Ada selembar kertas di dalam amplop merah yang dipegang Dini. Ia segera membacanya dan begitu terkejut ketika mengetahui isi dari surat itu.
Bait-bait kata mesra tertulis rapi dan indah. Ternyata itu adalah sebuah surat cinta, ungkapan rasa dari hati yang terdalam seorang Anita kepada Andi. Dinipun merasa bersalah dan meminta maaf kepada Anita.
"Maaf ya, aku nggak tau kalau isinya kayak gini," ucap Dini penuh rasa bersalah.
"Nggak papa Din, emang caraku aja yang salah."
"Jadi kamu suka sama Andi?" tanya Dini sambil mengembalikan amplop milik Anita.
Anita tak menjawab, hanya tersenyum malu.
"Kenapa kamu masukin ke lokerku tadi?"
"Aku nggak tau kalau itu loker kamu, aku pikir itu loker Andi."
"Loker Andi ada dibawah lokerku, nomer 23."
"Jadi salah paham gini gara-gara salah loker, maaf ya Din."
"Aku juga minta maaf, udah buka isi surat kamu, kamu mau masukin ke loker Andi sekarang?"
"Enggak Din, nggak jadi."
"Loh kok gitu, kenapa?"
Belum sempat Anita menjawab, Andi sudah berada diantara mereka.
"Kalian ini kenapa sih?" tanya Andi bingung.
"Nggak papa kok," jawab Dini sambil menyenggol lengan Anita.
"Eh iya, nggak papa, cuma salah paham," ucap Anita gugup.
"Nggak lagi berantem kan?"
"Enggak, udah ayo ke kelas, udah mau bel," ajak Dini.
Dini, Andi dan Anitapun berjalan berdampingan menuju ke kelas.
"Eh, kamu mau kemana?" tanya Andi pada Anita.
"Ke kelas."
"Laahh, kelas kamu kan disana," ucap Andi sambil menunjuk kerah sebaliknya.
Merekapun tertawa bersama. Anita memang bukan teman satu kelas Dini dan Andi. Dini dan Andi berada di jurusan IPS, sedangkan Anita memilih jurusan IPA. Anita adalah anak dari kepala sekolah di SMA itu. Meski tak terlalu menonjol dalam bidang akademik, ia beberapa kali menjuarai perlombaan non akademik di sekolahnya. Selain itu, ia juga dikenal sebagai anak yang baik, cantik dan ramah kepada semua teman-temannya.
Di kelas.
"Din, kamu tadi beneran nggak berantem kan sama Anita?" tanya Andi yang masih penasaran.
Dini tak menjawab, ia hanya menempelkan jari telunjuk ke bibirnya sebagai isyarat agar Andi berhenti berbicara.
"Aku cuma khawatir Din," lanjut Andi.
"Andi Putra Prayoga," panggil Pak Dedi, guru matematika yang terkenal galak di sekolah.
"I.. iya Pak," jawab Andi terbata-bata.
"Ngapain kamu? udah pinter ya, udah nggak perlu belajar lagi?" tanya Pak Dedi dengan nada tinggi.
"Ini Pak, Dini ngajak ngobrol," jawab Andi berbohong.
Dini hanya mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Andi.
"Keluar kamu, Dini juga!"
"Andi bohong Pak, saya..."
"Keluar atau saya skors kalian dari mata pelajaran saya."
Dinipun terpaksa mengikuti Andi keluar. Tak lupa ia membawa buku dan peralatan tulisnya.
Di luar kelas, Dini tetap memperhatikan dan mencatat materi yang disampaikan Pak Dedi melalui jendela. Sedangkan Andi, tanpa rasa bersalah masih terus menanyakan hal yang sama kepada Dini. Dini ingin marah saat itu, tapi ia tahan, ia tak mau tertinggal materi dari Pak Dedi.
Begitulah Dini, ketika di kelas, mata dan pikirannya hanya tertuju pada materi yang disampaikan oleh gurunya.
Setelah bel berbunyi dan Pak Dedi keluar kelas, Dinipun memukul Andi dengan bukunya, mencubit lengannya hingga meninggalkan bekas merah kebiruan. Ya, Dini memang paling tidak suka jika ia diganggu ketika sedang fokus mendengarkan materi dari gurunya.
