Sesampainya di rumah, Elvan segera membaringkan tubuhnya di kasur. Dan ia mulai tertidur.
" Kasihan Den Elvan, setiap hari begitu terus. Tuan sama Nyonya kenapa nggak khawatir ya." Kata Bi Marni yang sedang berbicara dengan Bi Minah di dapur.
" Bagi mereka bisnis nomor satu, Mar. Kita mau negur Den Elvan juga percuma. Yang ada malah tambah marah. Meskipun aku sudah lama bersama dan merawat Den Elvan tetapi sikapnya tidak pernah berubah. Selalu dingin, seenaknya sendiri, judes tapi sebenarnya dia sangat kesepian." Kata Bi Minah dengan sedih.
"Apa kita telepon Den Endrew aja, ya." Sahut Pak Jono yang ikut ngerumpi. Baru saja kalimat itu keluar dari mulut Pak Jono, Endrew datang dan membuka pintu tanpa mengetuknya. Membuat mereka semua terkejut.
"Malam, Den Endrew," sapa mereka dengan gagap.
"Malam. Elvan sudah di rumah."
"Baru saja pulang, Den. Den Elvan di kamarnya," Jawab Bi Minah. Endrew segera naik ke lantai dua menuju kamar Elvan. Ia mendapati Elvan yang lagi-lagi dalam kondisi mabuk dan terkapar tak berdaya. Endrew membenarkan posisi tidur Elvan. Endrew membantu melepaskan sepatu dan menyelimuti Elvan, seperti adiknya sendiri. Memang adik sendiri meskipun beda ibu.
"Kenapa sih, El? selalu seperti ini. Kamu nggak tahu apa, kalau aku juga sayang sama kamu. Aku tahu sulit menerima keadaan ini, El, " gumam Endrew yang merasa kasihan pada Elvan. Fakta bahwa Papanya menikah diam-diam, begitu menyakitkan hati Elvan. Terlebih, Papanya sampai memiliki anak. Pernikahan Papa Elvan dengan Mama Endrew, belum genap dua bulan sudah mendapat berita kabar kehamilan. Sementara pernikahan Papa Elvan dan Mamanya, selang sepuluh tahun, baru muncul berita kehamilan Mamanya Elvan.
"Aku tidak akan merebut apa yang kamu punya, El." Endrew lalu berjalan keluar menutup pintu kamar Elvan.
"Den Endrew, mau saya buatkan apa?"
" mAh tidak usah, Bi Minah. Saya langsung pulang saja ya. Ini sudah tengah malam, saya hanya mengecek kondisi Elvan."
"Baik, Den." Endrew pun segera pamit dan pulang.
-
Keesokan harinya, Alia tengah sibuk mempersiapkan sarapan untuk Ayah dan adiknya.
"Andra, ayo kita sarapan dulu," panggil Alia.
"Iya, Kak." Sahut Andra dari kamarnya sembari memasukkan bukunya ke dalam tas. Sementara Pak Samir sudah duduk di ruang makan.
"Andra, tolong kamu nanti kalau bisa jangan pulang malam ya. Kasihan Ayah sendirian, soalnya Kakak harus lembur. Kemarin Kakak ijin nggak masuk karena Ayah drop lagi."
"Iya, Kak. Andra usahain kok."
"Maaf ya, Nak. Kalau ayah merepotkan kalian."
"Ayah, jangan bicara seperti itu. Itu sudah jadi kewajiban kami sebagai seorang anak." Sahut Andra.
"Iya, Ayah. Apa yang di bilang Andra benar. Sudah ayo kita makan dulu. Andra, kamu pimpin doa ya.
"Siap, Kak." Jawab Andra. Mereka bertiga menengadahkan tangan dan Andra memimpin doa. Kemudian mereka sarapan pagi bersama. Seperti biasa, Andra mengantar Alia menuju halte bus untuk berangkat ke kampus. Karena jarak sekolah dan kampus Andra, berlawanan arah jadi mereka Alia menolak jika harus di antar sampai menuju kampus. Alia khawatir jika Andra akan terlambat masuk sekolah.
"Andra, kamu hati-hati ya. Jangan ngebut naik motornya."
"Iya, Kak. Aku berangkat dulu ya, Kakak hati-hati," kata Andra sembari mencium punggung tangan Kakaknya.
