Tiga Tahun Berlalu

Hati saya menghangatkan dan rasa bangga menghampiri setiap celah yang ada dalam kehidupan saya.

Tiga tahun telah telah berlalu, menjadikan saya sebagai seorang arsitek yang sangat handal, seperti sekarang, ibu dan ayah akan berbangga karena anaknya memenangkan satu kontrak besar yang akan membuat hidupnya berubah.

Kontrak kerjasama saya pada beberapa perusahaan terkemuka dan beberapa pembisnis properti sukses membuat saya dan hidup kedua orang tua berubah.

Sekarang saya bisa menikmati hasilnya, namun satu hal yang sedikit mengganjal disini, rasanya jika seorang pria sukses tidak menemukan tambatan hati berarti bukan pria sukses yang sebenarnya bukan?

Sore hari ini hujan turun dengan lebatnya di Indonesia, sementara saya, profesor Brich dan Mr Edward serta beberapa orang temanya sedang berbincang di salah satu cafe di sebuah mall besar, kami berbincang tentang beberapa perusahaan termasuk tentang kebangkrutan IMB.

"Tuan Audrey sendiri bagaimana?" tanya teman profesor Brich.

"Saya masih melajang, dan ya... sepertinya saat ini saya sudah harus mencarinya." ujar saya sedang wajah seceria mungkin.

"Audrey, kau baru berusia 30 tahun, dan sudah secemerlang ini, saya akan mencarikan mu jika kamu mau, saya punya keponakan yang sangat cantik dan saya rasa akan cocok dengan mu." ujarnya lagi.

"Terimakasih tuan saya tidak mau merepotkan, tapi jika hanya untuk berkenalan menurut saya bukan hal yang besar." ucap saya santai.

Seorang perempuan bertinggi badan kurang lebih 166 cm, dengan sepatu hills nya itu datang menyapa tuan Anderson, tuan yang sedari tadi menanyakan banyak hal tentang ku.

"Paman? kenapa kau ada di sini? kau tidak bilang pada ku?" tanyanya.

Saya sedikit familiar dengan suara ini, saya sedikit meliriknya dan saya mengenali dirinya.

"Tuan Audrey, ini dia keponakan saya, namanya Blevin Victoria Clark, dia adalah anak dari adik saya." ucap tuan Anderson.

Mencoba untuk menenangkan suasana hati, saya mencoba untuk pura pura tidak mengenalnya.

"Audrey Aulia Januardy." ucap ku halus dan sedikit dingin.

Mata emerald nya menatap tidak suka pada saya, bagaimana bisa dia pura pura biasa saja padahal dia sangat membenci ku.

"Nona, Blevin begitukah saya bisa menyapa anda?" saya bertanya dengan senyuman angkuh yang hanya ku tunjukan untuknya.

"Jangan pernah menyapa ku!" ucapnya kasar.

"Maafkan keponakan saya tuan Audrey, dia memang sedikit liar jika bertemu dengan pria tampan." ucap tuan Anderson dengan nada bercanda.

Lalu sambil menunggu waktu makan malam, saya menghubungi Haruka, sejak kepulangan saya ke Indonesia saya belum menemukan dirinya.

"Hallo, Haru?" saya bertanya, tapi saya kaget saat pria yang menjawab sambungannya.

"Mau apalagi kau menghubungi Haruka, dia telah sah menjadi istri saya, saya minta jangan pernah menghubunginya lagi."

"Maaf tuan, tapi saya hanya ingin mengetahui kabar darinya." namun ponsel saya seketika mati karena daya baterainya habis.

Waktu telah menunjukkan makan malam, kemudian pelayan menyajikan hidangan di atas meja, tidak berubah, Blevin masih menyukai hidangan itu.

Matanya tidak beralih kemana pun dia masih mengintimidasi saya dari jarak 2 meter.

"Be, nanti kau akan pulang di antar oleh tuan Audrey, kau tidak keberatan kan?" tanya tuan Anderson.

"Apa? tidak paman, aku akan pulang bersama Zain, dia ada disini." ucapnya menolak.

