2. Kematian

"Bunda! Kak Aldan gimana," ucap Ira saat setelah ia mendengar kabar bahwa Regha bukanlah korban dari kecelakaan pesawat itu.

Kemungkinan besar yang akan terjadi adalah bahwa antara Aldan yang menjadi korban kecelakaan pesawat itu, atau malah pesawat lain yang mengalami kecelakaan.

"Kita doakan saja, nak Aldan tidak kenapa-napa."

"Tapi bun—"

Kringg...

Ira melepaskan pelukan Sena. Ponselnya kembali berdering.

Aldo is calling...

Ira dengan cepat memencet tombol hijau di layarnya. Ia dekatkan ponselnya ke arah telinganya.

"Halo."

Tak ada jawaban dari ujung sana. Hanya ada beberapa isakan tangisan perempuan.

"Kak Aldo!" ucap Ira.

"Ra," suara Aldo menggantung.

"Ada apa kak?" tanya Ira mulai panik.

"Aldan," balas Aldo.

Ira menghembuskan nafasnya berat. Air matanya terus turun. Sedang bahunya bergetar. Mungkin Ira sudah tahu kabar apa yang akan ia dengar saat ini. mungkin juga, sebentar lagi mungkin dia juga akan mendengar apa yang tidak ingin dia dengar.

"Aldan, kecelakaan."

Tangis Ira pecah, air matanya membanjiri pipinya. Sena yang berada di dekatnya langsung memeluk anak perempuannya. Ponsel milik Ira sudah terlepas dari genggamannya, jatuh ke lantai dan pecah. Tetapi, tidak sampai membuat ponsel itu rusak.

Panggilan itu masih tersambung. Bahkan di sana pun suara isak tangis terdengar jelas. Aldo bahkan juga ikut menangis.

"Dan mayat Aldan, nggak ditemuin, Ra," ucap Aldo pelan yang masih dapat Ira dengarkan.

Sena juga ikut menangis, terlalu cepat berita ini sampai ke telinga mereka. Bahkan Ira saja belum siap kehilangan Aldan untuk kesekian kalinya.

"Bunda," ucap Ira di sela tangisannya.

"Aldan bohongin Ira lagi, kak Aldan bilang dia janji bakal balik lagi ke Ira. Tapi nyatanya apa? Dia pergi selamanya, Bun! Kak Aldan tega ninggalin Ira. Kenapa nggak Ira aja yang naik ke pesawat itu, kenapa Tuhan nggak ambil nyawa Ira aja? Kenapa nggak Ira aja yang mengalami semuanya. Kenapa harus Kak Aldan?"

Sena menenangkan Ira. Tangis Ira terlalu susah dibendung. Sena sudah menganggap Aldan sebagai anaknya. Bahkan dirinya sudah merestui hubungan keduanya. Namun, ia sempat kecewa saat Aldan memutuskannya. Tapi ia yakin, Aldan mempunyai maksud sendiri.

"Kak Aldan jahat Bun! Ira benci sama dia! Kak Aldan tega sama Ira, Kak Aldan tega ninggalin Ira. Kak Aldan—"

"Sudah cukup. Semua orang berduka, Sayang. Bukan cuma kamu saja. Kedua orang tua Aldan, Bunda, teman-teman Aldan. Semuanya berduka. Jangan anggap jika hanya kamu yang berduka karena kepergian Aldan."

"Tap—"

"Nggak ada tapi-tapian. Kamu istirahat dulu, tenangin diri kamu. Semua orang berduka. Termasuk Bunda. Kita doakan Aldan tenang di sana."

"Kak Aldan!"

Ira menetralkan detak jantungnya yang memacu semakin cepat. Ia menatap ke arah jam dinding di kamarnya.

Pukul 04.00.

"Gue mimpi Kak Aldan lagi."

Ira mengambil gelas yang ada di nakas, kemudian ia meminum airnya. Menetralkan jantungnya yang masih terpacu cepat. Air matanya juga masih menetes.

"Gue kangen banget, Kak."

Keringat dingin meluncur bebas di leher Ira. Padahal suhu di tempat itu sudah masuk ke suhu rendah. Namun, Ira masih kepanasan dan berkeringat.

Ira merasakan ada yang yang berbeda dengan dirinya setelah melihat siluet orang yang sama persis dengan Aldan. Ia sangat yakin jika itu adalah Aldan. Tapi, ada beberapa perbedaan yang membuat Ira merasa ragu bahwa orang yang ia temui bukanlah Aldan.

"Kak, kalau lo emang bener masih hidup. Tolong, kembali ke gue lagi. Udah lebih kak dari lima bulan lo ilang kak. Mayat lo juga nggak ada yang nemuin. Polisi menutup kasus itu. Mereka bilang bahwa tubuh lo tenggelam di lautan dan hilang di makan ikan. Tapi apa gue percaya gitu aja? Nggak kak! Sebagian diri gue masih yakin, kalau lo masih hidup."

Ira bermonolog sendiri pagi ini. Ia merindukan sosok Aldan. Bahkan sangat merindukannya. Bukan berarti dirinya gagal move on dari Aldan. Tapi karena Ira, memang masih memegang janji Aldan untuk mereka berdua kembali lagi.

...✈️✈️✈️✈️...

Alarm kecil milik Ira berbunyi keras, membangunkan Ira yang kembali tertidur tadi pagi. Ia menatap ke arah jam yang berada di atas nakas itu.

"Sial! Gue telat bangun."

Ira langsung bergegas bangun dan dengan cepat melesat ke kamar mandinya. Setelah memakai bajunya, ia langsung mengambil tas merahnya dan berlari meninggalkan asramanya.

"Shit! Gue telat lagi."

Ira terus berlari tanpa memperhatikan sekitar. Ia hanya ingin cepat sampai sekolah dan berharap tidak mendapatkan hukuman.

"Ira!" panggil Martin.

"Sorry Ar, aku harus cepat pergi. Aku terlambat sekolah."

Saat Ira hendak kembali berlari, Martin mencegahnya. Ia mengambil lengan Ira dan menariknya. "Apa kamu lupa? Hari ini hari minggu, dan artinya sekolah libur."

Ira membulatkan matanya. Tidak percaya dengan apa yang Martin katakan. Ira langsung melepaskan tangan Martin dan mengambil ponselnya yang berada di saku celana jeans miliknya. Ia buka lockscreen ponselnya dan melihat hari yang tertera di sana. Sial, gue **** banget sih!

"Right? Stupid woman."

Ira mengumpat di hadapan Martin. Ia sangat malu karena sudah sangat terburu-buru. Namun, nyatanya ia sendiri salah.

"Lebih baik kita ke kafe. Aku ingin mentraktirmu."

"Tap—"

"Aku tidak menerima penolakan."

Martin menggenggam tangan Ira dan menariknya ke arah parkiran. Setelah itu mereka berdua masuk ke dalam mobil dan mulai pergi meninggalkan asrama.

...✈️✈️✈️✈️...

Author note

Jangan lupa untuk vote dan juga kasih komentar kalian. Aku masih slow update ya, sebentar lagi UN sayang.

See you kawan, kapan-kapan lagi ketemu :)

Terpopuler

Comments

Avia Gustin

Avia Gustin

okee

2020-12-08

0

🅰🅽🅰 Ig: meqou.te

🅰🅽🅰 Ig: meqou.te

hallo thor. salam kenal.. aku lihat novel ini diberanda nt.. semangat terus

2020-10-27

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!