Kata dokter, sore ini aku sudah di perbolehkan pulang dari Rumah sakit. Dan aku senang mendengar hal itu karena aku sudah tidak sabar untuk bekerja lagi.
Aku melihat Avila masuk ke kamar rawat ku sambil menenteng satu keranjang buah buahan di tangannya.
Aku tersenyum ceria kepadanya dan Avila balas tersenyum manis untukku.
"Sudah bisa tersenyum, heum?" tanya Avila yang membuat aku tertawa.
"Harusnya kamu gak perlu beli buah buahan lagi," kataku saat Avila mulai mengupas buah jeruk untukku.
Avila mengernyitkan dahi lalu mendudukkan dirinya di tepi blankar tempatku berbaring.
"Memangnya Kenapa? Buah itu baik buat mempercepat proses penyembuhan kamu, lho," protes Avila sambil mengusap pipiku.
Aku menatap wajahnya dan tersenyum lebar.
"Karena sore ini aku udah di bolehin pulang, Avi," terangku yang membuat dia menjerit senang.
"Alhamdulillah, akhirnya kamu udah di nyatakan sembuh," kata Avila yang entah kenapa membuat aku senang dan sedih secara bersamaan.
Senang karena akhirnya aku bisa keluar dari Rumah sakit setelah di rawat selama kurang lebih satu minggu. Namun sedih ketika mengingat penjelasan dokter yang menyatakan kalau sebelah kakiku akan mengalami kelumpuhan sementara.
Wajahku berubah murung dan Avila yang melihat hal itu langsung menatapku dengan khawatir.
"Ada apa, Aisyah? Apa lukamu masih terasa sakit?" tanya Avila dengan nada khawatirnya.
Aku tersenyum muram lalu mengambil sebelah tangan Avila untuk aku genggam. Aku akan memberitahunya tentang keadaan kakiku sekarang.
"Avi, kata dokter sebelah kakiku yang tertembak peluru itu akan lumpuh untuk sementara waktu," ungkap ku yang membuat Avila menutup mulutnya dengan kedua tangan.
"Ya Allah, kamu harus sabar ya, Aisyah. Aku janji akan selalu ada buat kamu," ucap Avila yang membuat hatiku menghangat.
"Terimakasih, Avi."
"Apa kamu udah kasih tahu kabar ini ke bibi kamu?" tanya Avila yang membuatku menggeleng sedih.
"Aku gak mau beliau khawatir, Avi. Maka dari itu aku rahasiakan keadaan aku sekarang," ungkap ku sambil berusaha untuk tak menangis.
Avila menenangkan aku dengan merangkul kedua pundak ku.
Tak lama kemudian suara Adzan ashar terdengar dari mushola Rumah sakit. Aku lantas melepas rengkuhan Avila dan meminta sahabatku itu untuk mengantarkan aku ke kamar mandi guna membersihkan diri dan mengambil wudhu sebelum melaksanakan sholat ashar.
Setelah selesai sholat ashar di kamar rawat ku, aku dan Avila memutuskan untuk mengemas barang untuk persiapan pulang.
"Aku bingung nih, Aisyah."
"Bingung soal apa, Avi?" tanyaku.
"Soal kendaraan pulang, Syah...aku gak tahu kita mau naik apa untuk kembali ke Villa."
"Memangnya di sini tidak ada ojek atau angkutan umum?"
"Gak ada...waktu itu aja, aku ke Rumah sakit ini di anterin salah satu warga."
"Jadi gimana, dong?"
"Kayaknya kita...." Avila belum menyelesaikan kalimatnya saat tiba-tiba ada suster masuk yang mengatakan kepadaku bahwa ada seseorang yang ingin menjemput aku dan Avila.
"Permisi mbak Aisyah, Anda sudah di jemput, silahkan," ujar suster itu.
'Pasti itu Robbie sama Lee,' pikirku.
"Baik sus, terimakasih ya," balasku
"Sama-sama, Mbak Aisyah," kata suster tersebut sebelum akhirnya keluar dari kamar rawatku.
"Aviii...kita udah di jemput!" teriakku dengan ceria.
Avila malah terdiam sambil menatap mataku dalam dalam.
"Kamu harus janji sama aku," kata Avila yang membuat aku bingung.
"Janji apa sih?" tanyaku heran.
"Siapapun yang jemput kita, kamu gak boleh nolak dan marah, oke?"
"Hahaha..kamu apa-apaan, sih."
"Aku serius, Aisyah."
"Iya..iya deh. Aku janji!"
