Wirayudha telah berpamitan kepada seluruh keluarganya di Alas Roban, perbekalan yang sederhana di bawanya serta, pakaian yang di kenakanpun sangat sederhana, tetapi tidak dapat menutup kegagahan dan ke tampanan parasnya.
Bekal yang di bawanya di ikat dengan buntalan kain hitam dan di ikatkan di batang bambu kecil, sengaja agar dapat di jadikan pikulan yang sederhana di bahunya.
Berjalan santai sambil melihat pemandangan di sekitarnya. Wirayudha tidak berjalan sendiri, di sampingnya turut serta Nini Sangga Geni yang menemani.
Nini Sangga Geni tidak merelakan Wirayudha berkelana sendirian mengarungi tatar sunda, satu alasan yang dulu membuatnya bertahan di Alas Roban adalah karena kehadiran Wirayudha, maka dari itu, saat Wirayudha akan melakukan petualangan, dengan tegas ia mengambil keputusan untuk ikut serta. Tidak ada yang berani menentang keinginannya, baik Wiratama maupun Putri Retno Ningsih, karena mereka tahu bagaimana kedekatan antara Wirayudha dengan Nini Sangga Geni.
Satu lagi penghuni Alas Roban yang sangat berat hati di saat melepas kepergiannya, Ki Bondan Wiratama. "Ngger..setelah menyelesaikan tugasmu, cepatlah kembali! jika ada yang membuatmu di sana merasa betah, kau harus ingat Eyangmu di sini dengan rambutnya yang putih dan tubuhnya yang renta, selalu berdo'a untuk keselamatanmu dan sangat berharap kau segera kembali!"
Wirayudha melihat kedua mata eyangnya berkaca-kaca menahan kesedihan, "jangan khawatir eyang, aku pasti akan kembali, dan menemani eyang setiap saat, pelukan hangat di lakukannya untuk menghibur Ki Bondan Wiratama.
"He..He..He, tenang saja Ki Bondan aku akan menjaganya untukmu!" terdengar kekehan tawa Nini Sangga Geni melihat orang tua perkasa itu menangis saat memeluk cucunya, Nini Sangga Geni merasa senang karena merasa dirinya menang bisa ikut mendampingi Wirayudha dalam perjalanan, karena selama ini di Alas Roban ada persaingan dan kecemburuan di antara keduanya ketika masing-masing dari mereka dekat dengan Wirayudha.
Keharuan dalam perpisahan mereka akhirnya telah terlewati.
Perjalanan keduanya telah melewati tepian sungai Kali Malang, sehingga sampailah ke muara sungai Comal, mereka singgah di sebuah kedai daerah pedukuhan Asemdoyong.
Merekapun kemudian memilih tempat dan memesan makanan di tengah hiruk pikuknya para pengunjung kedai.
Wirayuda tersenyum memandang Nini Sangga Geni yang langsung memakan makanan yang terhidang dengan lahap. "Nini, jangan terburu-buru memakannya, nanti kau tersedak!"
Nini Sangga Geni menghentikan suapannya hanya sesaat, kemudian ia melanjutkan makannya kembali dengan tenang, "He..He..He..Wiraa, apakah kau ingat, nasehat itu yang aku ucapkan padamu dulu saat kecil ketika kau makan di sebuah kedai di Kotaraja?"
"He..He..He..,Aku selalu mengingatnya Nini! karena itulah nasehat itu ku ingatkan padamu Nini!" sahut Wirayudha sambil mengembangkan senyumnya.
Tidak berapa lama kemudian, terlihat empat orang lelaki yang bertampang sangar memasuki kedai mereka, sepertinya ke empat lelaki itu sangat di takuti oleh para penduduk, terbukti di saat mereka masuk, orang-orang yang bercakap menghentikan percakapannya, suasana menjadi sunyi dengan kehadiran mereka.
"Pelayan! cepat sajikan makanan seperti biasa, tambah dengan tuak yang paling keras!"
"Bbb...baik Den!" dengan tergopoh-gopoh pemilik kedai langsung melayani mereka.
Ke empat laki-laki itu kemudian duduk seenaknya dengan melingkar mengelilingi meja kayu bulat yang berada di tengah kedai. "Hmm...aku mencium bau busuk seorang pengemis buntung di sini! pelayan segera kau usir mereka! baunya menghilangkan selera makan kami!"
Di antara pengunjung saling berbisik dan saling memandang, siapa yang di maksudkan pengemis buntung oleh mereka, setelah sekian lama memandangi, semua mata tertuju kepada Nini Sangga Geni dan Wirayudha yang sedang makan.
