~Berawal dari Bujukan Sahabat

Sebelum Kejadian Buruk Terjadi

Setelah mengikuti perkuliahan, aku melanjutkan aktivitas bekerja di toko. Seperti biasa, aku melayani pelanggan yang mau memesan undangan. Memperlihatkan contoh undangan yang telah dicetak dari toko kami. Memberi penjelasan dan menarik minatnya untuk memesan di toko kami. Jika berhasil, aku akan lembur dengan gaji yang lumayan bisa menambah tabungan membayar biaya kuliahku.

Ada banyak pelanggan hari ini membuatku sangat sibuk. Di toko ini kami sudah memiliki peran masing-masing. Peranku sebagai konsultan bagi orang yang mau membuat undangan terbaik untuk acaranya.

Jam sudah hampir menjelang magrib. Toko hanya buka sampai jam enam sore. Aku pun bersiap untuk pulang kembali ke kosan.

Baru saja merapikan kertas yang berserakan, suara dering telepon dari tas ranselku berbunyi.

Panggilan datang dari kak Alea. Ada apa ya?

[Assalamualaikum, iya kak? ada apa ya?] tanyaku penasaran.

[Kamu dimana, dek?] tanyanya menanyakan keberadaanku.

[Saya masih di tempat kerja, sebentar lagi akan pulang]

[Kalau begitu, kakak tunggu di kosan ya] ucapnya lalu menutup telepon.

Aku semakin penasaran. Tidak biasanya kak Alea menelpon dan menanyakan keberadaannya. Apakah ada sesuatu yang penting? Batinku semakin penasaran.

Setelah pekerjaan selesai, aku berpamitan dengan koh Acan sang pemilik toko.

Laju motor lebih cepat dari biasanya. Aku khawatir kak Alea sakit dan butuh bantuan. Suara di telepon tadi terdengar panik.

Setelah tiba, aku membuka pagar lalu memarkir motor di tempatnya kembali. Tak lupa pintu pagar kututup rapat lalu mempercepat langkah menaiki anak tangga.

Setiba di depan kamar, aku membuka pintu dan menjelajahi ruangan. Kak Alea sedang di kasurnya. Dia sudah dandan cantik seperti akan pergi ke suatu tempat.

Melihatku datang, dia lantas menyimpan gawainya dan meminta duduk di sampingnya.

"Aku butuh bantuanmu, Ann," ucapnya panik seperti sesuatu tengah terjadi.

"Ada apa kak Al?" dahiku mengkerut penasaran.

"Kamu ... kamu bisa gak ikut kak Alea ke suatu tempat. Begini, kak Alea tadi ada janjian sama teman. Hanya saja dia berhalangan hadir. Kak Alea kebingungan mencari penggantinya, waktunya sudah sangat mepet, Ann karena kakak sudah terlanjur menggunakan uangnya."

"Kemana, kak?" aku makin penasaran kemana akan dibawa.

"Kamu akan tahu nanti. Sekarang pertanyaannya kamu mau bantu kakak gak, Ann?"

"Oke, iya kak Al. Tenang dulu kak. Aku akan bantu kakak. Hanya saja, aku penasaran tempatnya itu seperti apa? dimana?" aku tak kalah cerewet menanggapi permintaan kak Alea.

"Tempatnya itu semacam kafe gitu, Ann. Tenang saja, ini tempatnya aman. Jadi jangan khawatir," ucapnya berusaha meyakinkanku.

"Aku sebagai apa?"

"Se-bagai, se-se-bagai ... " kak Alea berpikir keras mencari jawaban, menambah rasa penasaran dan kekhawatiranku.

Kring kring

Telepon kak Alea berbunyi

[I-iya, ini mau kesana. Tunggu, ya tunggu saja] ucap kak Alea gugup. Tatapannya mencurigakan tapi berusaha aku tepis.

"Ayo, Ann. Kita berangkat," Kak Alea menarik tanganku, tapi aku melepasnya. Rasaku ganjal kenapa mendadak seperti ini.

Wajahnya mengiba kepadaku sekali lagi sehingga aku mengiyakan dan nurut saja apa kemauannya.

~~

Motor melaju kencang. Aku duduk sambil memeluk pinggang kak Alea. Aneh kenapa kak Alea terlihat gusar. Ku lihat wajahnya di kaca spion. Aku belum bisa menebak apa dan mengapa tiba-tiba kak Alea memaksa ikut. Bahkan aku juga tidak tahu mau kemana sebenarnya.

Semakin lama, semakin gelap kami menyusuri tempat dan perjalanannya. Mau kemana?

Remang-remang dan tak ada cahaya yang bisa menyilaukan sepanjang perjalanan. Minimal aku bisa menebak arah tujuan Kak Alea kemana sebenarnya?

Hingga semakin masuk ke dalam gang, rasa penasaranku mulai terjawab. Suara alunan musik semakin lama semakin terdengar. Orang kanan kiri dengan pakaian minim berjalan tanpa malu menggandeng pasangannya.

"Kak Al, kita nggak nyasar 'kan? Kenapa kita tempat begini?" tanyaku saat turun dari motor.

"Maafkan kakak ya, Ann. Aku tahu kamu itu perempuan agamis. Tak sepantasnya aku membawamu kesini. Tapi, tapi kakak sudah terlilit hutang dengan seseorang."

"Hutang? Lalu apa hubungannya denganku?"

"Gini, Ann. Maaf, mungkin kakak gak punya banyak waktu menceritakan ke kamu bagaimana awal mulanya. Kakak terlilit hutang dengan nominal banyak. Kakak tak punya siapa-siapa dan hanya punya kamu."

