05

Ini saatnya santunan anak yatim yang dikatakan Fahri. Shania sudah cukup mengenal pria itu. Ternyata ia adalah anak bu Wiji salah seorang pelanggan ditoko rotinya, bu Wiji juga teman akrab umi Fatimah.

Ia sering berhubungan dengan pria dewasa itu yang sekarang menjabat sebagai ceo di perusahaan papanya, hubungan antara mereka masih dibatas normal antara pembeli dan penjual.

Pagi ini Shania akan berangkat ke lokasi yayasan panti asuhan yang diasuh langsung oleh bu Wiji, ibu Fahri. Ia berangkat bersama ibu mertuanya. Shania sangat senang ketika mengetahui mertuanya juga mengenal bu Wiji jadi ia tidak harus sungkan untuk mengikuti acara berkah itu.

"Shania, apakah Zu pernah menghubungi mu setelah beberapa waktu lalu" Mereka sedang didalam mobil, Shania mengemudikan sendiri. Hatinya sakit saat mendengar pertanyaan.

Apa yang bisa membuatnya ikhlas seperti pada sahabat ketika di tinggal suaminya berjihad? Shania hanya wanita lemah, sangat lemah. Iman pun masih terombang-ambing. Ia sungguh kecewa pada sang suami walaupun ia tak mengatakan pada siapapun.

Kegiatannya di panti asuhan adalah sebagian cara agar ia melupakan kerinduan yang amat dalam pada sang suami.

Shania ikhlas... sungguh ikhlas..

"belum umi. mungkin keadaan disana masih belum kondusif." jawabnya sambil melirik ibu mertuanya sekilas.

"sabarmu akan menjadi ladang pada bagimu nak" gumam umi Fatimah.

Siapa yang tak khawatir dengan keadaan seperti ini. Fatimah pun begitu, ia juga merindukan anaknya tapi hatinya sudah ikhlas apapun yang terjadi pada anak pertamanya itu. Dulu kakak dari Fatimah juga seorang relawan. Ia syahid di tanah Palestin sebelum menikah. Maka dari itu ia sudah bersiap apabila ada kabar buruk ataupun tidak nantinya.

Mobil milik Shania menepi ketika sudah terlihat papan nama besar bertuliskan panti asuhan MIFTAHUL HUDA.

Itu tempatnya, tempat pada penghuni syurga. Shania melepas sabuk pengamannya. Umi Fatimah lebih dulu turun karena memang di depan sudah berdiri bu Wiji yang menyambutnya.

Ia menghela napas panjang. Rasa rindunya menjalar keseluruh ulu hati. Ia mengusap wajahnya dalam. Setitik air mata menerobos keluar.

"Allah kuatkan hati hamba seperti pada shohabiyah" gumamnya.

Setelah merasa lebih baik Shania turun dari mobil. matanya menyapu bersih lokasi itu. sangat indah dan menyejukkan hati.

"assalamualaikum Shania" sapa seseorang disana. Tentu itu Aisyah adik Fahri yang usianya dua tahun diatas Shania.

"Waalaikum salam kak. " jawabnya membalas uluran tangan Aisyah.

"Ayo kita masuk pasti semua anak panti sudah menunggumu"

Mereka melangkah masuk kedalam.Semua yang hadir disana menggunakan pakaian serba putih. Shania disambut penuh antusias oleh anak-anak kecil ahli surga.

"kak Shania...." teriak mereka. Shania tersenyum senang, sejenak lukanya hilang terobati oleh wajah polos adik-adik itu.

"Umi senang jika kau tersenyum dan bahagia ketika bertemu mereka nak" gumam Fatimah. Ia mengamati dari jauh anak menantunya. Bagaimanapun Fatimah lah yang menginginkan Shania menjadi menantunya, tapi ia tak tau jika anak pertamanya itu akan menyusul berjihad seperti pamannya. Ada perasaan iba disana, sungkan juga kasihan.

Acara berjalan lancar. Semua sumbangan disalurkan dengan baik oleh pihak yayasan. Shania juga sudah mencalonkan diri sebagai donatur tetep karena ia merasa laba dari toko kue sungguh banyak dan ia tak memiliki tanggungan selain dirinya sendiri.

"Terima kasih ya nak sudah mau ikut partisipasi dalam acara ini" bu Wiji menyalami Shania ketika hendak pulang. ia pun tersenyum senang.

"Sudah menjadi tanggung jawab kita bu Wiji. Saya juga ucapkan terima kasih karena anda menerima saya untuk bergabung dalam panti asuhan"

"Entah saya merasa di masa depan kaulah yang akan mengelolah panti ini bersama anak-anak saya. Fahri, Aisyah dan lainnya."

"Doakan bu semoga saya istiqomah"

*beberapa hari berikutnya*

Setelah acara dipanti selesai, Shania sudah mulai beraktifitas seperti biasanya. Pagi ini setelah menurojaah hafalan qur'an, ia berolahraga ringan.

Dipandanginya alat-alat gym disana. Semua itu milik sang suami. Dulu Zu sangat senang mengoleksi alat-alat itu. Ia berkata ingin memiliki keluarga yang sehat dan kuat tanpa harus berolahraga diluar rumah.

"kak Zu bagaimana kabarmu? apa kau lupa dengan ku. Semoga Allah melindungimu" gumam Shania. Lagi-lagi air matanya jatuh tanpa seizinnya. Disekanya dengan kasar, ia tak mau terlihat lemah. Ia ingin seperti para shohabiyah yang apabila ditinggal suami maka hatinya senang berbunga-bunga karena surga dekat dengan nya.

Shania mengambil ponselnya yang ia geletakkan diatas meja bersama potongan buah dan segelas susu itu.

Ia mengotak-atik ponsel itu mencari nomor telepon suami. Ia mencoba menghubungi pria itu barang kali hari ini bisa tersambung.

Hampir setiap hari Shania melakukan hal serupa, harapannya tetap sama. semoga sang suami membalas teleponnya. Tapi nihil, no itu tidak aktif. Shania sudah tak mengeluarkan air matanya lagi, sudah sangat terbiasa kejadiaan ini terjadi.

"huftt... mungkin hpnya hilang dan rusak" gumamnya menguatkan perasaan.

Selesai beroalah raga, Shania akan bersiap untuk ketoko roti. Tapi sebelum itu ia menyempatkan ke perpustakaan milik suaminya. Sehari dua kali ia kesana, pagi sebelum bekerja dan malam selepas sholat isya'.

"semoga doa kita selalu beriringan kak"

Shania masih merasakan debaran dihatinya ketika melakukan segala hal yang bersangkutan dengan sang suami. Ia yakin jika suaminya masih setia mendoakan disetiap sujud, tapi ia juga kecewa karena kabar pun tidak ia terima.

Shania membuka kitab fiqih itu. Ia masih setiap dengan bab nikah. Sungguh ia mengingat pelajaran itu ketika masih dipesantren.

Terpopuler

Comments

Adel

Adel

Mampir di karyaku juga ya kak ...RINDUKU DI UJUNG SURGA...makasih 😄

2020-11-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!