Penunggang kuda yang berada di depan menatap Kuwu Brodin dengan gusar "Kisanak..Dengan kata lain kau ingin mencampuri urusan kami?"
"Sudah aku katakan tuan! semua keamanan daerah ini adalah tanggung jawabku, mohon tuan sudi menjelaskan duduk permasalahan yang terjadi di antara kalian!" sambil menjawab pertanyaan tadi, Kuwu Brodin menyerahkan wanita yang sedang terluka tersebut ke putrinya sambil memberikan tanda.
"Hiiaaath....Sraaath!" tanpa memberikan keterangan yang di minta Kuwu Brodin, salah satu penunggang kuda melompat dari kudanya sambil menusukan pedang ke arah dada.
"Haiiikh...Kuwu Brodin dengan gesit menghindari tusukan pedang, sambil menendang pergelangan tangan penyerangnya...Deshh!
Tendangan itu tepat mengenai sambungan sendi bagian siku, karena penyerangnya berusaha mengelak.
"Aakh..Kurang ajar!" sambil melenguh kesakitan tubuh penyerang Kuwu Brodin terjajar ke belakang.
"Ha...Ha...Ha, Gendon! hanya dengan sekali gebrakan kau bisa terkena serangan orang dukuh ini! percuma kau di jadikan penjaga perbatasan!" terdengar suara ejekan dari penunggang kuda yang tadi berada paling depan.
Melihat temannya kesulitan, dua orang yang lain turun dari kuda dan bersiap menyerang Kuwu Brodin.
Tetapi setelah melihat keadaan sekitar, mereka menghentikan serangan, di sekeliling mereka kini berdiri beberapa orang pengawal dari Kuwu Brodin yang siap menyerang mereka pula.
Pranata yang tadi melihat Kuwu Brodin di serang oleh para penunggang kuda, segera berlari dan menyusul para penjaga Dukuh Jalaksana dan secepatnya bergabung dengan Kuwu Brodin
"Ki Kuwu, lebih baik kita bantai saja mereka yang sudah berani melecehkanmu!" terlihat Pranata berdiri di antara para pengawal dengan pedang terhunus.
Penunggang kuda yang tadi berada di posisi depan, ternyata tidak terlihat gentar sedikitpun, ia meloncat dan saat masih dalam keadaan melayang melakukan tendangan beruntun ke arah tubuh Pranata. "Hiaaath...Degh...Degh!"
Ternyata Pranata bukanlah pemuda yang tanpa kemampuan, tendangan itu dengan mudah di elakan, tangannya kemudian dengan cepat melakukan serangan balasan dengan melakukan beberapa kali tebasan pedang, "Sraaath...Wush...Wussh.!" membuat penyerangnya terpontang panting menghindari tebasan pedang. Terpaksa dia pun kembali bergabung bersama teman-temannya yang tadi menghentikan serangan.
Karena pengalaman dengan masa lalu, Penduduk Dukuh Jalaksana semuanya memang di latih olah kanuragan oleh Kuwu Brodin dan penjaga perdukuhan, sehingga membuat mereka tidak seperti penduduk umumnya yang hanya bisa bercocok tanam di sawah saja.
"Tuan, kami tidak mencari keributan dengan kalian, kami hanya menanyakan apa yang terjadi, tetapi kalian memaksa kami untuk bertindak yang tidak patut! apa yang kalian inginkan?" Kuwu Brodin menatap mereka satu persatu.
Tanpa menghiraukan ucapan Kuwu Brodin, akhirnya pemimpin mereka langsung meloncat mengendarai kuda dan menggebahnya dengan kencang di ikuti teman-temannya dari belakang.
Akhirnya Kuwu Brodin dan yang lain membawa wanita tadi ke pedukuhan untuk mendapatkan perawatan.
Hanya selang sehari, wanita pendekar itu telah pulih dari seluruh lukanya setelah mendapatkan perawatan dari tabib dukuh, kemudian ia tinggal di rumah Kuwu Brodin dan Sulastri.
"Nisanak, kau terlihat sudah sangat sehat, bolehkah aku menanyakan tentang dirimu? Kuwu Brodin duduk di depannya.
"Ki Kuwu, sebelumnya aku banyak menghaturkan terimakasih, entah apa yang terjadi jika aku tidak mendapatkan pertolongan darimu dan penduduk Jalaksana."
"Tidak masalah Nisanak, memang sudah kewajiban kami untuk menolong kepada sesama, ceritakanlah apa yang terjadi kepada dirimu!" Kuwu Brodin mencoba menenangkan wanita yang berada di depannya.
