Bunyi memekik pintu itu sungguh memekakkan telinga. Suara besi engsel -yang sudah tua dan karatan- saling beradu, mengawali pagiku di stase baru Dokter Muda ini. Aku memutuskan untuk membuka lebar pintu tua ruang kuliah forensik itu, agar tidak berbunyi lagi bila ada orang masuk.
Ngiiiik. Seorang temanku yang bertubuh gendut masuk dan menyenggol pintu itu. Pintu itu memekik lagi. Aku menutup telingaku rapat-rapat. Oh aku benci forensik.
Bila ada yang tidak aku sukai di dunia kedokteran ini, itu adalah mayat. Memang, aku selalu menjadi yang pertama ketika ada pasien gawat yang butuh pertolongan, tetapi aku juga menjadi orang yang pertama kabur ketika pasien itu meninggal. Entah mengapa, aku begitu benci, takut, terhadap mayat. Namun agaknya, aku tidak bisa terus menghindar. Dalam dua tahun pendidikan profesi Dokter Muda, kami harus melewati 14 stase atau mata kuliah. Salah satunya adalah stase yang bakalan aku benci ini, Forensik.
Tetapi semangatku membara pagi itu -meski sambil menutup telinga setiap ada teman yang masuk menyenggol pintu- ini adalah stase terakhirku sebelum aku lulus dan jadi dokter sungguhan. Duduk di kursi terdepan, aku membolik-balik halaman buku ajar forensik yang kemarin aku pinjam dari perpustakaan. Bau kertasnya bisa aku cium dengan harum, oh aku suka buku. Tetapi kemudian mataku terbelalak melihat foto-foto mayat yang ditampilkan disana. Masih tidak menyangka aku akan berinteraksi dengan mayat di stase ini. Yah di stase lain pun sebenarnya, aku juga berinteraksi dengan mayat. Namun awalnya mereka hidup, dan meninggal karena penyakit, sedangkan disini dari awal mereka sudah nggak hidup. Tuhan kuatkan aku.
Ngiiik
Tuhan aku sudah nggak kuat. Geramku dalam hati, lantas kemudian pindah ke kursi paling belakang.
Forensik adalah Stase yang berkutat terhadap mayat, kriminalitas, dan kematian. Disini kami bertugas menjaga kamar mayat rumah sakit. Setiap ada mayat yang dikirim dari kepolisian atau warga setempat, kami mengidentifikasinya, melakukan apa yang disebut sebagai Visum jenazah. Kami berjaga 24 jam di ruangan kuliah ini yang letaknya persis di sebelah kamar mayat. Jangan kaget, karena di ruangan ini juga tempat kami tidur, mandi dan makan dan juga sebagai kelas untuk belajar.
Ruangan ini bagus sekali, -kecuali pintu reyot tua berisik itu- luas, dindingnya berwarna biru muda terang. Ada kamar mandi dalam, yang bersih, terawatt, dan tidak bau layaknya kamar mandi pada umumnya. Namun tetap saja, sepertinya aku tidak akan betah tidur disini.
Bau busuk dari kamar mayat sebelah mulai tercium. Baunya seperti telur busuk dicampur dengan bau bangkai tikus, semilir menusuk indra penciumanku. Meski ruangan ini ber AC –aku juga sudah duduk di kursi paling belakang- namun tidak dapat membendung tajam bau busuknya. Mungkin karena aku membuka lebar-lebar pintu reyot itu, Sial! Aku bangkit, sambil menahan mual, kemudian aku menutup pintu itu, dan bergegas menuju ke kamar mandi.
Betapa menjijikkannya, Aku bahkan muntah, dihari pertamaku berjaga ini. Soto ayam Bu Asih yang paling enak se-rumah sakit ini, habis sudah termuntahkan ke kloset WC. Padahal aku sudah rela berangkat lebih pagi demi merasakan makanan wajib dokter muda itu.
Walaupun aku benci mayat, aku tetap tidak mau terlihat malas didepan dosenku, terlebih dokter spesialis forensik itu baik-baik. Namun pada akhirnya aku terlambat masuk kelas karena terlalu lama di kamar mandi. Dan kelas pagi itu pun dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Adinda
memang katanya bau mayat manusia itu paling busuk ketimbang bau bangkai lainnya. jangan sampe nyium deh. hiiii
2022-06-18
0
Diankeren
klo g suka mayat ngpain jdi dokter ??! 🤦🏻♀️
2021-11-29
1
Yulianti Yanti
baru nyoba blm tau
2021-05-21
1