"Aduuhhh, iya iya aku minta maaf," ucap Andi memelas sambil menggosok-gosok lengan tangannya yang terasa sakit karena cubitan Dini.
Dini tak menjawab apapun, ia segera masuk ke kelas disusul Andi dibelakangnya.
"Kamu masih marah ya?" tanya Andi.
Dini tak menjawab, hanya memberikan lirikan tajam ke arah Andi. Andipun terdiam.
Jam 14.00 bel pulang sekolah berbunyi. Semua murid berhamburan keluar dari kelas masing-masing. Ada yang menuju tempat parkir, ada yang masih duduk di pinggir taman sekolah dan mereka yang menunggu angkutan umum segera berjajar rapi di depan gerbang sekolah.
"Din, kamu pulang duluan ya, aku ada rapat OSIS." ucap Andi pada Dini.
Dini hanya mengangguk.
Andipun hanya menghela napas panjang melihat Dini yang masih dingin padanya.
"Hati-hati ya Din."
Dini sama sekali tak menghiraukan Andi, ia berjalan meninggalkan Andi yang masih berdiri mematung di depan kelasnya.
Di perjalanan pulang, Dini dibuat kaget dengan seorang anak kecil yang tiba-tiba datang memberinya sebuah permen kapas bertulisan "Love" di bungkusnya.
"Ini tulisan tangan yang sengaja ditulis, tintanya pun masih basah," ucap Dini dalam hati.
Belum sempat Dini bertanya, anak kecil itu sudah menghilang dari pandangan Dini.
Dini masih membawa permen kapas itu dan berniat memberikannya pada anak kecil yang sering ia jumpai di dekat rumahnya.
"Dek, mau ini?" tanya Dini pada anak kecil berambut keriting.
Anak kecil itu hanya mengangguk dengan masih mengutak atik mainan di tangannya.
Dinipun melanjutkan langkahnya untuk pulang setelah memberikan permen kapasnya pada anak kecil itu.
Kini Dini tak hanya memikirkan tentang surat ancaman yang ia terima, tapi juga permen kapas yang tiba-tiba ia dapat dari anak kecil dengan tulisan "Love" di bungkusnya.
Ia sama sekali tak tau apa maksud dari semua ini. Ia pun tiba-tiba teringat dengan kotak misterius yang ia terima dari ibunya.
"Surat ancaman, kotak misterius, permen kapas, apa maksudnya? siapa yang ngasih semua itu? kalau semua ini hanya satu orang pelakunya, berarti permen kapas tadi juga dari orang yang memberiku surat ancaman, itu artinya permen kapas itu....."
Dini segera berbalik, ia tak melanjutkan langkahnya untuk pulang ke rumah. Ia segera kembali ke toko mainan, tempat ia sering bertemu anak kecil berambut keriting tadi. Ia berharap anak kecil itu belum memakan permen kapas yang ia beri tadi, ia begitu takut jika hal yang buruk terjadi dengan anak itu gara-gara permen kapas yang ia beri.
Ketika sampai ditoko mainan, ternyata tak ada siapapun disana, tokonya pun tutup.
Dini bertanya pada orang yang tinggal di sebelah toko itu .
"Permisi Bu, apa ibu liat anak kecil, perempuan, rambutnya keriting yang sering duduk di depan toko mainan itu?"
"Oh, itu anaknya Pak Amir, pemilik toko mainan itu."
"Kenapa tokonya tutup ya Bu, apa Pak Amir sudah pulang?"
"Iya neng baru aja tutup, tiba-tiba anaknya masuk rumah sakit, jadi tutup lebih awal."
Deg!
Jantung Dini seakan berhenti berdetak saat itu juga. Setelah menanyakan rumah sakit tempat anak Pak Amir dirawat, Dini segera kesana, kebetulan rumah sakit itu berada di dekat sekolah Dini.
Dini berlari dengan pikiran kacau. Ia begitu takut. Sesampainya di rumah sakit, Dini segera menanyakan dimana kamar anak Pak Amir berada.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
MUKAYAH SUGINO
siapa thor
2021-12-11
1
Bagus Effendik
dini semangat ya kamu bisa hehe
2021-05-12
1
pinnacullata pinna
kagetan ya
btw aku mampir dan memberikan like this dukung juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏
2021-04-05
1