Ditengah ruangan yang dindingnya dihiasi oleh helaian sutra berwarna merah darah, duduklah seorang pria tua berjanggut. Pria itu duduk di atas singgasananya dengan tegak. Di atas rambutnya yang sudah memutih, ada sebuah mahkota emas dengan batu rubi merah yang melingkar di kepalanya.
Ia adalah King Oxeza Amberstone, Raja pemimpin Kerajaan Amberstone, dan nama wilayahnya tentu saja diambil dari nama besar silsilah keluarganya. Pria itu menyibakkan jubahnya ke belakang, kemudian memukul tongkatnya ke tanah.
“Lord Matthias!”
Seorang pria muda yang kira-kira berusia 20 tahunan langsung menghadap King itu. Ia menunduk dan memberi hormat. Saking terburu-burunya, poni rambut hitamnya tanpa sengaja menusuk matanya. Namun, ia harus menahan diri untuk tetap menunduk sebelum Kingnya itu memberi perintah selanjutnya.
“Saya, Lord Matthias, siap menghadap Anda, Yang Mulia King.”
"Dimana putraku, James?" Tanya King dengan suara menggelegar. Para pengawalnya yang berjaga di sisi pintu masuk langsung ikut menunduk karena ketakutan. Wajar, karena tatapan mata sang King yang tajam membuat siapapun berpikir bahwa nasib mereka hanya berada di ujung pedangnya.
"I...ia... sepertinya sedang berada di-"
"Aku tidak mau mendengar jawaban yang tidak pasti!" Pria itu kembali memukul tongkatnya ke tanah. Ia lalu menoleh ke sisi kirinya, dimana terdapat kursi bersandar lainnya yang sekarang telah kosong. Kursi milik sang Queen, istrinya.
"Apakah Queenku masih sakit?" Tanyanya lagi, kali ini dengan suara parau. "Bagaimana kata dokter kerajaan?"
"Ka... kata Lord Bryant, sepertinya sang Queen sedang hamil..."
"Hamil?!" Wajah sang King langsung berbinar-binar. Ia langsung membayangkan wajah calon anaknya yang pastinya akan rupawan seperti dirinya. "Sudah berapa lama? Apakah ia seorang Prince?"
"Ha...hamba kurang tahu," balas Lord Matthias dengan gugup. "Lord Bryant baru berhasil mendeteksi adanya janin pada rahim Queen kemarin. Jadi untuk gender, tidak ada yang bisa mengetahuinya."
"Kuharap ia seorang Prince." Sang King mengetuk-ngetuk jarinya di pegangan kursinya. "Meskipun aku memiliki tiga orang putra, tidak ada salahnya untuk mendapat satu lagi."
Lord Matthias tampak ingin mengatakan sesuatu. Kau melupakan satu putrimu, Princess Sophie.
"James pasti sedang menjenguk istriku. Putraku yang satu itu memang hatinya terlalu lembut." Sang King menggeleng-geleng pasrah. "Bawa dia ke hadapanku. Aku harus membicarakan suatu hal penting dengannya."
"Baik, Yang Mulia King," kata Lord Matthias sebagai tangan kanannya sebelum ia menghilang.
***
Lelaki muda yang baru berusia 19 tahun itu berjalan memasuki ruang singgasana sang King. Ia adalah sosok rupawan yang digilai oleh semua wanita, bahkan lelaki pun juga terpana oleh ketampanannya. Ia memiliki warna rambut pirang dan bola mata merah, sangat langka karena hanya anggota kerajaan yang mewarisi warna bola mata itu.
Pintu besar dibuka dari dalam setelah Lord Matthias mengetuknya, kemudian ia bisa melihat Ayahnya sendiri di tengah ruangan.
Prince James berjalan menyusuri karpet merah yang sejak istana ini didirikan memang sudah dipasang. Uniknya, karpet tersebut tidak usang dan masih terkesan baru.
"Yang Mulia King," sapanya sambil menunduk. "Ada apa memanggil saya?"
"Prince James Oxeza Amberstone, putra keduaku," sapa Ayahnya dengan nada datar.
Memang, Ayahnya ini paling sedikit tertarik dengannya, selain karena ia bukan pangeran pertama dan tidak akan meneruskan takhta kerajaannya, Ayahnya tidak menyukai sifatnya yang penyabar dan lembut. Menurut sang King, seorang pemimpin perlu bersifat tegas dan ditakuti oleh semua orang.
"Lord Matthias dan para pengawalku, kalian semua boleh meninggalkan ruangan. Aku perlu berbicara empat mata dengan Prince James." Tanpa berpikir, semua orang langsung menuruti kehendak Kingnya itu.
Setelah terdengar bunyi pintu yang tertutup rapat, James berdiri tegak dan menatap langsung mata Ayahnya yang sudah keriput.
"Kau sudah tahu kenapa aku memanggilmu, James," katanya lagi, kali ini sedikit lembut. Biasanya kalau Ayahnya menggunakan trik ini, artinya ada sesuatu yang harus ia penuhi.
"Ya, Ayah. Terkait pemilihan calon istri untukku." Perut James langsung mual begitu ia berkata demikian. Padahal ia masih ingin menikmati masa mudanya. Ia tidak mau dijodohkan begitu saja dengan seorang Lady keluarga bangsawan yang tak dikenalnya.
