Nadira menghentikan langkahnya tepat di depan sebuah bangunan yang tidak terlalu besar. Ia menarik nafas dalam-dalam. Mencoba menenangkan jantung yang bergemuruh menghentakkan dada dengan kencang. Gadis itu menghembuskan nafasnya perlahan saat irama jantung berdetak lebih tenang.
"Semangat Nadira, kamu pasti bisa," lirihnya perlahan memberi kekuatan bagi diri sendiri agar terus melangkah.
Gadis berpostur tinggi tersebut kembali mengayunkan kaki mendekati bangunan yang terpampang di hadapannya dan menghampiri seorang Petugas Keamanan yang berjaga di sana.
"Permisi, Pak," sapa Nadira dengan suara agak bergetar.
"Iya ... ada perlu apa, Mbak?" tanya Petugas Keamanan dengan papan nama Wardi tersemat di dada sebelah kanan.
"Saya ada panggilan interview di sini," jawab Nadira ragu.
"Oh iya, Mbaknya diminta ketemu siapa?" tanya Petugas Keamanan itu lagi.
"Pak Aldi," lirih Nadia.
"Mari ikuti saya," ucap lelaki yang terlihat masih muda tersebut seraya memasuki gedung kantor bertuliskan De' Advertising.
Setelah berada di dalam gedung, Wardi meminta Nadira menunggu di lobby. Gadis itu kemudian mendaratkan tubuhnya pada kursi berbantalan busa yang empuk di depan sebuah meja yang ditempati seorang wanita muda.
Nadira lagi-lagi menghembuskam nafas perlahan seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang dipenuhi berbagai macam iklan pada media kertas di dalam figura. Iklan dalam bentuk barisan kata dan gambar yang menghiasi setiap jengkal dinding ruangan, cukup membantu Nadira mengusir gugup yang menyergap.
Nadira bukanlah gadis muda yang baru lulus sekolah. Sudah lebih dari tiga tahun ia menamatkan pendidikan sarjana di sebuah universitas swasta terkemuka di Jakarta. Namun, terlahir di keluarga kaya raya membuat ia minim pengalaman kerja.
Dua puluh enam tahun hidupnya, Nadira selalu bergelimang harta, hingga tak pernah terlintas di benaknya untuk bekerja menghasilkan pundi-pundi rupiah demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang dulu ia anggap tak seberapa.
"Mari Mbak, ikuti saya," teguran dari Wardi mengagetkan Nadira yang pikirannya sudah mulai mengembara.
Ia mengangkat tubuhnya dari bangku yang sedang diduduki. Nadira memantapkan hati untuk menemui seseorang yang akan mewawancarinya. Gadis itu sempat melemparkan senyum pada wanita muda yang duduk di balik meja saat mata mereka berserobok, sebelum mengikuti langkah lelaki berseragam putih hitam yang berjalan lebih dulu di depannya.
"Silahkan, Mbak," ucap Wardi mempersilahkan Nadira memasuki sebuah ruangan yang pintunya sudah di buka lebar oleh lelaki itu.
"Selamat pagi," sapa Nadira seraya menyunggingkan senyum pada Pria di dalam ruangan.
"Pagi," jawab Pria itu datar tanpa ekspresi. "Silahkan masuk," lanjut Pria itu sembari memindahkan map di tanggannya ke atas meja. Ia lantas mengalihkan tatapan pada Nadira yang berjalan mendekati meja kerjanya.
Pria itu sempat mengulurkan tangannya sesaat sebelum Nadira mendaratkan tubuhnya di kursi yang terletak bersebrangan dengan kursi yang ditempatinya. Nadira menyambut uluran tangan itu dan menjabatnya dengan erat. Meski ia belum pernah melewati sesi wawancara kerja seperti saat ini, satu hal yang Nadira pahami, kesan pertama harus ia tanamkan agar memuluskan jalannya mendapat pekerjaan.
Jabatan tangan yang lembut tapi mantap akan selalu meninggalkan kesan saat wawancara kerja. Hal itu menunjukkan kesungguhan dan kepercayaan diri yang dimiliki si pelamar kerja yang bersinergi dengan etos kerja.
"Silahkan duduk," ucap pria yang di meja kerjanya terdapat papan nama bertuliskan Aldiga Danupraja.
"Sherly Nandira ... " imbuh Aldi seraya mengambil kembali map yang telah diletakkannya dan menyasar isinya.
Map berisi daftar riwayat hidup serta data pribadi Nadira. Dimana sudah tak lagi tersemat nama Adijaya yang selalu mengikutinya selama ini. Nama milik sang Ayah yang punya banyak kuasa.
"Baiklah Nona Sherly ... "
"Nadira ... " potong Nadira cepat sebelum Aldi melanjutkan ucapannya. Gadis itu melihat pria itu mengerutkan keningnya heran atas sikapnya. "Saya lebih suka jika dipanggil Nadira," lanjut Nadira dengan nada pasti.
"Oke, Nadira ... Begini, saya cukup tertarik dengan daftar riwayat hidup Anda. Hanya saja saya tak menemukan satu pun Ijazah di dalam berkas yang Anda kirimkan," ucap Aldi langsung pada intinya.
