"Yasudah kalau begitu sebaiknya kamu beristirahat terlebih dahulu. Kata Ibu-ibu disekitar sini, nanti akan ada pasar malam di ujung jalan dekat kolong tol. Kita bisa lihat-lihat kesana. Siapa tau ada baju yang cocok untuk kamu pakai bekerja," ucap Shinta tersenyum seraya menampilkan deretan gigi putihnya.
"Eh iya, ya ... Aku kan tidak mungkin bekerja pakai baju tadi setiap hari," ucap Nadira mengingat koleksi baju di lemarinya yang tak seberapa.
Hanya satu blouse dan rok span yang tadi ia kenakan yang pantas untuk dipakai bekerja. Sementara baju lain yang dimilikinya hanya baju rumahan dengan harga tak seberapa. Itupun sudah tampak lusuh karena sudah dipakai berulang kali.
"Yasudah kalau begitu istirahatlah sambil Mama pijitin kaki kamu biar mengurangi pegalnya."
"Sudah ga apa-apa, Ma. Nanti juga aku bakalan terbiasa kok."
Shinta hanya bisa menarik tipis lengkungan bibirnya ke atas. Merasa ironi saat mendengar tuturan kata dari bibir anaknya. Begitu keras putrinya itu berusaha tegar menjalani kehidupan mereka sekarang ini.
Wanita yang mulai memperlihatkan warna putih di helai-helai mahkotanya itu, menatap putrinya yang mulai memejamkan mata. Shinta lantas mendekati Nadira dan membelai lembut rambut hitam legam milik gadis yang selalu dikasihinya. Melihat wajah lembut itu, membuat Shinta mengingat kembali saat Nadira mengatakan ingin mengubur masa lalu dan menjadi pribadi yang baru.
"Ma ... mulai sekarang panggil saja aku Nadira," ucap anaknya dengan keyakinan terpancar di wajah.
"Nadira?" tanya Shinta heran dengan permintaan aneh putrinya.
"Aku ingin mengubur sosok Sherly dengan segala kehidupannya yang menyedihkan. Aku ingin menjadi pribadi baru yang lebih tangguh."
"Apa perlu dengan mengganti nama?"
"Aku kan tidak mengganti nama. Aku hanya mengganti panggilanku saja. Supaya aku benar-benar merasa terlahir kembali. Namaku tetap Sherly Nandira sesuai pemberian Mama. Aku hanya membuang Adijaya di belakangnya. Supaya kita tidak perlu lagi berhubungan dengan Papa."
"Kamu anak perempuan, tidak mungkin bagi anak perempuan memutuskan hubungan dengan Ayahnya."
"Kenapa tidak mungkin? Aku bukan lagi anak di bawah umur yang masih harus berada di bawah pengawasan orang tua. Aku wanita dewasa," tegas Nadira kala itu.
"Tapi bagaimanapun kamu anak perempuan. Kamu membutuhkan Papa atau Kakakmu untuk menjadi wali saat kamu menikah nanti."
"Mama lupa kalau aku sudah menikah?"
"Tapi bukankah kamu berniat melepaskan Alex? Mama pikir kamu akan bercerai dari Alex." Wajah Shinta tampak sendu memikirkan nasib rumah tangga putrinya yang harus kandas saat masih seumur jagung.
"Sudahlah Ma, aku tidak mau lagi membahas Mas Alex," lirih Nadira dengan wajah memelas.
Bulir bening tak dapat Shinta tahan lajunya mengingat bagaimana nasib putri bungsunya.
"Mama kenapa menangis?" tanya Nadira mengembalikan Shinta pada kesadarannya.
Segera ia mengangkat punggung tangannya dan mengelap air mata yang menggenang.
"Mama udah ganggu tidur kamu, ya?"
"Aku memang belum tidur. Aku hanya istirahat sebentar. Lagipula nanggung tidur sekarang, Ma. Udah sore," ucap Nadira seraya menyunggingkan senyum tulus. "Mama lagi mikirin apa sih, sampai menangis seperti itu?" tanya Nadira kemudian.
"Mama ga tega lihat hidup kamu seperti sekarang ini, Nak," lirih Shinta seraya membelai lembut rambut Nadira.
"Memangnya hidup aku kenapa, Ma? Apa Mama tidak lihat kalau sekarang aku lebih bahagia? Setidaknya aku memiliki hidupku sendiri, bukan lagi menjadi boneka Papa."
