Sekolah Baru

"Silahkan Nona," ucap Dimas. Bodyguard setia Clara yang membukakan pintu mobilnya. Perempuan yang memakai pakaian putih abu abu itu lalu turun dengan anggun.

Hari ini adalah hari pertama Clara pindah ke sekolah baru. Sekolah bernama SMA Setia Waksa itu berdiri kokoh dengan taman-taman di sekelilingnya. Sekolah tersebut termasuk salah satu sekolah terfavorit di Jakarta yang dinaungi Sasmito group.

"Makasih Dimas," sahut Clara dengan tersenyum manis.

Perempuan berambut panjang dan bertubuh sedang itu kemudian berjalan menuju kantor kepala sekolah bersama dua orang asisten Ayahnya, yang sedari tadi mengikutinya.

"Silahkan masuk Nona," ucap salah seorang asisten tersebut mempersilahkan Clara masuk ke dalam kantor kepala sekolah.

Di dalam kantor, Clara langsung di sambut dengan hangat oleh seorang pria tua yang berperawakan besar.

"Selamat datang Nona..saya Abraham. Kepala sekolah baru disini," ucapnya sambil berdiri menghadapi Clara dengan tersenyum ramah.

"Oh iya.. terimakasih Pak," sahut Clara dengan sopan membalas ucapan sang Kepala Sekolah.

"Silahkan duduk Nona," lanjut Kepala Sekolah tersebut yang mempersilahkannya untuk duduk di kursi tamu yang berada di depan meja kerjanya.

Clara yang saat itu berdiri di depan meja kerja sang Kepala Sekolah itu pun menolak dan langsung meminta izin untuk ke ruang kelas barunya.

"Mari saya antar Nona," ucap Kepala Sekolah tersebut.

"Nggak usah Pak, kasih tau ruangannya aja biar saya jalan sendiri."

"Jangan Nona. Ya sudah sebentar saya panggil wali kelasnya saja," sambung pria tua berpakaian rapi tersebut. Ia pun lalu berjalan menuju ruang guru yang tidak jauh dari ruang kerjanya.

Tidak beberapa lama kemudian, Pak Abraham datang di dampingi seorang pria tampan yang memiliki tubuh cukup semampai dengan pakaian rapi berkemeja biru dan celana panjang berwarna hitam.

"Nona.. Ini adalah Pak Verrel. Dia lah wali kelas Nona sekaligus yang mengajar mata pelajaran seni budaya di sekolah ini," ucap Pak Abraham.

Melihat pria tampan di hadapannya itu. Pandangan Clara menjadi terfokus, matanya tidak berkedip sama sekali. Ia menatap lekat-lekat sang Guru sambil berucap dari dalam hati, "Auranya seperti Pangeran Kaliatu.. aromanya juga seperti Pangeran Kaliatu, apa mungkin... dia adalah...."

"Nona...Nona...?" panggil salah seorang asisten sang Ayah yang berdiri di belakangnya. Clara pun terkejut. Ternyata sedari tadi ia terus memandang pria tampan yang ada di hadapannya itu tanpa menghiraukan siapapun.

"Oh iya.. Maaf saya melamun Pak," ucap Clara yang nampak gelagapan.

"Iya nggak papa Nona. Tolong Verrel, antarkan Nona Clara ke kelasnya," lanjut Pak Abraham. Guru muda bernama Verrel itu pun mengangguk.

"Mari Nona. Saya antarkan," ucap Verrel dengan sopan sambil mempersilahkan Clara untuk berjalan.

"Tolong Pak. Panggil saya Clara saja, seperti murid-murid lainnya," pinta Clara yang merasa sedikit risih karena selalu dipanggil nona oleh Kepala Sekolah dan Gurunya tersebut.

"Baiklah Clara..." sahut Verrel tersenyum manis memandangnya. Clara pun membalas senyuman itu dengan tatapan yang berbinar-binar.

"Nona kami permisi kalau begitu," ucap Asisten sang Ayah yang masih berdiri di belakangnya.

" O..Oh iya..silahkan Pak," sahut Clara yang sekali lagi terlihat gelagapan karena tidak mampu mengontrol perasaannya setelah melihat sang Guru yang berada di sampingnya ini.

Kedua asisten berpakaian rapi ala karyawan kantoran tersebut pun kemudian berjalan meninggalkan Clara, begitupula dengan Pak Abraham yang kembali masuk ke ruang kerjanya. Kini hanya tersisa ia dengan sang Guru bernama Verrel itu.

"Ayo kita ke kelas Clara," ajak Guru muda tersebut.

"Baik Pak," sahut Clara dengan sopan.

Mereka berdua pun berjalan bersama-sama menuju ruang kelas IX Sains yang terletak di paling ujung.