"Terus?"

"Kakak minta maaf, bisa kan kamu tolong kakak kali ini saja. Ada seseorang yang akan bertemu denganmu nantinya. Aku menj**lmu dengannya."

"Astagfirullah, kak Alea."

"Kali ini bantu aku, Ann. Siapa lagi yang bisa menolong kalau bukan kamu."

"Atau gini aja, aku bisa minta dia menikahimu lalu kalian sah menjadi pasangan suami istri. Bukankah begitu lebih baik, Ann."

"Aku gak tau harus berucap apa kak. Tega sekali kak Alea begini. AKU GAK MAU!"

"KAU HARUS MAU! please Ann, kau harus mau bantu aku kali ini saja. Gimana bisa hutangku lunas kalau..."

"Dengan menggadaikan aku ke pria hidung belang?! Iya?!!! Hutang kak Alea lunas tapi gimana dengan aku?"

"Aku akan gantikan nominal berapapun kamu minta. Tapi nggak sekarang, Ann."

"Aku mau pulang!"

"Nggak, Ann. Kamu harus tetap disini orangnya sudah nunggu."

"Hah! Kenapa gak kak Alea saja yang menggadaikan diri. Kenapa harus aku yang dikorbankan?"

"Karena dia mau perempuan baik-baik. Sementara aku? Kau tau aku gimana, hidupku nggak karuan harus kerja di dunia kelam begini."

Aku terisak. Badanku gemetar. Rasanya ingin pergi tapi kakiku kaku.

"Maafkan kakak, Ann. Tapi, demi kakak, tolong bantu kakak malam ini saja. Selanjutnya terserah padamu, Ann. Kamu mau benci kak Alea, silakan. Itu hakmu, tapi ... " mulai mengeluarkan air mata menambah kekacauan dalam pikiranku.

"Tapi apa kak?" Aku mengguncang tubuh kak Alea.

"Tolong layani pria hidung belang, malam ini, Ann. berikan mahkotamu untuknya Ann. Kita sama-sama perempuan. Hidup di kota ini sangat susah mendapatkan uang halal. Tempuh lah jalan ini Ann demi kamu bisa bayar biaya kuliahmu," ucap kak Alea tanpa dosa.

"Nggak! NGGAAAK!!!!" Aku mundur perlahan menjauhi tubuh kak Alea. Namun perempuan itu semakin maju.

Aku masih ada kesempatan untuk berlari di tengah kegelapan. Minimal aku ada usaha menyelamatkan diri.

Satu, dua, tiga

Aku berbalik badan menuju jalan gang kecil pada saat masuk tadi, lalu berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat jahanam tersebut.

Tanpa malu dengan tatapan orang sana, tanpa rasa gentar sedikit pun aku berlari mencari jalan keluar. Tanpa tahu jalan apa yang kutempuh sekarang. Hanya ada gelap pekat di sepanjang mataku. Aku berusaha berlari sekuat tenaga mengalahkan rasa takutku. Jika perlu lebih baik meregang nyawa malam ini daripada harus melepaskan mahkotaku demi nafsu birahi laki-laki hidung belang.

Aku merasakan ada yang mengejar dari belakang. Ternyata Alea membawa pasukan. Suara pria yang meminta menghentikan langkahku. Disusul suara Kak Alea memerintah seseorang untuk terus mengejarku. Dimana hati nuranimu kak? Aku dengan separuh nyawa terus berlari. Bergantung pada keajaiban Tuhan agar bisa menyelamatkanku. Air mata dan peluh menyatu membasahi sekujur tubuh. Aku terus berlari kencang, hingga tak sengaja melihat derum besar di sebelah kanan, saat keluar dari gang sempit tersebut. Langsung saja sigap berlari ke arah sana lalu bersembunyi di belakangnya.

Gemetar berlindung di sana. Tempat yang tidak aman sama sekali. Namun percaya sepenuhnya bahwa Tuhan Maha Melindungi. Suara pekik memencar sedang mencariku. Kak Alea berteriak untuk menelusuri segala tempat agar jangan sampai lolos. Aku menggigit bibir, memejamkan mata berharap tengah bermimpi buruk. Masih terbayang suara lembut kak Alea yang selalu membangunkanku saat tertidur. Mengelus rambutku. Menganggap bahwa aku adalah adiknya. Mengapa kamu seperti ini kak?

Suara mereka perlahan menjauh, semakin jauh lalu hening. Tak ada lagi suara kak Alea yang meneriaki anak buahnya untuk mengejar ku.

Mataku mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru lokasi. Memastikan makhluk tak berhati itu telah pergi dari tempat dia berdiri.

Tak ada siapa-siapa selain aku dengan segala kelusuhan di sekujur tubuh sambil memeluk lutut begitu erat.

Hingga suasana benar-benar aman, aku mulai menumpahkan bulir airmata kesedihan sekaligus kekecewaanku.

Kak Alea, sosok wanita cantik yang tak alpa membangunkan subuh ternyata hanyalah topeng selama ini. Tak menyangka inilah pekerjaan sampingan yang dimaksudkan kepadaku. Dengan pundi-pundi rupiah yang ditukar menjadi tubuh yang terasa lelah.

Aku masih terus terisak di balik derum besar yang tak jauh dari club malam itu. Masih takut melangkah pergi karena mereka pasti masih mengintaiku dengan segala caranya.

Dan Tiba-tiba dari arah belakang seseorang memegang lenganku. Aku diseret kembali ke tempat tadi. Aku teriak tapi kekuatanku sudah habis. Tak ada kekuatan untuk melawan, tapi aku percaya Tuhan tidak tidur.

~~

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!