Kantor

"Ya sudah, kita sarapan dulu ya, Mas." Maira mencoba tersenyum pada suaminya untuk menetralkan suasana. Ia lalu menyodorkan secangkir teh yang sudah hampir habis uap panasnya.

Agam mengangguk seraya membalas senyum istrinya dan menerima minuman yang ada dihadapannya. Nampak banyak sekali rasa bersalah dari sorot matanya.

"Kalau begitu cepat habiskan sarapannya! Aku akan mengantarmu pagi ini," ujar Agam tulus.

Terkejut mendengar ucapan suaminya, Maira pun meletakkan kembali roti yang baru saja ia ambil.

"Memangnya Mas Agam nggak sibuk? Mas kan baru aja naik jadi Manager?" Maira mengingatkan suaminya. Ia tidak ingin hal yang sudah dengan susah payah diraih oleh suaminya menjadi kacau hanya gara-gara hal sepele. Seperti terlambat datang misalnya.

Agam tersenyum kecut menanggapi istrinya. Ada benarnya juga, tapi ia merasa tidak berguna sekali menjadi suami. Hanya mengantarkan istrinya saja ia tidak punya waktu. Tidak berdaya dengan keadaan.

"Kau benar juga. Maafkan Mas, ya! Lain kali kita berangkat lebih pagi agar aku bisa mengantarmu sesekali," ujarnya seraya mengusap rambut Maira.

"Nggak apa-apa, Mas. Tapi kalau berangkat lebih pagi, apa Mas nggak ngantuk?"

"Kita usahakan bersama, ya?"

Maira lalu mengangguk cepat dan tersenyum. Entah rencana itu akan terlaksana atau tidak, mengingat suaminya susah sekali bangun lebih awal.

"Semoga saja tahun depan kita sudah tidak sama-sama sibuk lagi dan punya waktu yang lebih banyak untuk bersama," hibur Maira.

Keduanya lalu sama-sama tersenyum dan menyibukkan diri dengan aktifitas sarapan pagi masing-masing.

Tak butuh waktu lama, hanya kurang dari lima belas menit keduanya sudah selesai.

Maira menengok arloji berwarna perak yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Untuk sesaat ia terlihat mencebik.

Kenapa waktu cepat sekali berputar, gumamnya.

"Mas, kalau gitu aku berangkat dulu, ya?" pamitnya lalu berdiri dari tempat duduknya dan merapikan pakaiannya.

Ia hampir lupa meminum tehnya. Tangannya lalu menyambar cangkir berwarna putih itu dan meneguknya hingga habis.

Agam pun juga demikian, lelaki itu juga terlihat merapikan pakaiannya lalu meraih tas kerja serta kunci mobilnya.

"Hati-hati, Sayang," ujar Agam setelah istrinya mencium tangannya. Ia lalu memberikan sebuah kecupan hangat di kening wanita itu dan mengusap pipinya dengan penuh cinta.

"Mas Agam juga, ya!" Maira lalu tersenyum dan membalas memberi kecupan lembut di pipi suaminya kemudian bergegas pergi.

Agam menatap kepergian istrinya dengan tatapan hampa. Ia memang sangat bahagia bisa memiliki Maira nya secara utuh sebagai pasangan hidupnya. Bisa melihatnya setiap hari dan juga menemaninya tidur setip malam. Tapi ... rasanya begitu kosong, seperti saat ini. Rutinitas hariannya hanyalah seperti ini.

Hanya di pagi dan malam hari mereka bisa bercengkerama, selebihnya mereka harus pandai menggunakan waktu untuk beristirahat sebelum bergelut dengan aktifitas mereka di keesokan harinya.

Dengan gontai Agam menyambar jasnya lalu berjalan malas kearah depan. Membuka pintu dengan tidak bersemangat.

Ia menatap sekeliling halaman rumahnya, melihat taman kecil yang sempat ia buat bersama istrinya. Namun bunga-bunga itu nampak sudah layu tak terawat. Rumputnya juga tak terlihat hijau.

Agam menghela nafasnya lalu berjalan menghampiri mobilnya. Mobil yang diberikan oleh istrinya saat ulang tahunnya tahun lalu. Bukan mobil yang teramat bagus, tapi juga tidak jelek.

Agam tersenyum menertawakan dirinya. Secara materi hari ini ia dan istrinya bisa dibilang sangat cukup. Tapi ada kehampaan tersendiri dalam kehidupan mereka. Tapi meski begitu, cintanya pada istrinya sangatlah besar.

