangkah pergi . Kepalanya masih terasa pening, badanya juga lemas karena belum makan seharian ini. Namun Dia harus tetap berjalan menuju rumah kakaknya yang tidak terlalu jauh.
__________________________
*Di Rumah Bibi Namnam
"Kak.. Maaf kalau kedatanganku ini hanya menambah bebanmu saja." Merry mengenggam tangan kakaknya itu yang sudah keriput. Bibi Namnam adalah Kakak pertama Merry. Dan Merrry adalah adik perempuan ketiganya, sedangkan Budi adalah adik terakhirnya.
" Engga apa-apa kok Mer, tapi maafkan aku yang tidak bisa berbuat banyak untukmu. Aku akan mencoba membujuk mama untuk menjual saja rumahnya".
" Dijual kak?? Apa tidak ada solusi lain? Lagi pula siapa yang mau beli rumah tanpa sertifikat? "Merry tak menyangka mendengar itu dari kakaknya sendiri. Bagaimana mungkin rumah yang dtinggali Ibunya sendiri itu harus dijual? Batinya bergemuruh. Ada banyak perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya. Bimbang.
" Iya Merr.. Nanti Ibu biar tinggal sama aku, kau dan anak-anakmu bisa mencari rumah yang lebih murah dari itu ". Namnam mengusap lembut tangan adiknya, matanya memandang raut wajah sedih adiknya dengan hangat. Dia ingat di kala menjalankan Operasi Batu ginjal yang dideritanya beberapa tahun lalu, Merry lah yang menemaninya. Terjaga hampir 2bln di Rumah sakit. Iya, Namnam sangat menyayangi Merry.
"Tapi kak.. Bangunan rumah bagian belakang itu adalah milik Kak Heny".Ujar merry membalas tatapan kakaknya yang hangat itu.
" Iya nanti kalian bagi dua ". Siapa tahu dia juga membutuhkan uangnya untuk membelikan rumah anaknya, karena minggu kemarin Heny sempat menelfonku dan dia bercerita tentang rencananya itu". Namnam mencoba meyakinkan adiknya. Bahwa semua akan baik-baik saja.
"Jujur... Aku ngga tega kak untuk minta izin ke mama untuk menjual rumah itu". Ujar Merry.
"Nanti aku yang bicara sama mama, kamu tenang aja ya insyaallah semua akan baik-baik saja ".Namnam menimpali ucapan adiknya itu dan memeluknya.
"Minumlah, agar kamu merasa lebih tenang". Dia memberi secangkir teh hangat untuk Merry setelah melepaskan pelukanya.
Merry meminum tehnya hingga habis dan mengeluarkan Ponsel dari dalam sakunya.
[[ Frista 15 menit lagi jemput ibu ya, kunci motor om Budi ada di atas kulkas ~ my mom]]
[[ Iya bu siyap, Frista mandi dan sholat dulu ya ~ Frista]]
Usai mengirim pesan untuk Frista, Merry kembali berbincang dengan kakaknya. Namnam menceritakan begitu sakitnya dicampakan oleh anak laki-lakinya. Padahal Dia yang membantu mengurus keperluan istri dan anaknya Roni. Roni adalah anak pertama dari Bibi Namnam, kakak sepupu Frista. Namun Roni masih saja suka berkata kasar pada Namnam. Tak hanya itu Roni juga sering kali meminta uang secara paksa padanya. Sementara Merry hanya mengingatkan kakaknya saja untuk tidak selalu memanjakan Roni.
"Bagaimanapun dia sudah berumah tangga kak.. Biarlah dia belajar mengurusi keluarganya, menghidupi anak istrinya ".Merry merasa kesal sama tingkah laku keponakanya itu.
"Iya merr... Mungkin dari dulu aku selalu memanjakanya. Aku ngga tega Merr.. ". Suaranya mulai tercekat, Dadanya terasa sesak hingga air mata Bibi Namnam tidak bisa dibendung lagi. Dia menumpahkan semua sakit hati yang dialaminya pada Merry. Rasa sakit yang jauh lebih menyakitkan dibanding melahirkan anak-anaknya, Yaitu saat anak yang dilahirkanya dengan susah payah berani membentak dan berkata kasar padanya.
