Paras Wirayudha memang rupawan, tingginya melebihi Wiratama, sorot mata tajam dan garis wajahnya yang kuat membuatnya terlihat gagah, rambut panjang yang hitam hanya ia ikat di belakang dengan sederhana, itupun tanpa tali atau kain, hanya terikat dengan jalinan rambut dari sisi kanan dan kirinya.
Wajah pemuda itu terlihat tenang menandakan telah tertempa oleh segala macam rintangan dalam kehidupannya.
Ki Sampang yang berdiri menatapnya saja merasa terpana, "Wirayudha, darah Mataram membuatmu terlihat gagah, tetapi darah Priangan membuatmu menjadi rupawan, aaish...berapa puluh anak gadis yang akan jatuh cinta padamu nanti!"
Wirayudha hanya tersenyum mendapat sanjungan dari Ki Sampang.
Nyai Ambarukmo yang tadi sudah mau beranjak pergi karena ajakan Nini Sangga Geni dan Putri Retno, berdiri mematung saat melihat dan mendengar sapaan Wirayudha.
"Hei..Anakku, benar apa yang di katakan Kakang Wiraguna, kau sangat rupawan, aku yang uzur saja terpesona olehmu!" Nyai Ambarukmo ikut menyanjung paras Wirayudha.
"Ah..Nyai, kau jadinya ikut-ikutan seperti Ki Sampang menggodaku, berhentilah menggodaku!"
"Ternyata kau belum terbiasa dengan sanjungan, berkelanalah kau nanti keluar dari Alas Roban, kau baru akan tahu, banyak gadis-gadis akan memberikan senyuman kepadamu, Hik...Hik..Hik!" setelah bertegur sapa dengan Wirayudha akhirnya Nyai Ambarukmo kemudian benar-benar beranjak dari pendopo mengikuti langkah Nini Sangga Geni.
Wirayudha pun akhirnya duduk begabung bersama Ki Sampang dan ayahnya, mereka mengulang kembali pembicaraan tujuan dari Ki Sampang datang ke Alas Roban
"Begitulah Wira, aku telah bicara banyak dengan ayahmu, berharap pertolongan darimu untuk mencegah sesuatu yang akan terjadi nanti, memang dalam wangsit yang ku dapat, peperangan di wilayah tatar sunda tetap akan berkobar, tetapi menurutku kita tidak harus berpangku tangan dan tidak berbuat apapun, ini adalah misi pribadiku bukan tugas dari kerajaan Mataram, bagaimanakah menurutmu?"
Wiratama kemudian menambahkan "Aku tahu Ngger, sebenarnya kau mempunyai ikatan batin dengan tatar sunda, karena kau pun terlahir di sana, selain kau melaksanakan permintaan Ki Sampang, menurutku di sana adalah negeri yang damai dan sesuai jika kau ingin menambah pengalaman dan ilmu, baik itu ilmu pengetahuan ataupun ilmu Kanuragan."
Wirayudha termenung saat mendengar penuturan ayahnya, pikirannya kembali melayang ke masa lalu. Masa kanak-kanak di daerah tataran sunda, tepatnya di pedukuhan Jalaksana.
Terbayang wajah Saraswati ibunya, pelukannya hangat, tutur katanya lembut dan belaiannya sangat membuai, sehingga ia mudah terlelap jika dalam pelukan, setiap rengekannya tidak membuat ibunya marah, kelelahan akibat meracik obat setiap pagi sampai siang tidak menjadikan ibunya lalai dalam merawatnya.
Wirayudha semakin tenggelam dalam lamunan, kelembutan tangan ibunya serasa masih membelai kulit wajah dan rambutnya.
"Wira!....Sebuah teguran halus keluar dari Wiratama di tujukan kepada Wirayudha.
"Akh..Iya Romo, maaf...Aa...aku teringat Ibunda Saraswati!"
"Wira, saat ini kau telah menjadi pemuda kebanggaan romo, romo berharap kau bisa semakin dewasa dan tidak mudah hanyut ke dalam kedukaan, mengingat masa lalu bukan untuk di sesali kemudian terbenam dalam duka nestapa, tetapi pengalaman masa lalu seharusnya bisa untuk menjadi bekalmu saat menatap masa depan, untuk itu romo putuskan, kau memang harus mengelana untuk menempa dirimu agar menjadi laki-laki sejati!"
"Baik romo, aku patuh terhadap perintah romo! suara Wirayudha terdengar tanpa ragu.
Ki Sampang menatap dan mendengarkan pembicaraan ayah dan anak tersebut, hatinya ikut merasa tergetar dan kagum, melihat jiwa-jiwa Ksatria nampak di depannya.