Setelah beberapa saat terdiam, akhirnya Agam pun mulai menyalakan mesin mobilnya dan membawanya turun ke jalan raya.

******

"Hai, Ra!" panggil Nisa, salah satu sahabatnya di kantor.

"Hai, Nis," balasnya tak bersemangat.

"Ada apa? Ada masalah sama pak Hardi, ya? Pasti kena marah, iya kan?" tanya Nisa seraya berbisik sambil menengok ke sekelilingnya untuk memastikan keadaan.

Nisa adalah resepsionis di kantor itu, ia bersahabat dengan Maira sudah cukup lama. Dia juga adalah tempat dimana Maira biasa menceritakan segala permasalahannya.

"Sssttt! Apaan sih? Jangan sembarangan bicara! Nanti kalau ada yang dengar kita bisa kena masalah. Membicarakan bos adalah sebuah kesalahan."

Nisa buru-buru menutup mulutnya dan kembali melihat ke sekeliling.

"Terus kenapa sih? Kok tumben banget kamu nggak semangat kayak gini?" desak Nisa seraya berbisik sambil terus mengikuti sahabatnya yang berjalan menuju lift.

"Nanti aku ceritain, ya. Sekarang aku banyak kerjaan. Asistenku tidak bisa masuk hari ini." Maira lalu memisahkan diri dan masuk kedalam lift menuju ke lantai dimana ruangannya berada.

Sementara Nisa yang terlihat kesal hanya bisa menghentakkan kakinya melihat pintu lift itu menutup.

Pagi itu Maira bergelut dengan berbagai berkas yang menumpuk diatas mejanya. Ia juga harus menyiapkan segala sesuatu untuk meeting bosnya hari ini.

Pak Hardi adalah orang yang begitu disiplin dan tegas. Ia juga memiliki sifat perfeksionis sehingga kadang Maira dibuat susah karenanya.

Sepanjang pagi hingga siang aktifitas yang dijalaninya sebagai seorang sekertaris begitu menyita pikiran dan tenaganya. Tapi beruntung karena atasannya hari ini sangat baik moodnya. Sehingga tidak banyak protes disana sini.

Setelah menyelesaikan tugasnya, akhirnya Maira bisa bernafas lega dan beristirahat tepat saat makan siang.

Ia segera turun kebawah, menjemput sahabatnya yang selalu setia menanti di meja resepsionisnya.

"Ada apa lagi?" serbu Nisa saat Maira sampai. Pasalnya sahabatnya itu terlihat menghela nafas panjang.

"Nggak ada apa-apa, cuma ngerasa capek aja. Banyak banget kerjaan aku hari ini."

"Ya udah kalau gitu waktunya kita ngantin, eh ngafe aja gimana?" tawar Nisa.

Maira menggeleng tak bersemangat. "Kantin aja lah. Habis ini aku masih banyak kerjaan."

"Ya udah deh."

Setelah itu mereka berjalan beriringan menuju kantin karyawan yang ada di bagian belakang lantai dasar gedung itu.

"Tadi kamu bilang mau cerita? Cerita apa?" tanya Nisa setelah mereka selesai memesan makanan dan duduk di salah satu meja yang ada dipojok.

Maira menatap sahabatnya dan menarik nafas dalam-dalam sebelum memulai ceritanya.

"Mas Agam, lagi-lagi minta aku buat berhenti kerja, Nis."

"Kenapa lagi emangnya?"

"Mungkin karena rumah nggak ada yang urus, atau mungkin mas Agam ngerasa kesepian. Jujur aku kasian lihatnya, tapi gimana lagi? Tanggungan kami masih banyak banget, mas Agam kan jadi manajer juga barusan aja."

"Ya, kalau masalah rumah kan kalian bisa cari pembantu buat urus. Kalau masalah kebersamaan, sesekali lah cuti bareng terus liburan deh. Kalian kan juga udah bukan orang susah lagi sekarang. Rumah udah ada, kendaraan ada, gaji masing-masing juga lumayan kan? Kalau masalah orang tua, kalian ngirimnya jangan berupa uang jatah dong. Bikinin mereka usaha kecil-kecilan biar mereka punya penghasilan sendiri dan gak bergantung pada kalian," usul Nisa.

Ia lalu meminum minuman yang baru saja disajikan di hadapannya sambil melihat reaksi sahabatnya yang masih terlihat berpikir.

