Jalaksana

Pedukuhan Jalaksana sudah kembali normal pasca peristiwa perampokan yang terjadi sekian tahun yang lalu, rumah-rumah penduduk berjajar sangat apik dan bagus, Kuwu Brodin memimpin Pedukuhan itu dengan bijaksana.

Hampir seluruh penduduknya sudah melupakan peristiwa naas yang pernah menimpa mereka, kegiatan di sawah dan huma membuat mereka sibuk dengan sendirinya.

Kuwu Brodin sedang duduk di kursi malas yang terbuat dari rotan, tatapannya terarah ke pohon beringin besar yang berada di halaman balirung dukuh, tempat dia mengumpulkan para warga jika ada yang perlu di sampaikan.

Di tempat duduk itulah Lima tahun yang lalu Kuwu Brodin kedatangan seorang tamu yang mengaku Raden Genta Buana, seorang perwira dari kerajaan Sumedang Larang, yang sebelumnya seorang Kandega di kerajaan Padjajaran, mencari Resi Sangkan Urip dan putrinya Saraswati.

Perwira kerajaan Sumedang Larang itu mengaku bahwa Resi Sangkan Urip adalah ayahnya, dan Saraswati adalah adiknya. Karena kemelut yang terjadi di Padjajaran akhirnya mereka terpisah karena ayahnya tidak mau mengabdi kepada kerajaan Sumedang Larang, sedangkan dirinya beralih menjadi seorang Perwira dari Kerajaan Sumedang Larang.

Dengan merunut kisahnya, akhirnya Kuwu Brodin bercerita bahwa memang ada seorang Tabib yang mempunyai putri bernama Saraswati, kebetulan putri tersebut di nikahi oleh Kuwu terdahulu yaitu Kuwu Wiratama.

Dalam ceritanya Kuwu Brodin pun menjelaskan kejadian di Jalaksana, tentang perampokan dan terbunuhnya orang tua dari Nyi Kuwu Saraswati. Grojokan Sewu adalah tempat yang kemudian di sebutkan oleh Kuwu Brodin tentang Nyai Kuwu mereka yang sekarang berada bersama putranya Wirayudha dengan di dampingi oleh seorang perempuan sepuh.

Akhirnya Raden Genta Buana meninggalkan Pedukuhan Jalaksana dengan rasa kecewa dan berjanji akan menemui adik dan keponakannya di Grojokan Sewu, entah mereka bertemu atau tidak, Kuwu Brodin tidak mengetahuinya sampai sekarang, karena sudah sekian tahun terlewati Raden Genta Buana tidak pernah menemuinya kembali.

Kuwu Brodin pun berdiri dan berniat melanjutkan kegiatannya untuk menyambangi para penduduk yang berada di sawah mereka, tetapi langkahnya tertahan ketika melihat putri semata wayangnya berlari menghampirinya, "Kanjeng Rama, matahari sudah dari tadi membakar kulit kami, kenapa Kanjeng Rama hanya duduk terdiam bermalas-malasan di sini?"

"Ah...Lastri, ramamu ini bukan seorang pemalas, hanya saja hari ini rama sedang ingin merenung dan mengenang peristiwa dulu yang pernah terjadi di sini!"

"Peristiwa apakah itu rama?" Sulastri duduk di samping Kuwu Brodin yang duduk kembali di kursi malasnya.

"Lastri...Apakah kau lupa dengan peristiwa mengerikan yang dulu terjadi di pedukuhan kita, ketika kau masih kanak-kanak? apakah kau masih ingat teman sepermainanmu putra dari Akuwu kita sebelum rama?"

"Aku masih ingat peristiwa itu rama! tetapi aku sudah lupa dengan putra dari Kuwu Wiratama yang sering di ceritakan oleh rama!"

"Akhir-akhir ini aku selalu mengingatnya Lastri, aku tidak tahu bagaimanakah nasib mereka sekarang?"

Lastri yang telah tumbuh menjadi gadis cantik, kembali merangkul bahu ayahnya, "Rama yang harus kau lakukan saat ini hanyalah berdo'a, semoga saja mereka mendapatkan keselamatan dari peristiwa dulu, dan sekarang masih hidup walaupun berada jauh dari kita!"

"Iya Lastri, rama tidak pernah lupa mendo'akan mereka, ayolah kau ikut dengan rama menemani para petani itu yang sudah mulai menebar benih padi!"

Kemudian keduanya berjalan melewati pematang-pematang sawah yang kiri dan kanannya teraliri air dari mata air kaki Gunung Ciremai.

