Sudah hampir tiga minggu ini Shania menunggu kabar dari sang suami tapi tak kunjung ada.
Air matanya pun menitih. Pertahanannya gugur, ia tak setangguh seperti yang ia bayangkan menjadi wanita-wanita penghuni surga yang mengikhlaskan sang suami berjihad di jalan Allah dan membiarkan takdir untuk menentukan kepulangannya.
Rindu itu sudah dipelupuk mata menjadi khawatr. Hampir tiga minggu sang suami tak memberi kabar, kalau alasannya sibuk setidaknya ada sebuah pesan WA atau apapun itu asalkan sebuah kabar. Jika alasannya sulit mencari akses intenet Shania tak mampu berkata. Hanya doa yang ia panjatkan, semoga sang suami dalam lindungan Allah.
"non Shania ini tehnya silahkan diminum"
Inah mengagetkan lamunan Shania.
Alhamdulillah untung ada Inah, ia membuyarkan pikiran buruk yang berputar dikepala Shania.
"terima kasih Inah" jawabnya sambil menerima secangkir teh hangat. Ia hirup kuat-kuat aroma melati bercampur teh.
Sungguh nikmat menghilangkan sedikit beban pikirannya beberapa hari ini. Apalagi Shania mulai mengelolah toko rotinya sendiri. Dua beban pikiran yang tak mudah menari-nari diotaknya.
Inah masih tetap disana, ia sangat prihatin dengan nyonya mudanya. Usia mereka tak jauh beda tapi beban yang di tanggung Shania sangatlah berat.
"Inah, apakah kak Zu baik-baik saja disana?" tiba-tiba Shania menanyakan sebuah pertanyaan yang sulit dijawab bahkan tak bisa menjawabnya.
Senyum mengembang di wajah Shania, ia tau kebingungan yang Inah rasakan.
"tenang saja Inah tak perlu dijawab. saya yang salah mengapa bertanya seperti itu padamu"
"hmmmmm...." ditariknya nafas sedalam-dalamnya. Shania berusaha menghirup udara disana untuk memasukkan oksigen ke otak agar pikirannya jernih.
"baiklah Inah. Sepertinya saya harus ke toko. Ini sudah hampir jam 8" kata Shania membuang jauh kesedihannya. Inah menatapnya iba.
"mau saya temani non?"
"tak perlu. kamu bersihkan rumah saja. oh iya perpustakaan kak Zu jangan kau masuki. banyak buku yang sedang ku baca, jadi aku tak mau ada yang menyentuhnya selain diriku sendiri" pesan Shania, Inah hanya mengangguk paham.
*toko kue*
"assalamualaikum" sapanya ketika memasuki toko. Semua menunduk santun.
"tak perlu seperti itu Ghina, kita sebaya" Shania merasa tak enak hati jika pegawainya terlalu hormat padanya sedangkan usia Shania masih sangat muda.
Ghina hanya tersenyum menanggapi kerendahan hati tuannya karena memang Shania dan Ghina adalah teman kecil.
"tak mengapa Shan. Semua orang ditoko ini juga seperti itu padaku. mau pada siapa aku hormat dan sungkan kalau bukan padamu"
Ghina adalah menejer ditoko kue Shania. Meskipun Shania yang terjun langsung dalam mengurusi toko kue tapi ia tak sepenuhnya berada disana karena Zu berpesan jika sang istri boleh beraktifitas di luar rumah tapi harus tahu batas waktu.
"semua aman kan?" tanya Shania sambil berjalan beriringan dengan Ghina. mereka menuju ruangan Shania.
"Aman terkendani dong. kita juga akan segera launching roti baru"
"oh iya... kapan tuh?"
"bagaimana jika rabu depan nih. kan bagus ya memulai yang baik-baik di hari rabu"
"boleh deh. pas juga itu waktu tahun baru islam"
*Hari rabu berikutnya*
Shania sangat sibuk mempersiapkan acara launching menu terbaru di toko rotinya. Sudah sejak beberapa hari ia pulang sedikit telat karena harus mendesain kemasan kemudian pamflet-pamflet dan sebagainya harus ia persiapkan matang-matang supaya para pembeli tertarik dan akan menghasilkan laba yang banyak.
Meskipun Shania tak melanjutkan kejenjang perkuliahan tapi cara kerja otaknya sungguh luar biasa. Dia cerdas dan inovatif, itu sangat dibutuhkan untuk pengusaha dimasa ini. Tak perlu banyak materi akan tetapi prakter yang diutamakan.