***

Sepulangnya dari kantor, Maira terus memikirkan ucapan sahabatnya. Tidak tahu kenapa, tak terpikir juga olehnya untuk mencari pembantu selama ini. Mengingat selama ini juga rumah baik-baik saja meski jarang-jarang dibersihkan. Toh mereka juga hanya tinggal berdua saja. Rasanya tidak perlu menyewa asisten rumah tangga.

Namun begitu, tanpa Maira sadari kesibukannya kini semakin bertambah. Belum lagi urusan rumah yang menjadi tanggung jawabnya. Tidak terasa waktunya semakin banyak tersita untuk pekerjaannya. Wajar jika suaminya merasa sedikit terabaikan saat ini.

Di tengah perjalanan saat ia berada di dalam taxi yang ia tumpangi, Maira terus mencari informasi tentang penyedia jasa asisten rumah tangga. Baik dari media sosial maupun dari web resmi yang ia temui di laman pencarian.

Ada beberapa nama PT yang cukup menarik perhatiannya, dan memang terlihat seperti penyedia layanan yang profesional. Maira tertarik melihatnya. Ia yakin jika mengambil dari sebuah jasa penyedia ART, pasti orangnya sudah terlatih dan profesional.

Baiklah, nanti aku ngomong dulu sama mas Agam. Mudah-mudahan dia setuju untuk menyewa pembantu, gumam Maira sesaat sebelum taxi yang ia tumpangi berhenti di depan gerbang rumahnya.

"Sudah sampai, Neng." Sopir taxi itu menoleh setelah menghentikan mobilnya dengan sempurna.

"Iya, Pak. Terimakasih, ya." Maira memberikan selembar uang pada pengemudi yang kebetulan memang sudah langganan baginya. Ya, sopir taxi ini memang selalu standby di dekat area perkantoran tempatnya bekerja.

"Sama-sama, Neng. Kalau perlu bantuan, Bapak siap membantu." Sopir yang memiliki nama pak Didin itu berbasa-basi.

Tapi tiba-tiba Maira teringat akan niatnya tentang mencari seorang asisten rumah tangga. Ia lalu menghentikan aktifitasnya yang hendak membuka pintu mobil. Terlihat berfikir sejenak sebelum akhirnya memutuskan untuk mencoba bertanya pada pengemudi taksi itu.

"Oh iya ... Maira ingat, Pak. Gini, Maira lagi berniat buat cari asisten rumah tangga. Belum pasti sih, cuma kalau Pak Didin tau tempat penyedia jasa layanan kayak gitu, tolong kabari Maira ya, Pak!" pintanya dengan tatapan yang sedikit berharap.

"Oh ... pembantu? Neng butuh berapa? Bapak punya banyak kenalan orang baik, Neng. Kebetulan juga, anak dari teman Bapak dikampung ada yang sedang nyari kerjaan. Cuma Bapak bilang, suruh sabar. Di kota besar kayak gini, susah juga nyari majikan yang baik dan nggak semena-mena sama orang kecil. Biar nggak kejadian kayak di TV-TV itu, Neng. Kasian kalau lihat ada pembantu dipukuli atau dilecehkan sama majikan." Pak Didin menjelaskan dengan sopan dan terlihat prihatin pada kalimat terakhirnya.

Sementara Maira terlihat manggut-manggut mendengarnya. Ia sedikit mempertimbangkan. Pak Didin adalah orang yang baik dan jujur, Maira pun beranggapan jika orang-orang disekitar pak Didin pasti juga demikian. Apalagi berasal dari kampung, biasanya orangnya rajin, sopan dan bisa diandalkan.

"Ya udah, gini aja deh, Pak. Maira kan belum bilang sama suami Maira tentang hal ini. Dengan kata lain, ini baru niatan Maira aja. Nanti kalau suami Maira udah setuju, Maira kabarin Pak Didin aja, gimana?" tanya Maira memberi tawaran.

"Baiklah, Neng kalau gitu. Bapak sih terserah sama Neng Maira aja. Kan Eneng yang butuh. Tapi Bapak jamin kok, Neng. Anak teman Bapak ini adalah gadis yang baik dan rajin sekali. Anaknya juga sopan, Neng. Bapak bilang gini karena Bapak udah kenal dekat dengan keluarganya, sama anaknya juga." Pak Didin mengangguk menyetujui tawaran dari penumpangnya sekaligus memberi sedikit penjelasan untuk meyakinkannya.