Selama perjalanan menuju kelas tersebut hati Clara terus bertanya-tanya tentang pria di sampingnya itu.

"Apa dia Kaliatu? kenapa wajahnya sedikit mirip Kaliatu? wangi khas bunga xerofa yang keluar dari tubuhnya ini pun seperti wangi tubuh Pangeran Kaliatu," batinnya sambil sesekali melirik sang Guru.

Jantungnya kini mulai terasa berdegup kencang seolah tidak bisa diajak untuk berkompromi, begitu pula dengan peluh dingin yang mulai keluar dari pori-pori kulitnya. Baginya hal ini adalah perasaan aneh yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Tidak lama, sampailah mereka di depan kelas. Clara dan Sang Guru bernama Verrel itu pun berjalan masuk menuju ruang kelas berukuran cukup luas dengan fasilitas beberapa AC dan layar monitor.

Di dalam kelas tersebut sudah ada seorang guru yang sedang mengajar murid-muridnya yang berjumlah 30 orang.

"Permisi Bu Ifa.. kita kedatangan murid baru, biar dia memperkenalkan diri dulu ya Bu.."

"Oh iya silahkan Pak.." sahut guru muda yang terlihat seusia Verrel tersebut.

"Silahkan Clara, perkenalkan diri kamu." Clara mengangguk. Ia pun berdiri menghadap teman-teman di kelasnya.

"Selamat pagi semuanya, namaku Clara Ayunda. Umurku 17 tahun, aku pindahan dari American International High School, aku harap kita bisa menjadi teman baik. Terimakasih." ucapnya dengan lantang.

"Baiklah, sekarang Clara silahkan kamu duduk di kursi nomor dua dipojok kanan ya.." lanjut Verrel sambil menunjuk ke arah sudut dekat dinding.

"Baik Pak." Clara lalu berjalan perlahan dan duduk di tempatnya. Melihat Clara yang telah mendapatkan tempat duduknya tersebut. Pemuda tampan itu pun lalu pergi meninggalkan ruangan kelas.

Pelajaran dimulai kembali. Selama pembelajaran berlangsung beberapa murid laki-laki sesekali mencuri-curi pandang kepadanya. Wajahnya yang sangat cantik dengan kulit putih bersih dan rambut panjang lurus menambah keanggunan dirinya di mata para kaum adam yang ada di kelas tersebut.

Sementara Clara, ia hanya terus fokus memikirkan sang Guru berwajah tampan yang bernama Verrel tersebut.

"Aku yakin dia Pangeran Kaliatu, wangi tubuh dan pancaran emas dari tubuhnya tidak bisa dibohongi. Dia adalah Pangeran Kaliatu," batinnya.

"Clara... jangan melamun," tiba-tiba sebuah suara penuh wibawa menegurnya. Clara pun tersentak kaget.

"Eh iya bu. Maaf," sahut Clara sambil menyengirkan gigi-giginya yang rapi itu.

********

Jam istirahat pun tiba, seketika beberapa anak laki-laki yang ada di kelasnya tersebut mendekatinya dengan gaya keren mereka masing-masing.

"Hey Cantik, boleh minta nomor kamu?" tanya salah seorang teman sekelasnya yang bernama Rudi dengan gaya kerah yang diangkat ke atas serta rambut yang berjambul bak artis 70-an.

Beberapa teman laki-lakinya yang lain pun mendekatinya dengan gaya mereka masing-masing sambil menyodorkan ponsel.

Melihat hal aneh itu Clara menjadi risih.

"Maaf permisi ya.." ucapnya yang kemudian berlari pergi ke luar kelas, meninggalkan sekelompok laki-laki buaya darat tersebut yang masih berdiri memandangnya.

Di luar kelas ia langsung menuju ruang guru, berharap dapat memandang guru tampannya itu sekali lagi. Akan tetapi Verrel tidak dapat ia temukan. Ia lalu terus berjalan kembali memperhatikan setiap tempat.

Saat ia sedang fokus mencari keberadaan Verrel, terdengar suara seorang perempuan muda memanggil namanya dengan volume sedang.

"Clara!"

Clara lalu menengokan kepalanya kearah suara tersebut. Dilihatnya seorang perempuan berwajah imut dengan rambut tergulung berjalan mendekatinya.

"Clara mau kemana?" tanya perempuan tersebut yang ternyata adalah teman sekelasnya.

"Mau keliling liat-liat sekolah aja," sahut Clara dengan santai.

"Oh gitu, ayo aku temenin. Sebelumnya perkenalkan dulu. Namaku Penita," ucap perempuan berwajah imut itu. Ia lalu mengulurkan tangannya. Clara pun lalu menjabat uluran tangan tersebut dengan lembut.