"Namaku Sri Lestari Ki, bersama kedua kakak seperguruanku melakukan perjalanan menuju Kasepuhan, kami berasal dari daerah Brebes, tetapi saat tiba di tepi hutan Kali Tanjung, kami mengalami musibah perampokan, sehingga membuat kedua kakak seperguruanku meregang nyawa, sedangkan aku berlari untuk menyelamatkan diri dari kejaran mereka sampai pedukuhan ini."
"Sangat menyedihkan sekali apa yang telah menimpa kalian 'Lestari, lalu setelah ini apa yang akan kau lakukan?" Kuwu Brodin memandangnya dengan rasa simpati.
"Entahlah Ki, aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan sekarang, dan tidak mempunyai tempat untuk menetap." Lestari memasang wajah sedih saat mengutarakannya.
"Nisanak, untuk sementara waktu, tinggalah bersama kami, sampai kau benar-benar siap untuk pergi!" Sulastri menawarkan diri untuk membantu.
Akhirnya dengan persetujuan Kuwu Brodin, Sri Lestari tinggal bersama mereka di pedukuhan Jalaksana.
Berbeda dengan cerita yang di utarakan Sri Lestari mengenai perampokan yang terjadi kepadanya, ke empat perampok yang terusir oleh penduduk Jalaksana, menunggangi kuda mereka dengan kencang sampai menuruni bukit dan sampai di kawasan Gronggong, perbatasan antara Cirebon dengan Kuningan.
Mereka di sambut oleh seseorang yang terlihat menunggu dalam waktu yang telah lama. Setelah mereka sampai, Gendon dan kawan-kawannya melakukan penghormatan layaknya para prajurit.
"Sancaki, bagaimana muslihat yang kalian lakukan?" Seseorang itu langsung bertanya kepada pemimpin di antara mereka.
"Hamba melaporkan Ki, muslihat yang kita buat berhasil mengelabui Kuwu Brodin dan penduduk Jalaksana, saat ini Lestari telah masuk ke pedukuhan, semoga dengan waktu yang singkat dia bisa mempengaruhi Kuwu Brodin beserta penduduknya agar berpihak kepada kita!"
"Sancaki, tidak hanya Jalaksana yang harus kita masuki, tetapi semua pedukuhan yang terkuat yang masuk dalam wilayah Kerajaan Cirebon harus bisa kita pengaruhi, apalagi pedukuhan-pedukuhan perbatasan kekuasaan mereka.
Sancaki langsung mengiyakan perintah dari pimpinannya, karena ia khawatir jika berbicara banyak akan membuat tanggapan lain dari orang yang berada di depannya.
Memanglah benar Sancaki harus berhati-hati dan menjaga sikap, karena yang di hadapinya adalah Ki Pancar Buana, salah satu Kandaga Lante dari Kerajaan Padjajaran yang saat ini bergabung dengan kerajaan Sumedang Larang.
Selain karena kesaktiannya, Ki Pancar Buana adalah seorang ahli siasat pertempuran dan ahli dalam telik sandi, tetapi sesuatu yang dia kerjakan saat ini adalah misi dari ke empat Kandaga ( Prajurit Pilihan) bukan atas perintah dari Pangeran Angkawijaya atau Prabu Geusan Ulun.
"Sancaki! lanjutkan seluruh tugasmu dengan baik! jika mengalami kegagalan, kepalamu yang akan menjadi taruhannya!" Ki Pancar Buana memberikan perintah sekaligus ancaman.
"Hamba siap melanjutkan tugas Ki!" belum juga Sancaki selesai menutup mulutnya, Ki Pancar Buana sudah tidak nampak di depannya.
Gendon dan kawan-kawan yang lainnya menghembuskan nafas, menandakan sedari tadi menahan ketegangan saat berhadapan dengan Ki Pancar Buana.
"Akh...Kakang Sencaki, nasib jelek sedang menaungi kita, mendapatkan pimpinan yang sangat kejam!" terdengar keluhan Gendon kepada Sancaki.
Sancaki bermaksud berbicara untuk menghibur Gendon dan yang lain, tetapi sebelum suara terdengar dari mulutnya....
"Sraaath....Drakkh...Bruukh!" terdengar sesuatu menimpa kepala Gendon yang membuat kepalanya rengkah dan tubuhnya ambruk ke depan.
Terdengar suara Ki Pancar Buana dari kejauhan "Aku tidak suka mendengar keluhan dari orang-orang yang bekerja denganku! ingat Sancaki
Sancaki beserta dua temannya yang lain segera berlutut dan menjawab "Siap..Kami mohon maaf Ki!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Thomas Andreas
sadis nih
2022-08-21
0
rajes salam lubis
mantap
2022-04-19
1
Alesandro Nesta
mantap,,salam dari cirebon
2021-11-17
1