"Mama memikirkan statusmu yang menggantung. Kamu masih berstatus sebagai istri orang, tapi tidak ada suami yang menemani." Kekhawatiran nampak jelas pada guratan wajah Shinta.
"Kenapa kita harus bahas ini lagi sih, Ma?" Nadira merubah posisinya yang tengah berbaring.
Ia mengangkat sebagian tubuhnya hingga bersender pada dinding dengan kaki masih selonjoran. Sekelabat pemandangan tadi siang melintas di kepala. Pikirannya kembali berkelana memikirkan sang suami yang mungkin sudah berbahagia bersama wanita lain.
"Dengar Sayang, kalau suamimu yang meninggalkanmu, sama saja dia menceraikanmu. Tapi, masalahnya kamu yang meninggalkan suami mu. Bagaimanapun itu berarti sampai kapanpun kamu akan berstatus sebagai seorang istri. Bahkan kamu tidak punya dokumen apapun untuk menggugat cerai."
"Masalah itu tidak lagi penting bagi ku, Ma. Saat ini ada yang lebih penting untuk aku jadikan prioritas dalam hidup ku," sambar Nadira cepat.
"Nad, perempuan itu butuh pendamping. Kalau kamu pernah gagal sekali, bukan berarti kamu ga bisa membuka lembaran baru bersama laki-laki lain." Shinta mencoba menasehati, meski ia tahu tak kan mudah bagi wanita berpindah hati.
"Tujuan hidup ku sekarang bukan lagi berumah tangga. Sudah saatnya aku membayar penderitaan Mama selama ini. Aku hanya ingin menebus kesalahanku pada Mama dan membahagiakan Mama. Hanya itu saja yang kuinginkan sekarang."
"Siapa bilang Mama menderita? Mama bahagia bisa berada di dekat anak-anak Mama," jawab Shinta dengan sorot mata teduh. Ia memang bahagia saat bisa menyaksikan tumbuh kembang kedua anaknya.
"Aku tahu selama ini perlakuan Papa kepada Mama keterlaluan. Mama tidak hanya dimaki, bahkan aku tahu Papa sering memukul Mama," ucap Nadira membayangkan teriakan dan suara tamparan keras dari balik pintu kamar kedua orang tuanya yang tidak tertutup rapat.
Kala itu, Nadira tak pernah ambil pusing. Ia tak pernah menyukai sikap Ibunya lantaran selalu memaksakan kehendak pada anak-anaknya. Sebagai seorang Ibu, wanita di hadapannya ini tak pernah membela kepentingan dan kebutuhan anak-anaknya. Ibunya itu selalu menuruti permintaan Ayahnya walau hal itu menyakiti anaknya sekalipun. Kini baru ia sadar semua itu dilakukan oleh Ibunya lantaran tekanan dan intimidasi dari sang Ayah.
Ia tak pernah menyadari betapa besar cinta seorang Ibu yang dicurahkan Shinta untuknya. Selama ini Nadira selalu merasa kesepian. Ia selalu berkelan mencari cinta diluaran sana. Namun, hanya ketiadaan yang dia dapatkan.
"Bagaimanapun, dia tetap Papa kamu Nad. Dia juga suami, Mama."
"Suami yang hanya memanipulasi istri? Yang membiarkan dunia tahu betapa beruntungnya Mama mendapatkan Papa? Padahal di balik itu semua, Mama tak lebih hanya dijadikan boneka. Disiksa lahir dan batin," geram Nadira mengingat perlakuan Ayahnya.
"Lebih parah lagi, anak-anak yang Mama perjuangkan kebahagiaannya, masa depan nya, abai sama Mama. Tak perduli bagaimana menderitanya Mama selama ini," ucap Nadira dengan air mata yang mulai berderai.
Shinta merengkuh Nadira dalam pelukannya membelai punggung Gadis itu yang mulai mengisak pedih. Membiarkan Gadis itu larut dalam penyesalan yang terus mendera.
**********************************************
Oh iya manteman tersayang dan tercinta ini kan karya baru yah.. jadi dukung aku dengan like dan komen yang banyak yah.. buat performa data aku di aplikasi ini.. biar daku menulis tambah semangat dapet dukungan dari kalian dan juga aplikasi.. karena karya baru susah dapet kontraknya kalau performa datanya jelek..
makasih semua.. luv luv buat kalian semua pokoknya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
Mami keyffa
bagus
2021-09-15
0
Anastasia Anastasia
trs semangat d sehat😁
2021-09-11
0
hiatus
lanjut mampir thor
2021-09-10
1