Terlihat seorang pemuda yang berpakaian rapih dan tampan, dengan senyum yang di buat-buat menghampiri mereka, "Sampurasun Ki Kuwu dan Neng Lastri, apakah kalian sedang melihat pemandangan hijaunya pepohonan dan bukit-bukit yang di sana?"

Kuwu Brodin mengenali pemuda itu, anak dari seorang Juragan Karta, salah satu Juragan padi yang paling kaya di pedukuhan Jalaksana. "Rampes Pranata, apa yang sedang kau lakukan di sini?"

"Aku sedang mengajari para petani cara menanam benih yang benar Ki Kuwu! seperti yang kau lihat Ki, panen kami paling banyak di antara mereka yang mempunyai sawah, itu karena aku selalu membimbing mereka cara menanam padi yang baik!" Pranata menjelaskan kepada Kuwu Brodin, tetapi tatapannya melirik ke arah Sulastri yang berada di samping Kuwu Brodin. Kata-katanya sengaja di tinggikan untuk menarik hati Sulastri.

"Apakah kau benar-benar mengajari mereka Kang? aku lihat cara mencakul saja kau tidak becus!" jawaban Sulastri terdengar pedas menyindirnya.

"Ha...Ha..Ha..Benar kata anakku Pranata, bagaimana engkau mau mengajari mereka, sedangkan untuk turun ke sawah yang penuh lumpur saja kau terlihat jijik!"

Sulastri berjalan mendahului ayahnya, dan tubuhnya sengaja mendorong Pranata ke arah sawah yang sedang di tanami benih.

"Aah...Ahh...Brussh!" tubuh Pranata terdorong jatuh masuk ke dalam lumpur, karena ia tidak mengira Sulastri akan mendorongnya.

"Hik...Hik..Hik, kau lanjutkanlah mengajari mereka cara menanam benih Kang!"

Sulastri dan ayahnya segera berlalu meninggalkan Pranata yang sedang bersungut-sungut karena kesal.

"Lastri, sepertinya anak Juragan Karta itu tertarik padamu! ku lihat ia seorang pemuda yang baik! apakah kau tidak tertarik dengannya?"

"Ah..Rama, Kang Pranata seorang pemuda yang sangat pemalas, sehari-hari kerjanya mengganggu anak gadis, kalau tidak ia mengisi waktunya dengan menyambung Ayam aduan!"

"Eh...Ternyata kau hapal dengan kegiatan sehari-hari Pranata, itu tandanya kau memberi perhatian yang lebih kepadanya Lastri..Ha..Ha...Ha!"

"Ih..Rama, kau sangat suka menggodaku, buat apa juga kau menjodoh-jodohkanku dengannya? aku tidak mau!"

"Kenapa tidak rama saja yang mencari jodoh? lagi pula rama sudah lama hidup tanpa pendamping!"

"Eeh...kau malah balas menggodaku Lastri!" Kuwu Brodin tersenyum ketika putrinya merajuk dan menggodanya.

Tidak terasa keduanya telah sampai di jalan besar, jalan yang banyak di lalui kereta kuda menuju ke arah Luragung, dan arah kebalikan menuju Cirebon.

Kemudian keduanya mendengar derap kaki kuda yang yang sangat keras dari arah bawah, debu-debu mengepul terlihat di atasnya, pertanda kuda-kuda itu di pacu dengan sangat kencang.

Sebelum kuda-kuda itu nampak, terlihat seorang wanita yang berpakaian pendekar berlari mendekati mereka, pakaiannya compang-camping dan penuh luka, "Bruuugh!"...terjatuh tepat di depan mereka.

"Aakh...Kisanak, tolonglah aku!" setelah berkata demikian, wanita itu jatuh tidak sadarkan diri.

Kuwu Brodin segera membawanya ke tepi jalan, agar tidak tertabrak oleh rombongan berkuda yang mulai terlihat olehnya.

"Hieewwkkkhh....terdengar suara ringkikan kuda yang di paksa berhenti oleh pemiliknya, sedangkan pemilik tiga kuda yang di belakangnya mengikuti menarik tali pelana kudanya masing-masing.

"Hei Kisanak, serahkan wanita itu, dia adalah buruan kami sejak semalam!"

Kuwu Brodin dengan tenang menyahut bentakan dari si penunggang kuda yang berada paling depan, "Maaf tuan! ini adalah daerah tanggung jawab kami, silahkan tuan-tuan turun dan menjelaskan terlebih dahulu apa yang terjadi!"

Terpopuler

Comments

Thomas Andreas

Thomas Andreas

msh tenang blm pemanasan

2022-08-21

0

rajes salam lubis

rajes salam lubis

tetap semangat

2022-04-19

2

Aryan Gafur

Aryan Gafur

lanjut thor...mantap

2021-02-10

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!