***
Setibanya di depan Rumah sakit, aku di kejutkan dengan keberadaan Devano yang sedang bersandar di mobil SUV berwarna putih di belakangnya.
"Avi, kenapa ada dia di sini?!" tanyaku dengan suara gemetar menahan emosi.
"Aisyah, kamu udah janji bahwa kamu gak akan marah dan nolak, jadi sekarang kendalikan emosi kamu. Oke?!" peringat Avila yang membuatku sebisa mungkin mengendalikan amarah dalam diriku.
"Astagfirullahaladziim...," sebutku berulang ulang di dalam hati.
"Apa kabar, Asiyah?" tanya Devano yang sudah berdiri di hadapan aku dan juga Avila.
"Aisyah sudah lebih baik dari sebelumnya," jawab Avila mewakili ku.
"Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu..aku senang mendengarnya," ucap Devano.
"Heum, Aisyah, Avila..aku harap kalian berkenan untuk masuk ke mobilku. Aku akan mengantar kalian kembali ke Villa," pinta Devano yang membuat aku heran.
'Dari mana dia tahu kalau aku dan Avila tinggal sementara di Villa?' Aku bertanya tanya dalam hati.
"Gimana, apa Aisyah setuju?" tanya Devano kepadaku yang sejak tadi memilih untuk terus memandang ke tanah.
"Aisyah tak punya pilihan untuk menolak bantuan dari kamu, Devano." Avila menjawab sambil menuntun aku untuk masuk ke dalam mobil SUV putih milik Devano.
***
Dan tanpa terasa kami bertiga sudah sampai di depan bangunan Villa tempat semua teman fotografer menginap. Setelah mobil berhenti Avila dengan cekatan membantuku keluar dari mobil Devano.
Semua rekan fotografer-ku tersenyum menyambut kepulangan ku, dan itu membuat aku tersentuh dan tersenyum untuk berterima kasih kepada mereka yang sudah menyambut diriku yang baru saja terkena musibah.
Kemudian aku berbalik dan menatap Devano yang masih berdiri di depan mobilnya sambil memandangiku dengan raut khawatir.
Aku ingin sekali mengucapkan terimakasih kepada pria itu. Tapi entah kenapa rasanya sangat sulit dan canggung, mungkin aku harus mencoba melatih hatiku untuk berkomunikasi dengannya lagi. Meskipun itu sangat sakit, tapi aku yakin inilah jalanku menghilangkan dendam di hati ini.
Akhirnya aku putuskan untuk berbalik ke arahnya. "Terimakasih banyak atas bantuannya," ucapku dengan susah payah.
Devano menatapku dengan wajah terkejutnya. Namun kemudian pria itu kembali menormalkan wajahnya dan mencoba tersenyum manis kepadaku.
"Tidak perlu berterimakasih, Aisyah..karena dengan inilah caraku meminta maaf kepadamu," ungkap Devano yang kedengarannya tulus. Tapi untuk saat ini aku tak ingin peduli terhadap hal itu, bagiku sekali brengsek tetaplah brengsek.
"Aku harus masuk ke Villa dan sebaiknya kamu pergi dari sini. Assalamualaikum," ujarku dengan sorot mata rapuh.
"Waalaikum salam, Aisyah...aku janji akan berjuang untuk mendapatkan kepercayaan dari kamu lagi," balas Devano.
"Simpan kata katamu itu untuk wanita yang benar benar kamu cintai."
"Dan bagaimana jika wanita yang benar-benar aku cintai itu adalah kamu?" ungkap Devano yang membuat hatiku berdebar dan nyeri di saat yang bersamaan.
"Kamu pembohong! Pergi!" usirku dengan suara setengah menjerit.
"Aisyah kamu kenapa?!" tanya teman temanku yang berkumpul ke arah dimana aku sedang berdiri sekarang.
To be continued ❤️
HAI!!! Jangan lupa di love ya...dan berikan partisipasinya lewat VOTE dan komentar,
Makasih..
🥰🥰🥰🥰🥰
Asyiah Muzakir
16 November 2020
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
meE😊😊
klo aisyah mw balik lg sma devano itu brrti aisyah bner2 bo*oh.. udh ckuo kmu d sakiti aisyah.. d luaran sna psti msh bnyk bhd yg mw sma kmu.. jgn mw jatuh ke lubang yg sama
2021-07-18
1
Reva Zahra
Aisyah kenapa teriak2 Mulu sih 😀
2021-05-28
2
siti aisyah
semangat Thor.....sy masih mengikuti
2021-04-28
3