"Paman kan sudah pernah bilang, Zain itu tidak baik untuk mu, lagi pula apa bagusnya anak itu? sudahlah dia tidak akan membuat mu bahagia." ucap tuan Anderson dengan ketidak ramahan dirinya pada pria bernama Zain.

"Paman, Zain itu pria baik-baik, dia selalu mengerti apa yang aku inginkan, lagi pula dia juga seorang artis yang sukses." ujar Blevin syarat akan emosi, entahlah mungkin karena keberadaan saya yang membuat tensinya sedikit tinggi.

"Paman lebih suka kau menjalin hubungan dengan seorang pria yang memiliki perusahaan sendiri, atau memiliki pekerjaan tetap!" Jawab tuan Anderson.

"Artis adalah pekerjaan tetap paman! kenapa paman selalu saja memandang rendah Zain, padahal Zain selalu berperilaku baik terhadap keluar ku mau pun diriku." jawabnya lagi, kali ini dia menaruh peralatan makannya di meja.

"Itulah sebabnya paman tidak suka, dia selalu menuruti semua kemauan mu, sementara kemauan mu terkadang menjerumuskan dirimu sendiri!" perkataan tuan Anderson sangat menyayat hati sekarang, oh no... mereka membuka aib seseorang di meja makan.

"Tuan Anderson, bisakah membahas hal lain, tentu tidak etis jika membicarakan orang lain di luar lingkaran kita." saya menyangkal.

"Kembali ke topik, bagaimana dengan perusahan tuan Diego saat ini tuan?" saya beralih.

"Diego sedang mencari arsitek yang cocok untuk kantor barunya, dia belum menemukan seorang pun yang bisa memenuhi keinginannya, untuk itu saya datang untuk menyerahkan rancangan ini, siapa tau kau berminat." ucap tuan Anderson, dirinya menyerahkan selembar dokumen berbentuk denah dan perincian bangunan yang cukup jelas.

"Sebenarnya ini kemauan yang cukup mudah, namun dalam pengerjaannya butuh waktu dan ketelitian, kapan saya bisa bertemu dengan tuan Diego?" tawar ku.

"Jika kau setuju maka saya akan memperkenalkan dirimu padanya lusa, sekalian membahas tentang gedung baru saya yang sudah berjalan." jawab tuan Anderson.

Saya kembali mengingat ponsel yang mati, dan baru saja pelayan restoran mengembalikan ponsel saya yang sudah terisi daya penuh.

"Tuan, ini ponsel mu." ucap sang pelayan sambil menyerahkan ponsel ku dengan senyuman ramah

"Terimakasih dan ini untuk mu." ucap ku seraya membuka dompet dan memberikan uang berwarna pink satu lembar.

"Tidak usah tuan." tolaknya.

saya tersenyum dan memaksanya.

"Anggap saja uang tips karena pelayanan yang anda berikan sungguh membuat kami puas." ujar saya dan pada akhirnya dia mengambil uang itu.

"Ternyata selain ramah Audrey sangat Pemaksa." itu Mr Edward yang berbicara.

"Memaksa untuk sesuatu hal yang positif tentu tidak akan menjadi masalah bukan?" ujar profesor Brich.

"Tentu memaksa adalah suatu hal yang tidak baik dan segala sesuatu yang dipaksakan akan berjalan dengan tidak baik." Blevin mulai beradu pendapat, ayolah ini yang ku tunggu sejak tadi wanita cerewet.

"Kau pernah melihat seorang anak belajar berjalan nona, dia akan selalu memaksa dirinya berjalan, dia terjatuh, tapi pada akhirnya dia akan bisa berjalan, dan kau pernah melihat anak kecil belajar main sepeda, dia memaksa dirinya agar bisa berkendara, dia jatuh, tapi dari sana dia akan bisa berkendara, jangan selalu melihat sesuatu dari sisi negatifnya nona, coba lihat dari positifnya, dari kerja kerasnya bukan dari sebuah paksaannya." aku menentang semua teori yang di sampaikan oleh Blevin dan gadis itu diam tidak menjawab lagi.

Blevin, Blevin gadis lugu tiga tahun lalu yang dengan beraninya menentang dan mempermalukan ku, lihat saja permainan masih berlanjut Blevin.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!