"Lebih tepatnya, kita akan membahas mengenai pesta pertunanganmu." Sang King sudah tersenyum penuh harapan kepadanya. James dibuat terkejut karena Ayahnya jelas sudah merencanakan sesuatu yang tak diketahuinya.
"Pesta pertunangan? Kalau begitu, apakah Ayah sudah memilih calon istriku?"
"Ya. Dia adalah Lady Evaline Jewelmoon, putri cantik Lord Lucas Jewelmoon."
"Keluarga Jewelmoon? Keluarga bangsawan terkaya yang maju dibidang perhiasan asli Jewelmoon?"
"Ya." Sang King tampak puas mendengar penjelasan putranya. "Aku senang kau sudah mengetahui latar belakang keluarga Evaline. Dengan begitu, ia adalah istri yang pas untukmu."
"Aku..." James tahu ia tidak boleh membantah. Mungkin ia harus coba merayu Ayahnya sekarang, mumpung tanggal pertunangannya masih lama.
"Bagaimana dengan masalah utama kerajaan kita? Kita masih belum memperoleh banyak informasi terkait kelompok penjahat yang sudah membuat rakyat kita menderita."
"Maksudmu Sapphire Blood?" Sang King malah tertawa terbahak-bahak. "Asal mereka tidak mengancamku, memangnya aku harus mengurus mereka?"
James mematung, tidak yakin bahwa pendengarannya bekerja dengan normal. "Ta-tapi, rakyat kita sudah dibuat ketakutan karena mereka-"
"Rakyat bisa menjaga dirinya sendiri. Kau pikir aku tidak ada kerjaan lain selain mengurus sebuah komplotan yang sudah beratus-ratus tahun berdiri? Buktinya, aku masih bisa duduk di takhta ini sekarang."
Ayah memang gila, pikir James kesal. King macam apa yang tidak mau berusaha sedikitpun untuk membasmi ketakutan dan aib terbesar kerajaan ini?
"Lord Matthias!" Teriak King Oxeza itu. "Kau sudah bisa bawa masuk sang Lady!"
James bergeming. Tidak ada yang memberitahunya bahwa calon istrinya sendiri sudah berada di istananya untuk menemuinya.
Pintu terbuka, dan James mengatur pernapasannya agar tidak gugup. Saat ia yakin penampilannya sudah yang terbaik, ia memasang senyuman manisnya dan berbalik badan.
Namun yang dilihatnya bukanlah Lady Evaline, calon istrinya, melainkan Lord Matthias dengan muka panik dan bermandikan keringat.
"King! Gawat!" Ia bahkan tidak memberi hormat seperti biasanya. "La-Lady Eva...line... dia...me-meng-"
"Bicara dengan baik!" Kata sang King. "Aku tak dapat memahami perkataanmu, Matthias."
Pria itu menarik napas dalam-dalam, hendak membuka mulut dan melanjutkan ucapannya. Namun tangannya tidak kuasa menyembunyikan rasa panik.
James tak dapat menahannya lagi. Ia tak pernah melihat pria itu begitu panik. Maka ia menghampirinya dan menepuk bahunya.
"Ada apa, Matthias?"
"P-Prince James," katanya sambil tertunduk, tidak berani memandang langsung matanya. "Ini buruk sekali. Se-sepertinya aku harus berbicara langsung kepada King."
"Apakah ini tentang Lady Evaline? Karena aku berhak mengetahui kondisi calon istriku," katanya dengan gagah dan mantap.
Mata Matthias terbelalak, dan ia mengangguk tanda mengerti. "Calon istri... ya. Sepertinya Anda benar, Yang Mulia Prince."
"Cepat katakan apa itu, Matthias," kata sang King, kini mulai tak sabaran. Ia sudah menggenggam ujung pedangnya.
"Tadi... aku mendapat kabar terkini sang Lady, langsung dari Ayahnya sendiri, sang Lord Lucas."
"Apa itu? Apa dia jatuh sakit, maka tak bisa hadir?" Kata James pura-pura merasa khawatir, padahal sebenarnya ia bersyukur pesta pertunangannya akan semakin tertunda.
"Bukan." Matthias menggeleng-geleng. "Tapi dia menghilang."
"Menghilang?!" Ayahnya sudah bangkit berdiri dari kursinya, dan berjalan menuruni panggung berpaviliun. "Apa maksudmu menghilang?! Apa dia kabur?!"
"A...aku tidak ta-"
"Lagi-lagi! Kau tak pernah becus menjawab pertanyaanku!" Secepat kilat, sang King sudah menaikkan pedangnya, kemudian menghunuskannya ke arah Matthias.
Suara teriakan langsung menggema di ruangan tersebut. James melongo, tidak yakin apa yang baru saja dilihatnya. Sedetik kemudian, ia tidak lagi melihat Matthias, pria yang menjadi teman pendampingnya dari kecil.
Karena kepalanya sudah dipenggal tepat di hadapannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Bagus Effendik
hadir
2021-01-10
0
ARSY ALFAZZA
jejak tamsi Penduduk bunian
2021-01-02
0
Elisabeth Ratna Susanti
boom like sampai part terakhir plus rate 5 👍
2020-12-03
0