Aisyah POV
Aku membuka mataku dan melihat Avila yang sedang menangis di sampingku. Dengan perlahan aku menggenggam tangan kanannya yang memeluk lenganku. Avila terkejut dan tersenyum kepadaku sambil mengusap air matanya sendiri.
"Kamu udah sadar? Aku panggilkan dokter, ya," katanya menatapku dengan tatapan khawatir.
Aku menggeleng lalu menahan tangannya untuk memintanya tetap tinggal.
"Aku hanya ingin bertemu dengan orang yang membawaku ke Rumah sakit ini, Vi," pintaku yang ingin berterimakasih kepada seseorang berseragam TNI yang telah menolongku.
Avila tampak ragu, tapi dia tetap mengangguk dan bersedia memanggilkan seseorang itu untuk menemuiku.
Tak lama kemudian Avila datang bersama seseorang yang wajahnya tak pernah ingin aku lihat lagi.
Dia Devano Altair!
Seseorang yang pernah aku cintai begitu dalam sekaligus orang yang paling aku benci di dunia ini.
Aku memalingkan mukaku saat Devano berjalan mendekati blankar tempatku berbaring.
"Aisyah, aku sangat brengsek, aku minta maaf," ucapnya dengan gemetar dan membuatku kembali terluka. Rasanya sakit sekali saat melihat wajah Devano dan kembali mendengar suara bass-nya itu.
Dan apa yang baru saja dia katakan? Minta maaf? Hah, setelah tidak bertemu berapa tahun lamanya baru dia menyadari kesalahannya dan meminta maaf kepadaku?
Apakah baginya mengucapkan permohonan maaf sesulit itu?
"Aisyah, aku sadar kalau aku ini bajingan! Aku telah banyak menyakitimu.Tapi, tolong maafkanlah aku, aku sudah menyesali semua perbuatanku dan ingin mempertanggung jawabkan semuanya," ungkap Devano dengan nada sesalnya yang membuat hatiku semakin terluka.
"Kenapa baru sekarang? Kenapa tidak dari dulu kamu ingin meminta maaf dan bertanggung jawab?!" ujarku yang membuat Devano terdiam mematung penuh penyesalan.
"Mungkin kalau kamu katakan seperti itu dari dulu, aku masih bisa memaafkan mu dan menerima kamu kembali," kataku seraya menahan tangisanku.
"Kamu sudah terlambat, tak ada kata maaf untukmu, dan tidak ada lagi yang harus kamu pertanggung jawabkan," tandasku yang membuat hati ini kembali berdarah. Luka lama yang belum tertutup sepenuhnya kini kembali terbuka dan terasa perih.
Tapi serapuh apapun aku, aku tidak ingin terlihat lemah di hadapan Devano, aku harus tegar dan mengusirnya dari sini.
"Terimakasih atas pertolonganmu, dan sebaiknya kamu segera pergi dari sini!" ucapku yang jelas-jelas mengusirnya dari hadapanku.
"Aisyah, aku benar-benar menyesal dan ingin memperbaiki semua yang sudah aku rusak, aku ingin mempertanggung jawabkan semuanya, Aisyah, aku mohon beri aku kesempatan untuk itu," bujuk Devano seraya menitihkan air matanya.
Aku mencoba mengalihkan pandanganku dan menatap wajahnya yang membuatku tak dapat lagi menahan air mataku untuk tak merembes keluar ke pipiku.
"KAMU TERLAMBAT, DEV! APA KAMU GAK NGERTI, HAH!" teriakku prustasi sembari menatap wajahnya dengan nanar. Dia tersenyum getir, lalu keluar dari kamar rawat ku.
Setelah itu aku menangis dan Avila segera menghampiriku dan memelukku hangat untuk memberi aku kekuatan.
"Dia kembali, Vi! Dia meminta maaf kepadaku! Dia menyesali perbuatannya, dan dengan egois aku mengusirnya di saat hatiku tak berhenti merindukannya," ungkap ku seraya terisak.
Sungguh rasanya tak bisa dijelaskan, aku sangat membencinya, tapi juga sangat merindukan dia. Begitu menyakitkan ketika hatiku dikuasai dua perasaan itu.
"Apa yang kamu lakukan sudah benar, Syah. Kamu bukan egois, kamu hanya berusaha melindungi diri untuk tak lagi terluka," kata Avila seraya mengusap air mataku.
"Robbie sama Lee tadi chat aku, katanya mereka mau jenguk kamu, siang ini," kata Avila mengalihkan pembahasan agar aku tak lagi memikirkan soal Devano.
"Oh, ya?! Aku seneng mereka bisa luangkan waktu buat aku," ungkap ku berusaha sesumringah mungkin.
Avila tersenyum lega melihat wajah sumringah yang aku tampilkan. "Ya, tentu aja cantik, mereka berdua juga khawatir sama keadaan kamu," katanya seraya mengambil sebuah jeruk dan mengupasnya untukku.
"Makasih, Avi. Kamu memang yang terbaik," ucapku dengan tulus.