"Ghina apa semua sudah beres? jangan sampai kita mengecewakan pelanggan ya"
"sudah nona. semua sudah siap"
Shania pun duduk di ujung cafe. Tempat yang sangat ia sukai. Meskipun itu termasuk tempat pelanggan dan bukan tempat khusus Shania sangat menyukainya.
Diatas meja sudah ada white coffe dan dua buah roti keluaran terbaru. Ia menikmati hidangan tersebut sambil melihat suasana kafe miliknya.
Orang-orang sibuk mengantri ingin mencoba menu baru ditoko itu, ada juga yang masih tetap setia dengan menu lama karena memang roti di toko itu sungguh enak.
"permisi mbak. saya mau pesen roti keluaran terbaru 5000 kardus untuk acara minggu depan, apakah bisa?"
Tiba seorang pelanggan berperawakan tinggi tampan dan cool memesan roti yang baru launching pagi ini, Ghina yang sedang berdiri dibagian pemesanan sedikit bingung menghadapinya. Ia paham betul kinerja pegawai dibagian produksi, meskipun mereka berjumlah banyak tapi roti disana ekslusif jadi produksinya di batasi agar menjadikannya primadona
"emmm... mohon maaf pak batas maksimal untuk pemesanan untuk roti keluaran terbaru hanya 2000 kardus, bagaimana ?
"saya butuh 5000 kardus. Hmm... apa saya boleh bertemu dengan ownernya? saya kurang berkenan dengan layanan ini" katanya sedikit menyimpang kekecewaan atas layanan pegawainya.
"Saya tanyakan sebentar"
Ghina mengambil ponselnya, ia meninggalkan tempat pemesanan dan menyerahkan pada salah seorang pegawai disana. Segera ia menghubungi Shania.
"assalamualaikum non Shania ada yang ingin bertemu dengan anda. apakah boleh?"
"Siapa Ghin? silahkanlah suruh ke sini aja. aku di kafe"
kafe dan toko kue masih dalam satu lingkup tapi berbeda ruangan, jadi Shania tak mengetahui perdebatan singkat itu.
"baiklah mari saya antar tuan" kata Ghina menunjukan jalan untuk pelanggannya.
"Assalamualaikum non Shania. Tuan ini yang ingin bertemu anda"
Shania yang masih asyik menatap layar tabletnya karena banyak data keuangan dan jumlah pengunjung datang yang masuk.
Ia mengangkat kepalanya, ditatapnya Ghina disana sambil tersenyum dan beralih pada seorang laki-laki berperawak tinggi,besar dan tampan.
Deggg...
Seperti ada yang memukul hati Shania, ia merasa ada yang aneh pada dirinya tapi segera ia tepis karena pasti itu adalah goda syetan.
"Silahkan duduk tuan" perintah Shania masih dengan senyumnya.
"terima kasih. " Ia meletakkan bobot tubuhnya di kursi depan Shania.
"Langsung saja saya mau pesan 5000 kardus roti keluaran terbaru untuk acara minggu depan. Apakah bisa?"
Shania menghirup nafas dalam.
"Alhamdulillah Allah masih memberi rezeki" gumam Shania dalam hati.
"kalau boleh tau untuk acara apa ini?"
Shania sangat pandai menghipnotis orang supaya tidak mengeluarkan emosinya. Sebab ia sudah melihat gelagat kekecewaan di wajah orang tersebut.
"Saya akan mengadakan acara santunan anak yatim dan saya membutuhkan roti sebanyak itu."
Ditatapnya wajah depan Shania, ia mencari kebohongan disana. Bukan maksudnya bohong sesuatu tapi jika masalah santunan anak yatim hati Shania luluh. Toh meskipun orang itu bohong Shania tetap mendapat uang pemesanan roti.
"baiklah kami terima orderannya. dan saya akan tanggung setengah dari pemesanan roti."
"maksud anda?" orang itu menatapnya bingung.
"Saya juga ingin ikut bersedekah disana. apakah boleh dengan cara ini?" Shania bertanya lembut. Pria itu tersenyum senang.
"Boleh. Kalau boleh tau nama anda siapa?"
"Saya Shania. Saya owner toko roti ini. ngomong-ngomong apakah anda sudah berlangganan roti saya dan siapa nama anda?" Pertanyaan Shania begitu banyak dan berderet sehingga membuat pria itu tersenyum.
"Nama saya Fahri. Saya pecinta roti tapi saya belum tau pasti tentang toko ini. Mama saya yang berlangganan disini setiap pulang kerja roti-roti ini sudah tertata dimeja makan"
Shania mengangguk pelan. Ia tak percaya jika pembelinya sambil menyetok dirumah. Shania sangat senang dan bahagia sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments