Di rumah sakit, Dini melihat Pak Amir yang duduk merenung di depan sebuah kamar bertuliskan UGD di pintunya. Dini segera mendekati Pak Amir dan duduk di sampingnya.
"Pak Amir," sapa Dini.
"Eh, iya," jawab Pak Amir yang kaget karena baru menyadari keberadaan Dini.
"Yang di dalam itu anak Bapak?" tanya Dini sambil menunjuk ruang UGD di hadapannya.
Tiba-tiba dari ujung lorong rumah sakit, datang seorang anak kecil perempuan dengan rambut keritingnya yang panjang sedang menjilati es krim sambil digandeng oleh perempuan paruh baya yang ternyata adalah istri Pak Amir.
"Kalau anak yang makan permen kapas itu disini, berarti yang di dalam siapa? Apa anak Pak Amir yang lain?" tanya Dini dalam hati.
"Kakak!" panggil anak itu pada Dini
"Hai!" Dinipun melambaikan tangannya pada anak kecil itu yang ternyata bernama Melly.
"Kamu kenal?" tanya istri Pak Amir yang biasa dipanggil Bu Sari pada Melly.
"Ini kakak yang aku ceritain tadi, yang ngasih aku permen kayak awan," jawab Melly dengan polos.
Dinipun tersenyum, dalam hatinya merasa lega karena Melly baik-baik saja setelah makan permen yang dia beri.
"Kalau boleh tau, kamu ada perlu apa ya?" tanya Pak Amir pada Dini.
"Oh iya, sebelumnya perkenalan nama saya Dini, anaknya Bu Ranti yang kerja di rumah Bu RT."
"Oh anaknya Bu Ranti, saya kenal sama ibu kamu, tapi nggak tau kalau punya anak seusia kamu,"
"Iya Bu, saya kesini karena mendengar kabar kalau anak Pak Amir tiba-tiba masuk rumah sakit, saya kira karena permen yang saya kasih tadi, makanya saya langsung kesini buat minta maaf dan ingin tau keadaan anak Bapak sama Ibu," jelas Dini pada Pak Amir dan Bu Sari.
"Yang di dalam itu anak saya yang pertama, dia kecelakaan sepulang sekolah tadi, dan Melly ini anak saya yang kedua." jelas Bu Sari pada Dini.
Tak terasa langit mulai gelap, Dini berpamitan pada Pak Amir dan Bu Sari, tak lupa ia juga mendo'akan agar anaknya yang sedang sakit segera membaik keadaannya.
Dini berjalan gontai di trotoar depan rumah sakit. Memang jaraknya tak begitu jauh dengan rumahnya, tapi karena ia tadi berlari, sekarang ia kehabisan tenaganya.
"Dini!" panggil seseorang yang sangat ia kenal.
Ya, itu adalah Andi yang baru pulang dari sekolah karena harus rapat OSIS. Sekolah mereka memang berada dekat dengan rumah sakit itu, jadi setiap hari Dini dan Andi pasti melewatinya.
Dini terus berjalan, tak menghiraukan Andi yang berlari sambil berteriak memanggilnya.
"Din, kamu masih marah?" tanya Andi ketika sudah berada di sebelah Dini.
Dini masih tak menjawab, ia menarik tangan Andi menuju penjual es kelapa muda dipinggir jalan.
"Dua bang!" pinta Dini pada si penjual.
"Siap!"
"Kamu yang bayar ya!" ucap Dini pada Andi dengan senyum termanisnya.
"Siap tuan putri."
Andipun merasa senang, karena Dini sudah tak mengacuhkannya lagi
"Kamu darimana kok masih pake' seragam?"
"Panjang ceritanya," jawab Dini sambil menyandarkan kepalanya di bahu Andi.
"Aku cape' banget," lanjut Dini sambil masih memegang bungkusan es kelapa muda yang tinggal es batunya saja.
"Iya, istirahat aja dulu, tapi nanti cerita ya!" ucap Andi sambil merangkul pundak Dini.
Tiba-tiba bungkusan es yang dipegang Dini jatuh, ternyata Dini tertidur.
"Bang, numpang bentar ya, temen saya ketiduran nih," ucap Andi pada di penjual es.
"Santai dek!" jawab si penjual es.
Menit-menit pun berlalu, hari semakin gelap, Dini masih terlelap di bahu Andi. Sebenarnya Andi juga merasa lelah karena harus rapat OSIS sepulang sekolah dan sekarang ia harus duduk tanpa merubah posisinya sedikitpun agar tak membangunkan Dini.