Jantung Nadira serasa dipilin saat Aldi menanyakan hal yang sudah menghantuinya sepanjang pagi ini. Sudah beberapa waktu belakangan Nadira kesulitan mencari pekerjaan lantaran tak memiliki ijazah sama sekali. Bahkan hanya untuk sebuah ijazah sebagai pemberitahuan bahwa ia sudah menamatkan SMA saja Nadira tak menyimpannya.
Namun, Kemal meyakinkannya bahwa hal ini tidak akan jadi masalah. Ia mengatakan bahwa Aldi adalah temannya dan sudah mengetahui secara garis besar persoalan yang membelit gadis yang terhitung masih muda tersebut. Nadira akan diterima bekerja berkat koneksi lelaki yang baru beberapa bulan belakangan, menjadi seseorang yang cukup berarti baginya.
Wajah gadis itu masih nampak pias. Rona merah muda seolah hilang begitu saja dari keceriaan yang selama ini ia banggakan. Berganti pucat pasi karena tak menemukan jawaban yang bisa ia lontarkan pada Aldi.
"Ma-maaf, Pak ... Sa-saya ... " Nadira menggantung kalimatnya saat kegugupan langsung menyerang ulu hati.
Jemari gadis itu saling memilin di balik meja, saat ia berusaha mengusir gugup dan mencari perbendaharaan kata di dalam cerebrum-nya. Namun, ia sama sekali tak menemukan kosa kata yang bisa dilontarkan sebagai alasan.
"Tidak usah khawatir," ucap Aldi cepat ketika menyadari kepanikan yang terpancar dari sorot mata gadis cantik di hadapannya. "Kemal sudah memberitahu banyak hal tentang anda. Saya hanya ingin memastikannya saja," Aldi menjeda kalimatnya. Diperhatikannya dengan seksama sosok gadis di hadapannya yang terlihat berupaya keras menutupi rasa kalut yang menyerang tiba-tiba. Sebuah senyum ragu terurai di bibir tipisnya yang merekah.
"Begini Nona Nadira ... Karena masalah ijazah ini cukup rumit sebetulnya. Saya bisa mempekerjakan Anda disini, hanya saja saya tidak bisa menjadikan Anda karyawan."
Lelaki itu nampak menarik nafas saat menjeda kalimatnya. Membuat kerutan di wajah Nadira semakin dalam. Hatinya tergelitik untuk meluapkan tanya yang memenuhi isi kepala. Hanya saja ia menahannya demi mendengar penjelasan panjang lebar dari Aldi.
"Saya hanya bisa menerima Anda sebagai karyawan magang disini," jelas Aldi.
"Karyawan magang?" pertanyaan yang tak dapat Nadira tahan meluncur begitu saja dari bibirnya.
Bagaimana mungkin wanita seusia dirinya hanya menjadi karyawan magang disebuah perusahaan kecil yang bahkan badan hukumnya saja mungkin masih berbentuk CV, pikir Nadira bergelayut.
"Tapi jangan khawatir, Anda akan tetap menerima hak-hak seperti karyawan lainnya. Anda akan tetap mendapatkan salary yang sesuai dengan beban kerja Anda. Begitu juga dengan hak-hak karyawan lainnya seperti lembur dan insentif. Hanya statusnya saja sebagai karyawan magang, agar tidak menimbulkan masalah bagi perusahaan di kemudian hari. Saya minta maaf, tapi hanya ini yang bisa saya lakukan." Lelaki itu mengakhiri bicaranya.
Nadira terkesiap, sesi wawancara kerja kali ini tak seperti dibayangkan olehnya. Tanpa basa-basi, si pewawancara langsung menjelaskan posisinya jika bekerja di kantor tersebut.
Nadira kembali menghela nafas mengusir rasa yang membelenggu jiwa. Tak ada lagi gengsi yang harus ia pertahankan. Setidaknya ia bisa memperoleh penghasilan. Pekerjaan seperti apa lagi yang bisa ia dapatkan, tanpa selembar ijazah yang membuat daftar riwayat hidupnya punya nilai? Nadira membatin.
"Baiklah, Pak. Saya mengerti. Apa saya akan diterima bekerja disini kalau saya menerima tawaran sebagai pekerja magang?" tanya Nadira akhirnya. Meski Gadis itu sadar, berstatus sebagai karyawan magang akan merugikan dirinya.
Bukan hanya tak akan pernah bisa punya kedudukan dalam perusahaan, Ia bahkan dengan mudah bisa disingkirkan oleh perusahaan. Tak ada hak-hak pekerja yang bisa ia dapatkan seperti para karyawan pada umumnya. Sebagai seorang karyawan magang, ikatan kerja akan mudah diputuskan sepihak tanpa kompensasi yang menyertai.
"Tentu saja," jawab Aldi seraya melemparkan senyum tipis.
Setelahnya, pemuda itu menjelaskan deskripsi pekerjaan yang harus dilakukan oleh Nadira di dalam perusahaan kecil yang masih tergolong baru tersebut. Perusahaan yang hanya memiliki total tiga puluh orang karyawan di dalamnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 133 Episodes
Comments
ria anila
jangan lupa mampir di karyaku novelku
2023-10-24
0
kika
bisa lihat riwayat pendidikan di pangkalan data perguruan tinggi. klo kuliah di indonesia. tpi emang dimana2 dimintanya ijazah sih .... lanjut thor...
2023-08-17
0
Yunia Abdullah
nyimak dlu smoga GA monoton crita y Dan tdk membisan kan
2021-10-20
0