Kakang Wiraguna, aku minta kepadamu! sebelum putraku berangkat, berikanlah bekal pengetahuan yang cukup untuk dirinya!"
"Baik Dimas, aku mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada kalian berdua karena telah memenuhi permohonanku!" Ki Sampang berdiri dan menjura dalam-dalam kepada mereka berdua.
Keesok harinya Wirayudha mulai di bekali dengan segala pengetahuan tentang Tanah Sunda, mulai dari budaya, sikap perilaku penduduk dan sistem pemerintahan yang berlaku di sana.
Hampir sepekan Ki Sampang menjelaskan itu semua, sampai dengan Kanuragan ataupun senjata yang banyak di gunakanpun oleh umumnya para pendekar tanah sunda semua di jelaskan oleh Ki Sampang.
"Wira, pengetahuan ini memang seharusnya kau perlu tahu, jangan kau anggap semua ini hanya sekedar untuk persiapan menghadapi aral rintangan di sana, tetapi lebih dari itu semua, dengan pengerahuan ini, aku berharap kau dapat mengenal dan mencintai tanah kelahiranmu, karena darahmu pun sebagaian adalah darah Priangan, mohon kau dapat memahami semua yang ku jelaskan kepadamu!"
"Aku memahaminya Ki, karena aku juga sadar, aku tidak bisa di pisahkan dengan tanah kelahiran dari orangtuaku yang berasal dari tatar sunda!"
"Wira, tujuanmu nanti adalah Sumedang Larang, karena sebenarnya kerajaan Sumedang Laranglah yang banyak mewarisi semua kandega dari tahta Kerajaan Padjajaran di banding kerajaan lain yang berdiri di sana, kau di sana nanti hanya perlu menjadi seorang yang rendah hati tetapi tidak sampai mengorbankan harga dirimu, karena dari auramu aku yakin kau masih garis keturunan salah satu Ksatria Padjajaran."
"Untuk membuatmu semakin yakin, cobalah menyelidiki dari mana garis keturunan Ibumu, karena aku sangsi terhadap cerita dari ayahmu yang mengatakan, jika ibumu hanya putri seorang tabib di Jalaksana."
"Terimakasih Ki, sudah memberikan pengetahuan yang sangat penting untuk perjalanan kehidupanku nanti ke depan."
"Tidak perlu kau merasa sungkan Wira! ini sudah menjadi kewajibanku selaku yang mempunyai kepentingan!"
Malam semakin larut, cuaca dingin menyelimuti Alas Roban, membuat semua tertidur semakin lelap, tetapi tidak untuk Ki Sampang dan Wirayudha. Esok pagi adalah waktunya Wirayudha untuk berangkat.
Malam itu keduanya masih terlibat obrolan yang semakin serius, saat Rembulan akan mulai tergelincir, Ki Sampang mengeluarkan sepasang Mustika yang berbentuk batu yang memancarkan cahaya putih, "Wira, aku tidak meragukan kemampuan Kanuraganmu, tetapi izinkan aku memberikan sebuah bekal benda pusaka yaitu "Mustika Macan Kembar", setelah Mustika ini ada padamu, akan ada khodam Macan putih yang akan selalu mendampingimu berkelana, jika nanti kau berhadapan dengan salah satu pewaris ilmu Macan Lodaya, kau tidak perlu takut, karena jika Macan kembar putih menampakan wujudnya, kau akan di anggap sebagai salah satu saudara dari mereka! bersiaplah Wira!"
Wirayudha kemudian bersiap dengan duduk bersila, matanya terpejam dengan kedua tangan barpangku di kedua kakinya yang bersila.
Ki Sampang mengeluarkan Mustika Macan Kembar, Mantera Aji mulai terdengar sayup-sayup, sepasang batu Mustika semakin kuat cahayanya. "Grrrh.....Grrhhhh...Terdengar geraman suara Harimau, sepasang Macan kembar menampakan wujudnya di depan Wirayudha.
"Hiaath...Deshh...Deshhh!" dari kedua tangan Ki Sampang melesat dua cahaya menuju dada Wirayudha..."Heeegh!"
Tubuh Wirayudha terdorong ke belakang satu depa, terlihat cahaya itu masuk ke dalam dadanya, semakin lama cahaya itu semakin redup bersama hilangnya kedua ekor Harimau putih yang tadi berdiri di depan Wirayudha.
"Bukalah matamu Wira! kini kau telah bersatu dengan Aji Macan kembar, yang setiap saat akan datang saat di butuhkan.
Wirayudha membuka kedua kelopak matanya, "terimakasih Ki!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Thomas Andreas
berpetualang
2022-08-21
1
rajes salam lubis
mantap
2022-04-19
2
Waridin 75
mantap
2021-07-27
3