Pelajaran hari pertama cukup membosankan, hanya perkenalan departemen forensik saja. Tetapi aku tidak bisa fokus, aku belum terbiasa dengan bau mayat. Beberapa temanku melihatku khawatir, wajahku pucat pasi sambil terus menutupi hidungku. Aku melambaikan tangan padanya dan tersenyum kecil, mengisyaraktan bahwa aku tidak apa-apa.
"Iya dokter Sultan ada yang mau ditanyakan?"
Aku kaget setengah mati, dosenku didepan tiba-tiba memanggilku.
"Emm... tidak ada dok..."
"Trus kenapa tadi angkat tangan?"
Seluruh kelas tertawa. Sial, teman-temanku itu tidak mengkhawatirkanku. Mereka hanya mencari bahan ejekan saja, untuk mengisi kelas yang membosankan ini. Aku kemudian tertunduk malu. Dan jam pelajaran pun berlanjut hingga siang hari.
Pukul dua siang, sebagian teman kelasku pulang, dan sebagian lagi berjaga, termasuk aku. Sambil melepas jas dokter muda yang menutupi kemejaku sepanjang hari ini -Menaruhnya di meja yang akan aku buat tempat tidur nanti malam- aku menghampiri keempat temanku, tim dokter muda yang akan berjaga malam ini. Jangan kaget, karena kami berjaga hingga esok pagi. Dan, ya, tentu saja, besok pagi masih ada kelas hingga jam dua siang sama seperti hari ini. Sehingga bisa dikatakan aku tidak pulang dari pukul tujuh pagi hari ini hingga besok siang jam dua. Begitulah kira-kira jam kerja seorang Dokter Muda, melelahkan bukan? Tapi ini masih siang, kelelahan sesungguhnya terjadi malam nanti.
Sekitar pukul tujuh malam ruangan kami diketok oleh petugas kamar mayat, mengisyaratkan bahwa ada mayat yang harus di Visum. Segera kami menyiapkan alat-alat yang diperlukan, yaitu Kamera, penggaris, hanscoen, masker, buku catatan dan alat tulis. Kami berlima kemudian masuk kedalam kamar mayat. Begitu kami membuka pintu kamar mayat, bau tidak enak langsung menyeruak menusuk hidung. Tetapi bau ini berbeda, ini bukan bau mayat. Ini bau darah!
Diatas bed besi, terbaring mayat seorang laki-laki tua. Ia mengenakan jaket motor tebal yang robek disana-sini penuh darah. Kecelakaan! Hal pertama yang terlintas di pikiranku. Dengan penuh semangat aku langsung mendekati mayat itu, lebih dahulu daripada teman-teman yang lain.
"HOEEEEEKKKK..."
Aku langsung mual, badanku terhuyung lemas. Kakiku gemetaran, aku jatuh terduduk dengan tangan menapak lantai, menahan punggungku agar tidak jatuh. Seorang teman kemudian menangkapku yang hampir jatuh pingsan itu.
"Tan? Sultan! Santai tan... keluar dulu aja kalau gakuat..."
"I-ii... I-iya bro, haduh, maaf ya..." ucapku lirih sambil terus menutup mulutku.
Dua temanku kemudian membopongku keluar, mendudukukanku di kursi tunggu dekat ruang mayat. Mereka kemudian masuk kembali.
SIAL! Aku tidak kuat melihat kengerian itu. Kepala mayat itu remuk sebagian, wajahnya berlumur darah, dan bola matanya menggantung keluar. Isi didalam kepalanya keluar. Terlihat begitu jelas untaian-untaian otak yang bersemburat sepanjang dahinya. Jenazah itu hampir tidak bisa dikenali. Bau darah menusuk tajam kehidungku, bau seperti besi berkarat –memang darah kita mengandung senyawa besi- membuatku mual seketika.
Meski sebenarnya bau itu tidak sebusuk bau mayat yang membusuk, namun kenapa aku tetap saja mual saat mendekat. Mungkin karena penglihatan, aku masih belum terbiasa melihat mayat. Kemudian terlintas lagi wajah mayat itu di pikiranku. Bulu kudukku berdiri, tulang-tulangku menggigil, jantungku berdetak kencang, aku tidak bisa mengendalikan ketakutanku.
"Takut ya dok?"