Maira terlihat tersenyum dan merasa yakin.

"Ya sudah, Pak. Terimakasih banyak, ya. Semoga aja mas Agam setuju, dan ini bisa jadi jalan rezeki buat anak temennya Pak Didin." Maira mengulas senyumnya sebelum akhirnya turun dari mobil taxi yang mengantarnya itu.

"Sama-sama, Neng. Oh ya kembaliannya belum diambil, ini!" seru Pak Didin seraya menunjukkan uang kembalian yang belum sempat diambil oleh penumpangnya yang sudah terlihat mulai menjauh dan membuka gerbang rumahnya.

Sementara orang yang dimaksud kini sedang menoleh dan tersenyum. "Ambil aja, Pak! Buat tambah-tambah."

Pak Didin pun mengangguk sopan dan menangkupkan kedua tangannya sebagai tanda terimakasih sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya untuk menjemput penumpang selanjutnya.

Maira pun kemudian masuk ke dalam rumahnya. Ia membersihkan dirinya dikamar mandi, lalu turun dan memeriksa isi kulkas.

Ia berniat membuat sesuatu untuk menyambut suaminya pulang dari kantor malam ini. Jarang-jarang ia bisa pulang lebih awal seperti ini, jadi ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.

Ya ampun, kenapa nggak ada apa-apa sih? Apa aku seburuk ini jadi seorang istri, sampai isi kulkas habis aja aku nggak ingat. Menepuk keningnya.

Maira menutup pintu kulkas dan menengok jam dinding yang tergantung di dapur.

Masih jam segini, mas Agam pulangnya juga masih lama. Apa aku pergi ke supermarket aja, ya? gumamnya.

Ia lalu naik ke atas dan mengambil ponsel serta dompetnya. Dengan segera ia menekan nomor tukang ojek yang biasa mangkal di depan komplek perumahannya.

Sembari menunggu ojek itu datang menjemput, Maira bergegas mencuci beras dan memasukkannya ke dalam magic com.

Pulang dari kantor nanti suaminya pasti lapar, jadi ia memutuskan untuk masak makanan berat untuk makan malam hari ini.

Tak berselang lama ada panggilan masuk di ponselnya, yang ternyata adalah tukang ojek yang ia pesan tadi.

Maira tak menjawabnya tapi langsung bergegas keluar rumah. Rumah yang tidak terlalu besar ini tidak memerlukan waktu yang lama bagi penghuninya untuk keluar dari dalamnya.

"Ke supermarket, ya Bang!" perintahnya setelah memakai helm dan naik ke atas motor tukang ojek itu.

Tidak perlu berbasa-basi, tukang ojek itu langsung meluncur menuju tempat yang dimaksud. Tempat yang sebenarnya tidak begitu jauh dari komplek perumahan Maira.

Hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit untuk sampai disana.

"Tunggu ya, Bang!" pinta Maira setelah sampai. Ia bergegas melepas helm dan segera masuk ke dalam supermarket. Memilih beberapa sayuran dan mengambil beberapa daging dan ayam yang sudah dikemas. Ia juga membeli beberapa bumbu yang diperlukan. Termasuk bumbu instan juga. Ya, ia memang bisa masak tapi juga bukanlah orang yang pandai betul berkutat di dapur, jadi bumbu instan pasti akan sangat membantu dan memudahkannya.

Setelah membayar di kasir, Maira pun keluar dengan menenteng dua kantong plastik belanjaan. Ia tersenyum dan masih bersemangat untuk segera pulang dan mengeksekusi belanjaan yang baru saja ia beli. Melupakan rasa lelahnya setelah bekerja demi suami tercintanya.

Sepanjang perjalanan pulang, ia tak hentinya mengulas senyumnya. Membayangkan menyiapkan makan malam yang bisa dibilang spesial karena ia jarang sekali bisa menyiapkannya. Senyumnya semakin mengembang tatkala bayangan suaminya yang tersenyum tengah melintas jelas dimatanya.

Terpopuler

Comments

Armi Armi

Armi Armi

cari tu yg agak tuaan, ini mah si meira yg cari penyakit....

2023-02-10

0

DiahCundiyah

DiahCundiyah

gadis ato janda sma za.. pasti akn jdi awal konflik dlm rumh tangga mereka..aplgi klo prempuannya cantik..