" Maaf ya Merr, malah jadi aku yang curhat". Namnam mengusap lembut pipinya, mencoba menghapus air mata yang masih menggenang dipelupuk matanya. Takut jika suaminya datang dan melihatnya menangis.
Merry bisa merasakan rasa sakit itu dan kembali memeluk kakaknya.
"Santai kak, ada kalanya kita berbicara untuk mencari rasa lega bukan untuk sekedar mencari solusi".Pungkas Merry.
Tak lama setelah itu Frista sudah ada di depan rumah Nannam. Rumah bewarna kuning keemasan yang mempunyai desain mewah dengan aksen batuan alam di dindingnya. Membuat bangunan itu terlihat menawan. Frista duduk diatas motor sembari memainkan ponselnya. Lama juga dia tidak membuka Facebook. Frista menelusuri setiap postingan yang ada di berandanya satu per satu. " Alhamdulillah sah". Unggahan itu memperlihatkan sepasang pengantin yang baru saja selesai Ijab Qobul. " Fina? "Frista memandangnya tak percaya. Gaun kebaya berwarna hitam bercorak emas itu membuatnya lebih cantik. Auranya keluar, Wajah Fina semakin bercahaya tatkala memakai riasan pengantin tradisi jawa dengan sanggul dan beberapa aksen hiasan bewarna emas di atas sanggulnya.
" Ah iya ini Fina.. ". Gumamnya. Kemudian jarinya mengetik beberapa untaian doa dan harapan kepada pengantin baru itu. Send, Semoga Fina membacanya.
Kemudian Frista kembali mengusap ponselnya , meneruskan perjalanan diberanda Facebook miliknya . Mencari kabar beberapa teman-temanya yang lain lewat dunia maya itu. Jarinya telunjuk Frista menekan kolom pencarian . Menulis sebuah nama yang tidak asing lagi . Sebuah nama yang sudah menetap lama di hatinya.
"Abrosa"
Abdullah Roy Saputra.
Frista senyum-senyum sendiri melihat Foto Profil milik Abrosa. Senyum itu adalah senyum yang sama seperti beberapa tahun yang lalu. Wajah tampan yang berkharisma itu tersenyum kearah kamera. Kacamata hitam yang dikenakan menambah level ketampanan seorang Roy Saputra. " Keren !! " pekik Frista.
Frista terhipnotis seketika, getaran di dadanya kembali ada. Detak jantungnya pun mengiringi rasa bahagia di sana. Berdegup kencang dengan irama yang indah.
Sementara itu di dalam , Merry sedang berpamitan kepada Kakaknya. Tanganya memegang satu kantong kresek buah mangga pemberian kakaknya.
" Kak.. Aku pulang dulu ya, Frista sudah menunggu di depan". Merry berdiri dari duduknya dan mencium tangan Namnam.
"Iya.. Kamu hati-hati, besok gantian ya aku yang kesana. Aku akan mencoba membujuknya dan setelah dapat ijinya kita akan mencari pinjaman cepat dan menebus sertifikat itu.
"Aamiin ya allah, lebih baik di jual dari pada disita bank akan jauh lebih memalukan ". Merry melangkahkan kakinya keluar, memakai sandal jepit bewarna hijau itu dan menghampiri anaknya.
"Ayo nak kita pulang". Merry memeluk erat anak perempuanya itu dari belakang tepat diatas motor yang dia kendarai. Dia berjanji akan memberikan yang terbaik untuk Frista dan adiknya. Air mata Merry kembali menetes dan membekas hangat disinggung Frista. Dia bisa merasakan itu.
"Ah ibu.. Segitu beratkah bebanmu?? ". Gumam Frista sedih, suara bising kendaraan tidak akan membuat Merry mendengar ucapan Frista.
Ibu.. Seandainya kau tahu melihatmu menangis seperti ini membuat hatiku kembali terluka. Hatiku sakit bu.. Teiris perih mendengar isakanmu. Bahkan, luka yang dulu saat menyaksikan perpisahanmu dengan ayah itu masih menganga di hatiku.
Mungkin Uang bukanlah segalanya, Tapi segalanya membutuhkan uang. Seperti Cinta mungkin ia bukanlah segalanya, Tapi nyatanya cinta membuatmu bahagia.
Terkadang Allah mengujimu bukan karena ingin melihat seberapa kemampuanmu, Namun karena Allah begitu menyanyangimu.
🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂🍂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments