Gadis itu menguap, dan dengan santainya berbaring di atas kasur. Matanya terasa sangat berat, dan tanpa adanya penerangan di dalam kamarnya serta keheningan yang melanda, rasanya ia bisa jatuh tertidur kapan saja.
Namun pikirannya terusik oleh kejadian siang tadi.
Yang membuat dirinya khawatir sebenarnya bukanlah saksi mata yang telah melihatnya membunuh seorang pria.
Yang membuatnya khawatir adalah nasib masa depannya.
Tidak mungkin ia dapat menjalankan kehidupannya sebagai seorang Elena – gadis pelayan di toko restoran Abbey’s Food. Setelah kejadian itu, tentu orang-orang bisa melapor perbuatannya kapan saja dan ia akan segera tertangkap, tak peduli jika yang ia bunuh itu seorang penipu yang telah mengumpulkan banyak emas.
Mendapat pekerjaan di kota ini sebenarnya salah satu impian hidupnya. Bukan karena kota ini lumayan terpencil dan jarang sekali didatangi oleh prajurit Gusda, melainkan bayaran yang didapatkannya pasti sudah terjamin.
Tak biasanya sebuah toko akan menerima seorang gadis yang asal usulnya tidak diketahui. Gadis itu mendesah. Ia sudah mengacaukan segalanya. Hukuman apa yang akan diberikan oleh si kakek tua kerempeng itu?
Pikirannya merasa tercerahkan saat suara ketukan pintu terdengar, kemudian masuklah si kakek.
Pria tua itu selalu tampil dalam keadaan lusuh. Kepalanya yang hampir botak dan janggut putih yang menghiasi dagunya selalu membuat gadis itu menahan tawanya. Baju compang-campingnya yang sudah sobek memperlihatkan kulitnya yang sudah kendur. Edan sekali penampilannya.
“Tak kusangka.” Kakek itu menggeleng-geleng. “Kau merepotkanku lagi.”
“Apakah mayatnya sudah beres?” Gadis itu bangkit dari kasurnya, meraih sebatang coklat yang semula duduk manis di atas meja kecil. Ia belum mengisi perutnya yang sudah berbunyi.
“Menurutmu?” Kakek itu mendecakkan lidahnya. “Pria itu masih lebih mudah dikubur dibanding bayi gajah yang pernah kau bunuh.”
“Sudah kujelaskan berkali-kali, bayi gajah itu mirip seperti gundukan batu untukku!” Gadis itu sudah berdiri. Air liurnya sampai muncrat. “Aku hanya ingin menguji ketajaman belatiku waktu itu. Mana kutahu kalau itu ternyata bayi gajah yang sedang mendengkur!”
“Lagi-lagi, mulutmu itu tidak pernah dijaga.” Kakek itu menyilangkan tangannya. Kini, postur tubuhnya lebih tegak dibanding sebelumnya. Dan kelihatan lebih alami, pikir gadis itu.
“Bagaimana dengan Anas?” Bisik gadis itu lagi, sambil mengunyah batang cokelat. Ia masih mengingat ekspresi temannya saat melihat dirinya membunuh seseorang di hadapannya.
“Tenang saja, sudah diurus juga.”
“Apa yang kau lakukan kepadanya?”
Kakek itu tersenyum. “Aku bujuk dia untuk menutup mulutnya dengan beberapa keping emas.”
Gadis itu mendesah lega. “Apa yang harus kita lakukan sekarang?”
“Kalau itu, putuskan sendiri.” Kakek itu sudah menyentuh gagang pintu. “Dan untuk sekali saja, dengarkan nasehatku dan jangan lepas kendali seperti tadi lagi.”
Gadis itu memutar bola matanya. Nasehat dari kakek itu tidak pernah berguna untuknya. Kecuali ajarannya mengenai ilmu bela diri yang sekarang sudah benar-benar dikuasai olehnya.
Kakek itu rupanya masih melototinya. "Apa?"
“Cari nama baru yang lebih keren. Elena terdengar culun.”
“Dasar kakek tua,” gumam gadis itu kesal. Kakek itu hanya tertawa kecil, kemudian sudah meninggalkannya seorang diri.
Yah, mungkin ia memang harus mencari nama yang lebih baik. Dan mungkin, sekarang saatnya untuk menyusun barang bawaannya, karena besok ia harus cepat-cepat berangkat dari wilayah terpencil ini.
Saatnya ia memikirkan nama baru dan masa depannya yang tentu akan berubah karena perbuatannya tadi.
***
Matahari pagi bersinar dengan teriknya, menyilaukan pandangan gadis itu. Kota Abbeyhall menyuguhkan pemandangannya yang tak kalah indah dari kota-kota terkenal lainnya. Kota yang lebih kecil dari kota sebelumnya, namun masih memiliki bangunan dan infrastruktur yang tak kalah megah.
Sejak subuh tadi, Liana sudah berangkat bersama kakek tua itu. Dan akhirnya sampailah ia di kota Abbeyhall, kota yang terkenal dengan tempat dagangannya yang katanya menjual segala kebutuhan orang-orang, dimulai dari senjata-senjata mematikan yang dijual oleh pasar gelap, sampai bubuk mesiu yang jarang ditemukan di wilayah lainnya.
Liana, gadis itu tersenyum simpul. Nama baru yang dipilihnya dalam perjalanan.
Sewaktu ia bersama kakek ini beristirahat di sebuah pondok penginapan, seorang ibu yang kemungkinan besar orang Heyn, didengar dari logat berbicaranya, sudah membantu mereka menyediakan perbekalan serta sepasang kuda yang dijual dengan harga cukup murah. Ibu itu bernama Liana, dan gadis yang sekarang menggunakan namanya ini berpikir bahwa ini adalah ide yang tidak buruk.
Liana kembali memerhatikan jalan setapak yang sedang dilaluinya. Keramaian orang-orang di kota Abbeyhall ini sudah terlihat dari kejauhan.
“Liana.” Tak ada nada mengejek pada perkataan kakek itu. Biasanya, kakek itu tak pernah memanggil namanya karena menurutnya, semua pilihan namanya itu aneh dan tak cocok untuk disebutkan.
“Berjanjilah padaku untuk tidak mengulangi kejadian yang sama.”
“Kenapa? Emangnya kamu tidak suka berpindah tempat seperti yang selalu kita lakukan?”
“Bukan itu.” Mata pria tua itu menatapnya lekat-lekat. “Jangan sampai kamu mengumumkan keberadaan anggota Sapphire Blood di depan publik. Kita harus bisa menjaga rahasia keberadaan kelompok kita. Aku sudah berpuluh-puluh tahun menjaganya, dan aku tidak akan meruntuhkan hasil kerja kerasku begitu saja.” Kakek itu berkata dengan nada serius, ekspresi sangar yang jarang diperlihatkannya.
Wajar saja, selain nama dan jati diri mereka, kepribadian diri pun harus selalu direkayasa oleh Liana. Itu yang telah diajarkan oleh si kakek ini.
“Mengerti, Liana?” Kakek itu tidak lagi terlihat menyedihkan seperti sebelumnya. “Atau harus kupanggil kau dengan nama aslimu?”
“Aku mengerti, Lord,” jawab Liana tanpa ragu-ragu. Ia tidak akan membuat tuannya memanggilnya dengan nama aslinya. Ia tidak akan mengecewakannya lagi. “Aku tidak akan mengecewakanmu lagi.”
Kakek itu kembali memperlihatkan senyumannya, senyuman yang bisa jadi mematikan jika seseorang berurusan dengannya. “Bagus. Jadilah seseorang yang taat pada perintah tuannya.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Kurniah Santoso
semangat 💪
2021-11-18
0
Caramelatte
eyo author hebat! aku mampir🤗 semangat upnya! 💪
2021-01-28
0
@M⃠ⁿꫝieʸᵃɴᵉᵉʰʜɪᴀᴛ𓆊🎯™☂⃝⃞⃟ᶜᶠ
yuhuu.. like lagi💃💕
2021-01-15
0