2022-01-17

0

Amid Eko

Amid Eko

oh maira kau mengundang badai

2021-11-15

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Perbincangan Pagi
3 Kantor
4 Rencana Maira
5 Makan malam spesial
6 Kedatangan Sita dan Pak Kasim
7 Kapan Punya Anak?
8 Semua hanya ujian
9 Aku akan keluar kota
10 Berangkat lebih awal
11 Awal yang buruk telah terjadi
12 Perasaan Tidak Enak
13 Tidak Ingat Apapun
14 Kepulangan Maira
15 Bekas di Dada Agam
16 Keputusan Sita
17 Sita
18 Bekerja
19 Rekaman CCTV
20 Kesedihan Maira
21 Sita? Mau Kemana?
22 Rasanya semakin sesak bagi Maira
23 Sakit Lambung? Benarkah?
24 Kesaksian Pak Kasim
25 Keputusan Maira
26 Andai Bisa Egois
27 Jujur Pada Keluarga
28 Keputusan Bersama
29 Bertemu Seseorang
30 Ternyata Klien itu ...
31 Pernikahan yang tak diinginkan
32 Mencoba akur
33 Perasaan Khawatir
34 Hasutan
35 Perasaan Sita
36 Dari hati ke hati
37 Kesibukan baru
38 Jangan menangis
39 Ada apa dengan Maira?
40 Apa Hasilnya?
41 Bahagianya bagi mereka dan ...
42 Maira yang minta ...
43 Kamu kenapa, Mas?
44 Keputusan Sita 1
45 Pengumuman
46 Sita
47 Reza & Agam
48 Agam & Reza (2)
49 Agam & Sita
50 Empat Mata
51 Adu mulut
52 Menghilang
53 Kembalinya Sita
54 Ulah Sita
55 Antara Maira dan Sita
56 Harus bagaimana?
57 Ribut!
58 Sebuah tamparan
59 Iklan ... iklan
60 Siapa lelaki itu?
61 Ancaman Sita
62 Penjelasan Reza
63 Cepat bawa ke rumah sakit!
64 Apa yang terjadi?
65 Curahan hati Sita
66 Kamu berhak merasa kehilangan
67 Bahagia dalam porsi masing-masing
68 Makasih
69 Baru netes
Episodes

Updated 69 Episodes

1
Prolog
2
Perbincangan Pagi
3
Kantor
4
Rencana Maira
5
Makan malam spesial
6
Kedatangan Sita dan Pak Kasim
7
Kapan Punya Anak?
8
Semua hanya ujian
9
Aku akan keluar kota
10
Berangkat lebih awal
11
Awal yang buruk telah terjadi
12
Perasaan Tidak Enak
13
Tidak Ingat Apapun
14
Kepulangan Maira
15
Bekas di Dada Agam
16
Keputusan Sita
17
Sita
18
Bekerja
19
Rekaman CCTV
20
Kesedihan Maira
21
Sita? Mau Kemana?
22
Rasanya semakin sesak bagi Maira
23
Sakit Lambung? Benarkah?
24
Kesaksian Pak Kasim
25
Keputusan Maira
26
Andai Bisa Egois
27
Jujur Pada Keluarga
28
Keputusan Bersama
29
Bertemu Seseorang
30
Ternyata Klien itu ...
31
Pernikahan yang tak diinginkan
32
Mencoba akur
33
Perasaan Khawatir
34
Hasutan
35
Perasaan Sita
36
Dari hati ke hati
37
Kesibukan baru
38
Jangan menangis
39
Ada apa dengan Maira?
40
Apa Hasilnya?
41
Bahagianya bagi mereka dan ...
42
Maira yang minta ...
43
Kamu kenapa, Mas?
44
Keputusan Sita 1
45
Pengumuman
46
Sita
47
Reza & Agam
48
Agam & Reza (2)
49
Agam & Sita
50
Empat Mata
51
Adu mulut
52
Menghilang
53
Kembalinya Sita
54
Ulah Sita
55
Antara Maira dan Sita
56
Harus bagaimana?
57
Ribut!
58
Sebuah tamparan
59
Iklan ... iklan
60
Siapa lelaki itu?
61
Ancaman Sita
62
Penjelasan Reza
63
Cepat bawa ke rumah sakit!
64
Apa yang terjadi?
65
Curahan hati Sita
66
Kamu berhak merasa kehilangan
67
Bahagia dalam porsi masing-masing
68
Makasih
69
Baru netes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!