Tiba-tiba seorang bapak-bapak menyapaku hangat dari belakang. Aku menatapnya bingung. Wajahnya begitu ramah dan hangat, rambutnya tebal dan terisisir rapi, dengan sorot mata yang sayu. Meskipun bapak-bapak tapi dia terlihat cukup muda, tanpa kumis dan jenggot yang ia cukur rapi. Aku tidak mengenalinya, yang pasti dia bukan petugas kamar mayat.
"Iii... iya... pak..." ucapku sambil gemetaran.
"Hahaha... yasudah tunggu sini aja.."
Senyumnya begitu hangat, bapak ini ramah sekali. Tawa kecilnya menenangkan ketakutanku, seketika gemetarku menghilang. Mungkin karena aku diijinkan untuk tetap diluar sementara teman-temanku mengerjakan visum didalam. Hahaha, jiwa nakalku tertawa, aku tidak harus melihat mayat lagi.
Setelah menenangkanku, bapak dengan senyum hangat itu masuk kedalam kamar mayat, diikuti oleh dua polisi, Eh? Karena terlalu sibuk dengan ketakutanku aku tidak memperhatikan ada dua orang polisi yang mengikutinya dari belakang. Jangan-jangan bapak itu Polisi yang menangani kasus kecelakan. Aduh sial! Aku segera bangkit dan memberanikan diri kembali masuk ke kamar mayat. Aku tidak mau terlihat sebagai dokter muda yang penakut.
Prosedur Visum jenazah gampangnya adalah prosedur untuk mengidentifikasi mayat. Kami mencatat dan memfoto kondisi dan semua atribut yang dikenakan mayat. Semua luka yang ada di badan, juga kami ukur dan catat tanpa terkecuali, disemua regio di badannya. Kami identifikasi setiap jenis luka yang ada di mayat itu, entah itu luka iris, luka robek, luka memar, semua harus kami catat. Visum jenazah ini sangat dibutuhkan polisi, untuk kemudian dibuatkan laporan kepolisian resmi. Visum jenazah tidak dilakukan untuk mencari penyebab kematian, dan tidak digunakan untuk menentukan penyebab kematian. Meski kami semua tau mayat ini mati karena kecelakaan.
Bapak bersenyum hangat itu nampaknya tahu betul cara melakukan visum, ia terlihat mengkomando teman-temanku. Polisi-polisi yang mengikutinya hanya mengamati, sesekali mereka membuka barang bawaan mayat dan mengamatinya. Aku hanya bisa melihat dari jauh sambil ketakutan. Aku malu sekali, aku sama sekali tidak membantu mereka. bahkan teman perempuanku saja tidak takut. Dengan berani ia menelanjangi mayat itu dan mulai memfoto dan mengukur lukanya. Bahkan tanpa ragu ia menyingkapkan mata dan otak yang terbaur itu, agar dapat mengukur luka remuk dikepala. Bulu kudukku merinding melihatnya. Teman-temanku begitu sibuk sehingga mengacuhkanku yang hanya mematung di pojok ruangan.
Biasanya Visum jenazah berlangsung sebentar, namun karena banyaknya jumlah luka pada mayat ini dan aku yang tidak berguna, kami baru menyelesaikannya tepat tengah malam.
Setelelah selesai, aku segera merebut catatan visum dari salah satu temanku yang bertugas mencatat. Aku segera berlari kedalam Ruang Jaga (Ruang Kuliah) kami dan mulai mengetik laporan Visum resmi. Hanya itu yang bisa aku lakukan dalam tim ini, Setidaknya agar teman-temanku tidak marah karena aku tidak membantu. Aku menyisir pelan rambut tipisku yang berkeringat, Jari-jemariku beradu dengan tombol keyboard laptop, dan aku mulai mengetik.
Lukanya begitu banyak, aku sampai habis tiga halaman sendiri untuk deskripsi lukamya. Setelah selesai mengerjakan, aku segera print laporan visum rumah sakit itu, dan kuserahkan pada salah satu polisi tersebut.
Berakhirlah kegiatan visum malam itu. Teman-temanku begitu kelelahan, masih untung hanyasatu visum saja malam itu, biasanya-menurut kakak kelas- kami bisa melakukan dua hingga lima visum jenazah setiap malam. Namun satu itu saja sudah sangat berat.Teman-temanku juga belum terbiasa. Benar-benar jaga malam pertama yang melelahkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Adinda
ternyata begitu ya kerja dokter forensik
2022-06-18
0
fifi
waaaah pemeran utamanya beda
2022-04-03
1
Dewi Indra
X
2021-02-01
1