Aku pulang bersama Mama, Mama menasehati dan menguatkan ku.
"Insyaallah ma Nisa akan kuat, sabar dan ikhlas menjalani semua ini demi anak Nisa ma," sanggah Nisa meskipun dia berkata seperti itu tetapi hati tak bisa berbohong.
"Benar kata Mama aku harus kuat demi bayi dalam kandungan ku."
Nisa berfikir mungkin setelah ini dia akan menutup diri dan fokus menjaga anaknya dan takut menikah lagi.
'Aku hanya ingin mencintaimu seorang Mas Andre,' batin Nisa merasa rapuh kehilangan.
"Hu ."Nisa menghela nafas panjang lupakan kelelahannya.
"Nak."tepukan Mama
"Ayo Nisa kita turun," kata Mama Mertua sambil menggenggam tanganku menuntun turun dari mobil.
Aku bersyukur meskipun Mas Andre telah tiada tetapi Mama Mertua masih menyayangiku sama seperti dulu tidak ada yang berubah.
Aku tersenyum lembut kepada mama mertuaku.
" Ma terimakasih karena mama membantu Nisa mengurus semuanya, mama masih perduli dan perhatian sama Nisa," kata Nisa tulus sambil mengusap sisa air mata.
" Fasya adalah anak Mama dan setelah Nisa menikah dengannya secara langsung Nisa jadi anak Mama," balas Mama tersenyum.
Aku memeluk Mama sambil menangis.
" Terimakasih Ma atas semua kebaikan Mama, maaf selama Nisa menjadi menantu Mama belum bisa menjadi yang terbaik dan kalau ada kesalahan Nisa yang di sengaja maupun tidak di sengaja dan menyinggung perasaan Mama, Nisa mohon maaf yang sebesarnya." Ku cium tangan rapuh Mama Mertuaku yang sangat baik ini.
Mama menangis sambil memelukku.
"Ma Nisa pamit," kataku melepaskan pelukan Mama.
Aku berjalan pelan menuju rumah yang penuh dengan kenangan suamiku.
aku berjalan menyusuri setiap langkah menuju semua ruangan, terbayang senyum manis suamiku, tawanya sungguh sangat sulit untuk ikhlas tetapi aku harus bisa.
Ku buka pintu kamarku, aku berjalan menuju lemari ku buka kemari ku pandangi semua pakaian Mas Andre yang tertata rapi di sana.
Ku tutup lemari dan merebahkan diri di ranjang, semua terasa melelahkan buatku.
Semua orang telah pergi kedua orang tuaku dan suamiku, aku sendiri.
Tok tok tok tok
"Bu ada tamu," kata Bik Mirna.
"Iya bik tunggu sebentar," Nisa bangkit dan membenarkan bajuku sambil melihat wajahnya di cermin mengusap bekas air mata.
Nisa keluar menuju ruang tamu.
"Assalamualaikum mbak Nisa," ucapan salam dari seorang di luar.
Aku menoleh melihat ke arah orang tersebut.
"lho Bian kapan datang dari Kalimantan?" tanyaku kepada adik suamiku.
"Alhamdulillah mbak baru sampai langsung kesini, turut berduka Mbak atas kepergian Mas Fasya, yang sabar Mbak semua kehendak yang Maha Kuasa," kata Bian.
"Silahkan duduk Bian, mau minum apa?" tanyaku setelah ku persilahkan Bian duduk.
"Tidak perlu repot-repot Mbak, kandungan Mbak Nisa berapa bulan?" tanyanya.
"Alhamdulillah sudah 8 bulan lebih mau melahirkan," jawab Nisa mantap.
"Semoga Mbak Nisa dan kandungannya sehat sampai hari lahiran," ucap Doa tulus Adik Ipar Nisa dan beberapa kali tersenyum sambil menghela nafas.
Kulihat raut kebingungan di wajahnya
"Mbak maaf kalau kata saya menyakiti Mbak atau kata saya kurang tepat saat ini, saya sudah membicarakannya sama Mama dan Alhamdulillah beliau sudah setuju," ucapannya sambil menarik nafas panjang
Ku lihat raut ketakutan di wajah adik iparku.
" Mbak ijinkan aku menjadi ayah dari anak mbak Nisa dan mas Fasya," pinta Bian.
Deg
Cobaan apa lagi ini, mendengar kata bian aku sungguh binggung mulutku seakan kaku untuk berbicara.
"Mungkin ini terlalu cepat buat Mbak Nisa, kalau Mbak Nisa setuju aku akan menunggu sampai anak ini lahir," katanya menunggu jawaban dariku.
Aku hanya diam terkejut apakah ini takdirku harus nikah dengan adik suamiku, aku harus turun ranjang sungguh rasanya aneh bagiku.
"Maaf Bian, Mbak belum bisa memikirkan hal itu dan Mbak masih belum siap dengan semua ini kepergian Mas Andre secara tiba-tiba membuat ku syok kenyataan ini," papar Nisa.