"Kamprettt...Pelayan apa kau tidak dengar? usir gembel tua itu dari kedai ini!"
Pelayan yang di tegur hanya berdiri serba salah, karena ia pun tak tega hati untuk mengusir pengunjung kedainya.
Karena pelayan itu tidak beranjak dari tempat berdirinya, salah satu dari lelaki yang bertampang sangar tersebut mendekati pelayan untuk menegur dan menghajarnya.
Di saat dia bangun dari tempat duduknya, terdengar suara ejekan Nini Sangga Geni yang terdengar keras, "Bau badanku memang tidak enak, tetapi sepertinya bau busuk mulut mereka lebih tercium oleh pengunjung di kedai ini, membuat kita ingin muntah!..Hik..Hik..Hik!"
"Benar...Benar...Nini!" "Hooekh...Hoeekh...Wirayudha kemudian menimpali dan berpura-pura akan muntah membuat seisi pengunjung tertawa.
"Kurang ajar!...Wussh...Braakh! seseorang yang tadi memerintahkan pengusiran, menghajar sebuah kursi sampai rusak berantakan, dan membawa patahan kayu pendek itu menghampiri Wirayudha dan Nini Sangga Geni.
"Kalian sepertinya ingin di usir seperti ini! Hiaath....wuush...patahan kayu itu di hantamkan ke arah kepala Nini Sangga Geni yang sedang minum, membuat pengunjung yang lain memejamkan matanya karena merasa ngeri dan tidak tega untuk melihat jika sampai mendarat di kepala Nini Sangga Geni.
"Sraaath...Traakh..Bambu kecil yang di pegang Wirayudha berkelebat menahan hantaman kayu, di lanjutkan dengan menotok sambungan pergelangan tangan, "Saath...Tuukh!" "Aaakh!" terdengar suara jeritan kecil dan suara kayu terlepas di belakang tubuh Nini Sangga Geni.
"Shaattt...Bukh...Bukh, terdengar suara gebukan dari bambu kecil mengenai pinggang dan pantat lelaki yang bermaksud menyerang itu, "Aaarkkh..."
Suara kesakitannya memancing kelompoknya yang sedang duduk, bangkit dan menghunus golok-golok yang mengkilap mendekat.
"He...He..He..Ternyata hanya mulut besar saja yang mereka andalkan Wira!" suara tawa Nini Sangga Geni terdengar kembali mengejek mereka.
Tiga laki-laki temannya tadi tidak dapat menahan kemarahannya, suara kelebat golok mereka berdesingan menyerang Wirayudha dan Nini Sangga Geni, "Wuuush...Wuuush...Wuuush.."
"Trang...Trang...Trang!" suara dentingan beradunya golok dan bambu terdengar ketika Wirayudha memotong lesatan golok. Tiga golok terpental ke atas dan menancap di atap kedai.
Ketika melihat ke tiga pengganggunya ini tidak tahu diri dan akan menyerangnya dengan tangan kosong, kaki Wirayudha berkelebat menendang masing-masing orang dengan sebuah tendangan keras, "Desh...Desh..Desh!..Bruukh..Bruukh!" mereka terjengkang sambil menahan sakit.
"Sraaph..." Wirayudha melentingkan tubuhnya ke atas dan mangambil salah satu golok yang tertancap di atap kemudian kembali ke lantai tanpa suara "Bagian tubuh mana dari kalian yang ingin aku potong?" mata golok itu sambil di tempelkan ke leher salah satu penyerangnya.
Semua pengunjung kedai terkesiap dengan kanuragan yang di miliki Wirayudha, mereka menatap Wirayudha dengan penuh ke kaguman.
Ketika suasana menjadi hening dan senyap, tiba-tiba masuk seorang wanita muda yang cantik melalui pintu depan kedai dengan pengawalan dua lelaki yang terlihat kekar.
Dengan tenang kemudian mendekati Wirayudha dan Nini Sangga Geni, "Mohon turunkan senjatamu Tuan pendekar, pasti ke empat pengawalku ini telah berbuat yang tidak berkenan kapadamu, aku mohon maaf!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Thomas Andreas
boleh jg langsung unjuk kekuatan
2022-08-21
0
rajes salam lubis
sikat
2022-04-19
0
Mat Grobak
Hati2 wirayudha makhluk lemah itu berbahaya, lanjut thor
2022-02-17
1