"Kamulah yang terbaik untuk orang sepertiku," tuturnya yang membuat aku terharu dan merentangkan kedua tanganku untuk meminta pelukannya.
Avila terkekeh melihat tingkahku yang seperti anak kecil itu, tapi dia tidak menolak untuk memberiku pelukan hangatnya.
Akhirnya kami berdua pun tertawa bersama.
°°°°°°°°°
"Hai Aisyah, apa kabar? Udah baikan belum, heum?" tanya Robbie saat sudah duduk di samping blankar tempatku berbaring.
"Alhamdulillah, udah mendingan," jawabku sambil tersenyum.
"Syukurlah, aku khawatir sama kamu dari kemarin Aisyah," ungkap Lee yang duduk di sebelah Robbie.
"Makasih ya, Lee. Udah khawatirin aku," balasku yang di tanggapi senyuman lembut oleh Lee.
"Sama-sama, Aisyah. Kamu sudah aku anggap sebagai sahabatku," ungkap Lee yang membuatku terharu.
"Makasih semuanya, aku gak tahu kalau ternyata kalian perhatian sama aku," ucapku yang membuat Avila mencubit pipiku.
"Kita memang selalu ingin memberikan yang terbaik untuk kamu, Aisyah. Apapun akan kita lakukan demi membuat kamu nyaman," ujar Avila yang di angguki oleh Robbie dan juga Lee.
"Heumm...Aku beruntung punya kalian," ungkap ku terharu dan bersyukur bisa memiliki orang orang yang menyayangiku.
Lalu Avila, Robbie dan Lee duduk berkumpul di sofa dan memutuskan untuk bermain game bersama.
°°°°°°
Author POV
Devano duduk di bangku taman yang sepi, merenungkan semua perkataan Aisyah tadi pagi. Dia menyesal dan merasa bodoh karena kenapa tidak sejak dulu dia meminta maaf kepada wanita itu dan mempertanggung jawabkan semuanya.
Devano bisa melihat ada kebencian dan luka yang teramat dalam di mata Aisyah, saat gadis itu mengusirnya keluar dari kamar rawatnya.
"Maafkan aku Aisyah! Aku memang bajingan yang bodoh! Arrgghh!" teriak Devano yang merasa prustasi dengan segudang penyesalannya.
"Ya Allah, apa yang harus aku lakukan?! Hiks, aku sudah meminta maaf, tapi permintaan maafku ditolaknya. Jika Engkau saja bisa memaafkan dan mengampuni segala dosaku, lalu kenapa dia tidak bisa?" gumam Devano dengan sendu.
"Mirisnya aku," ujar Devano seraya mengacak acak rambutnya.
Tiba-tiba.
"Hai Devan, apa yang kamu lakukan di sini, heum?" tegur seorang wanita bernama Rifa Sherina yang merupakan mantan pacar Devano.
"Hai Rifa, kenapa kau ada di sini?" Devano menoleh ke arah Rifa dan menanyainya balik.
"Kamu kebiasaan, deh. Kalo di tanya bukannya jawab, malah balik nanya," kesal Rifa sembari mendudukkan dirinya di bangku yang sama dengan yang Devano duduki.
"Aku ke sini untuk ketemu kamu, Dev," ungkap Rifa yang membuat Devano mengernyitkan dahi.
"Kamu tahu dari mana aku di Natuna?" tanya Devano.
"Dari temen kamulah. Oh iya, kamu tugas disini untuk berapa lama?"
"Sebulan," jawab Devano singkat.
"Lama banget sih, eh liat, kamu abis nangis ya?" tebak Rifa sambil mengusap mata yang tersisa di rahang kokoh Devano.
"Gak kok. Aku cuma habis cuci muka," elak Devano.
"Bohong! Aku tahu kamu lagi punya masalah, iyakan?!"
"Rifa, aku gak kenap...."
Grepp.
Rifa memeluk tubuh kekar Devano dengan erat, lalu mengusap bahunya dengan lembut.
"Kamu boleh cerita dan share masalah kamu ke aku, mana tahu aku bisa bantu kamu," ujar Rifa.
"Tapi maaf, aku gak bisa! Kita udah lama berakhir dan gak seharusnya seperti ini, Rif," elak Devano dengan tegas sambil mengenyahkan Rifa dari tubuhnya.
"Kamu tega, kamu jahat Devan! Aku masih cinta sama kamu, aku jauh jauh dateng ke sini cuma buat ketemu kamu."
"Gak ada yang nyuruh kamu buat lakuin itu, Rifa," tukas Devano lalu pergi meninggalkan Rifa sendirian.
Bersambung ❤️😊
Jangan lupa di vote dan kasih bintang lima nya ya🙏😊😍⭐Dan masukan juga cerita ini ke daftar bacaan kalian, oke?!
MAKASIH.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
amalia gati subagio
ratu drama cupu pencitraan
2022-09-23
0
Sahril Banong Potabuga Lasene
pasti jadian lagi nie sma aisya duh mls biasa khn novel kyk gtu
2021-09-09
0
Sri Yuniati
apakah rifa jenis ular berbisa 🤔🤔🤔
2021-06-30
1