"Senang kenalan sama kamu Penita, ayo kita jalan," ajak Clara diiringi senyuman lembut darinya.

Mereka berdua lalu berjalan bersama-sama melewati beberapa tempat. Seperti taman bunga, kolam ikan, air mancur, perpustakaan besar yang berisi ribuan buku yang semuanya adalah fasilitas luar biasa dari sekolah SMA yang dipunyai oleh Ayahnya tersebut.

"Eh. Pak Verrel kemana ya? kok nggak keliatan?" tanya Clara heran.

"Oh Pak Verrel.. biasanya dia kalo nggak di ruang guru ya di ruang ekskul musik, main gitar atau main piano sendirian," jawab Penita

"Di ruang guru sih nggak ada, mungkin di ruang ekskul kali ya. Aku ada yang ditanyain sama Pak Verrel sih soalnya," lanjut Clara.

"Ya sudah coba kita kesana," sahut Penita. Gadis itu terlihat benar-benar seperti teman yang baik.

Mereka berdua kemudian berjalan menuju ruang ekskul musik, sesampainya di dekat ruang ekskul. Clara dikagetkan oleh banyaknya para siswi-siswi perempuan yang duduk, bolak-balik, dan mengintip-ngintip di depan jendela ruangan tersebut.

"Penita. Mereka semua ini kenapa? kok pada ngumpul disini?" tanya Clara kebingungan melihat hal aneh di hadapannya itu.

"Ya begitulah Clara. Kadang-kadang geng cewe-cewe ini ngumpul disini cuma buat liat Pak Verrel aja. Mereka bilang keren banget liat Pak Verrel main musik," terang Perempuan berwajah imut tersebut.

"Wao populer juga ya ternyata dia.."

"Iya. Kan dia juga masih muda, sekitar 24 tahun gitu, makanya banyak siswi-siswi disini yang tertarik sama Pak Verrel." Clara lalu mengangguk paham.

"Ya sudah, nanti saja Penita. Aku malas kalau terlalu banyak orang begini," ucap Clara yang terlihat tidak bersemangat lagi.

"Iya deh."

kedua gadis remaja itu pun lalu memutar balik tubuh mereka, belum sempat mereka berjalan. kedua gadis cantik itu tiba-tiba saja melihat Ifa, sang Guru matematika yang berjalan lurus melewati mereka berdua.

"Hey! bubar-bubar! istirahat ke kantin semua!" seru Ifa sambil mengibas-ngibaskan kedua tangannya kepada para siswi-siswi yang berkumpul itu.

Mendengar itu Clara pun mengurungkan niatnya untuk pergi, ia lalu membalikkan tubuhnya sekali lagi. Saat seluruh siswi yang berkumpul itu sudah pergi. Guru perempun itu lalu memencet tombol bel di depan pintu ruang ekskul tersebut. Tidak lama kemudian Verrel pun membuka pintu.

"Eh Bu Ifa, ada apa?" sapa Verrel dengan ramah.

"Ini ada surat kontrak dari label musik buat Bapak, tadi baru aja sampai," sahut Ifa dengan lembut sambil tersenyum tipis.

"Makasih ya Bu..oh ya Bu Ifa sudah makan? kalau belum kita bareng aja Bu, kebetulan aku belum ada ke kantin."

Mendengar hal itu ekspresi Ifa seketika berubah, senyumannya menjadi semakin lebar. Kepalanya pun di anggukkannya.

Verrel kemudian mengunci Pintu ruangan tersebut menggunakan Id card-nya. Selesai mengunci ia pun langsung mengajak Ifa untuk pergi.

"Ayo Bu," ajaknya. Saat mulai melangkahkan kakinya. Verrel pun sadar ada Clara dan Penita yang berada di dekatnya.

"Clara, Penita. Sedang apa disini?" tanya Verrel dengan halus.

"Nggak ada apa-apa Pak," sahut Clara yang terdengar lesu itu.

Penita yang mengetahui jawaban Clara itu pun menengokan kepalanya. Ia memandang perempuan cantik itu dengan tatapan keheranan.

"Bukannya tadi mau ada yang dibicarakan?" batinnya.

"Ya sudah Bapak permisi ya."

"Iya Pak," sahut Clara lagi.

Kedua guru muda itu pun berjalan melewati mereka berdua. Seketika saja dada Clara terasa sesak, jantungnya berdegup begitu kencang. Ia pun kemudian meletakkan tangannya ke bagian dada.

"Apa aku cemburu?" batinnya.

Terpopuler

Comments

ARSY ALFAZZA

ARSY ALFAZZA

lanjut like 👍🏻

2021-01-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!