"Nggak dibangunin itu pacarnya?" tanya si penjual es.
"Enggak Bang, lagi cape' banget kayaknya," jawab Andi.
"Tadi dia lari-lari ke rumah sakit itu dek, makanya sekarang kecape'an."
"Dia sama siapa Bang?"
"Sendirian, ada yang sakit mungkin."
"Siapa?"
"Yeee, mana saya tau!"
Andipun semakin penasaran, "apa yang membuat Dini ke rumah sakit itu bahkan sampai harus berlari-lari, apa ibunya sakit? ah tidak mungkin, kalau ibunya yang di rumah sakit, nggak mungkin Dini sekarang disini, dia pasti nemenin ibunya, lalu siapa yang sakit?"
Tiiiinn.... Tiiiiinnnn.....
Dinipun terbangun karena mendengar klakson mobil yang berada di jalan raya.
"Eh, aku ketiduran," ucap Dini yang dengan segera menegakkan kepalanya.
"Iya Din, dilanjut di rumah aja ya!" ucap Andi sambil meringis menahan kram di tangan dan punggungnya.
"Kamu kok nggak bangunin aku sih!" - sambil memukul tangan Andi yang kram.
"Aaaaaaaa......." Andipun berteriak.
"Eh kenapa?" tanya Dini yang kaget melihat Andi seperti kesakitan.
"Tanganku kram Din, kamu tidur lama banget tadi sekarang malah dipukul."
"Maaf Ndi, ya ampun ayo aku bantu berdiri."
Tanpa sengaja Dini menarik tangan Andi yang kram, berniat untuk membantunya berdiri.
"Aaaaaaaa...... Diiniiiiii...."
"Eh iya maaf, aku lupa, aduh gimana ya, sakit ya Ndi?"
"Enggak, tapi jangan dipegang, tungguin bentar ya biar kramnya ilang dulu."
"Iya deh."
Dini memegang pelan-pelan tangan Andi yang kram dan mulai mengelusnya dengan perlahan.
"Tahan ya, kata Ibu kalau diginiin pelan-pelan bisa cepet ilang."
"Aww, pelan-pelan Din."
"Iya Ndi, ini pelan, jngan manja deh."
Andipun menggeser posisi duduknya dan bersandar di bahu Dini.
Dini hanya diam.
"Aku cape' Din, gantian ya." ucap Andi.
"Iya, tapi jangan lama-lama keburu malem Ndi."
"Kamu tadi tidurnya lama loh Din!"
"Tidur sama ketiduran beda Ndi, lagian kenapa nggak kamu bangunin?"
"Kamu lelap banget tidurnya, aku nggak tega bangunin kamu."
"Aku cape' banget tadi."
"Emang siapa sih yang sakit?"
"Siapa?"
"Kamu tadi lari-lari ke rumah sakit kan? ngapain? siapa yang sakit?"
Dini diam sejenak.
"Din, jawab dong!"
"Aku kasih tau juga kamu nggak kenal, jadi nggak usah tau aja"
"Kamu mulai nyembunyiin sesuatu dari aku ya?"
"Iya iya aku cerita, aku tadi jenguk anaknya Pak Amir, yang punya toko mainan diujung gang itu loh, kamu nggak kenal kan?"
"Emang kamu kenal sama anaknya?"
"Kenal dong, kita kan sering ketemu dia Ndi, kamu aja yang nggak perhatian sama sekitar makanya nggak tau."
"Terus ngapain harus lari-lari kalau cuma mau jenguk?"
"Udah deh Ndi, aku udah cerita jujur sama kamu, jangan banyak nanya lagi deh!"
"Ya udh, aku diem."
Tiba-tiba si penjual es duduk disamping mereka.
"Kalian ini pacaran di pinggir jalan aja bisa romantis ya," ucap penjual es sambil terkekeh.
"Kita nggak pacaran kok," jawab Dini.
Namun si penjual es tidak mendengarkan ucapan Dini, karena asyik mendengarkan lagu menggunakan earphone di telinganya.
"Iya in aja lah Din." ucap Andi.
"Kamu mesti gitu deh Ndi, sama Bang Yono juga kamu bilang iya in aja."
"Hehehe ya nggak papa lah Din, yang penting mereka seneng aja."
"Hmmmm."
"Mmmm, Din, aku mau tanya sesuatu, tapi kamu jawab jujur ya!"
"Apa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments
MUKAYAH SUGINO
lanjut
2021-12-11
1
araa
romantis bett jadi halu😐
2021-06-16
1
Bagus Effendik
rapi penulisannya sukses ya
2021-05-12
1