"Maaf Mbak tetapi tolong pertimbangkan semua ini, demi anak di kandungan mbak Nisa," bujuk Bian meyakinkan Nisa.
"Kalau begitu saya pamit mbak jaga diri baik-baik," imbuh Bian berpamitan dan berjalan keluar rumah.
Deg
Kata itu yang pernah di ucapkan Mas Andre.
Nisa pandangi punggung Bian yang menghilang di balik pintu.
Perawakan Bian lebih berisi dari dulu saat aku bertemu dengannya di acara lamaran dan pernikahanku, dulu Bian kelihatan kurus mungkin karena sekarang pekerjaannya lebih bagus.
Bik Mirna datang membawakan kopi buat Bian.
"lho buk mana tamunya," tanyanya dengan muka mencari-cari.
"Sudah pulang Bik," balas Nisa.
"Nah ini bagaimana Bu sama kopinya," tanya Bik Mirna lagi.
"Bibik minum saja atau bawa ke depan kasih ke Pak Ujang saja," Kataku berlalu menuju kamar. Pikiranku kosong mengingat permintaan bian. Baru saja aku duduk di ranjang hp ku berbunyi, ku lihat siapa yang menelepon ku, ternyata Mama Mertuaku atau lebih tepatnya mantan Mertua ku.
Kuangkat panggilan tersebut ternyata Mama membicarakan niat Abian,
"Ma aku tidak mau membuat Abian terpaksa menikahi ku Ma, pasti Bian mempunyai kekasih yang dia cintai dan Nisa mau fokus dulu sama kehamilan Nisa sekali lagi maaf Ma bukan Nisa menolak tetapi semua ini begitu cepat ," tolak Nisa secara halus.
Baru saja suaminya meninggal dan secepat itu pula Nisa mendapat lamaran dari sang Adik.
"Iya Mama juga mengerti kondisi mu Nak tetapi tolong Nak Nisa pikirkan lagi," pinta Mama.
"Jujur Mama sudah menganggap Nak Nisa sebagai anak Mama sendiri, Mama tidak sanggup kehilangan nak Nisa dan Cucu Mama kalau suatu saat ada yang orang menikah dengan Nak Nisa," jelas Mama
"Terimalah lamaran itu demi menjagamu dan Cucu Mama" pinta Mama sambil menangis di sebrang sana. Aku sungguh tidak tega mendengar tangisnya.
"Ma biarkan semua ini berjalan seiring waktu, Nisa adalah anak Mama dan Cucu yang ada di kandungan ku adalah Cucu Mama kita tidak akan kemana-mana."
Setelah meyakinkan mama mertua ku tutup panggilan tersebut dengan salam.
Sore berganti malam setelah sholat Maghrib aku makan malam bersama Bik Mirna setelah itu aku masuk ke kamar.
Bik Mirna memandang iba kepada majikannya yang baik.
"Bu Nisa orang yang baik semoga Bu Nisa selalu di beri kebahagiaan," ucap doa tulus Bik Mirna.
Waktu berlalu waktunya aku menunaikan ibadah sholat, setelah sholat aku tidur dengan lelap mungkin efek capek karena menangis sepanjang hari.
Tengah malam aku terbangun kala bermimpi mendengar suara Mas Andre membangunkan ku, ku turun dari ranjang berniat sholat istikharah meminta petunjuk nya.
Karena aku tidak tau harus bagaimana ku pasrahkan semua nya kepada-Mu.
Setelah selesai sholat ku lanjutkan tidurku dalam tidurku aku bermimpi melihat suamiku tersenyum manis melambaikan tangannya.
"Nisa ku titipkan Anak dan Adikku kepadamu, sayangilah dan jaga mereka," kata Andre kepada Nisa membuat Nisa terbangun dengan nafas memburu.
Nisa mengambil air minum di meja samping tempat tidur.
Ku ingat kata-kata Mas Andre, ku pikir lagi mungkin ini lah takdirku harus menikah lagi dengan adik suamiku.
Inilah Takdir Turun Ranjang.
Aku harus ikhlas setelah badai pasti akan ada matahari bersinar terang seperti kehidupanku saat ini.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
M⃠∂я𝓦⃟֯𝓓🆁🅰🅹🅰Riᷯsͧkᷜyͥ⁴ᵐ❤
niat yg bgus,tpi apakh gsbaiknya stelah hbs msa iddah y
2022-06-14
0
M⃠∂я𝓦⃟֯𝓓🆁🅰🅹🅰Riᷯsͧkᷜyͥ⁴ᵐ❤
apakh ini yg dktakan turun rnjang👀
2022-06-14
0
💜⃞⃟𝓛 νισℓαͥρͮυͥтᷜяͧι
numpang lewat ya Kaka🤭🤭
2022-06-13
1