"Assalamualaikum,"
"Wa'alaikumsalam,"
-
Di kampus, iring-iringan mobil sport milik Elvan, Fandi dan Leon, membuat bising kampus. Namun kehadiran mereka sangat di nanti oleh para gadis. Alia yang baru saja tiba di kampus, memandang sinis kedatangan Elvan dan ke dua temannya.
"Kenapa sih, mereka selalu membuat bising suasana kampus. Harta itu titipan tapi mereka selalu mengumbarnya," gumam Alia dalam hati, sembari berjalan melewati Elvan dan teman-temannya yang baru saja turun dari mobil. Dengan langkah penuh percaya diri, Alia melewati Elvan. Namun langkahnya terhenti, saat Elvan menarik tas ransel Alia. Alia tidak tahu jika Elvan yang menariknya, hingga Alia mencoba menarik tubuhnya sendiri dan enggan menoleh. Alia berharap tasnya hanya tersangkut. Elvan lalu berdiri di samping Alia dengan masih memegang tas ransel milik Alia yang bertengger di punggungnya.
"Selama gue belum pergi dan masuk ke dalam, siapapun nggak boleh lewat di depan gue." Kata Elvan.
"Tolong lepasin tas aku," kata Alia. Elvan lalu melepaskan tangannya dari tas Alia.
"Sekarang balik sana. Ini adalah tempat penyambutan gue," ketus Elvan. Alia menghela nafas panjang dan berbalik. Namun bukan Alia namanya jika tidak melawan. Alia berbalik lagi dan mengambil langkah seribu alias lari. Dengan sekuat tenaga Alia berlari melewati Elvan dan temannya. Elvan begitu kesal karena baru kali ini ada yang berani melawan perintahnya. Elvan mengeratkan giginya dan mengepalkan tangannya tanda kesal. Sedangkan Alia terus berlari dan BRUK. Alia menabrak seseorang hingga terjatuh ke lantai.
"Aduh, maaf ya," kata Alia sambil memegang pinggangnya.
"Al, kamu nggak apa-apa? kenapa kamu lari-lari sih?" terlihat sosok lelaki tampan dan kalem di hadapan Alia.
"Rendra," ucap Alia sambil mendongakkan kepalanya. Rendra lalu mengulurkan tangannya pada Alia dan Alia pun menerima uluran tangan Rendra.
"Terima kasih ya, Ren." Ucap Alia sambil mengibaskan tangannya pada bajunya yang kotor.
"Ya udah ayo kita bicara di perpus. Ini kamu minum dulu. Jangan lupa minumnya sambil duduk ya," kata Rendra yang berusaha mengingatkan sembari menyodorkan air mineral pada Alia. Alia menurut lalu segera meminum air dari Rendra.
"Udah, ayo kita ke perpus. Lagian aku juga mau cari referensi tugas." Kata Alia. Rendra dan Alia lalu berjalan menuju perpustakaan. Alia dan Rendra kini sudah ada di perpustakaan.
"Oh ya, Al kamu kenapa? tadi sampai lari-lari."
"Tadi itu ada gerombolan cowok-cowok kaya yang berhenti di depan kampus. Terus aku lewat gitu aja dan mereka suruh aku balik, buat nunggu mereka lewat dulu. Ya, intinya itu adalah jalan untuk penyambutan mereka lah. Dan aku yang di anggap lancang karena nyelonong begitu saja." Cerita Alia sambil membuka halaman buku yang ia pegang satu persatu.
"Oh gitu jadi kamu lari gitu aja?"
"Iya, aku lari. Itu kan jalan umum," jawab Alia terkekeh.
"Kamu ini berani juga ternyata sama mereka."
"Ya baru semester akhir ini, aku terlibat sedikit sama mereka. Entahlah aku tidak sampai pikir, kenapa mereka selama kuliah bisa bertahan dengan gaya seperti itu."
"Maklum saja, Al. Mereka kan anak orang kaya semua. Apalagi leader mereka, Elvan. Anak dari pemilik kampus ini."
"Hah? yang benar kamu, Ren?" kata Alia yang tampak terkejut.
"Iya, Al."
"Aku benar-benar baru tahu kalau salah satu dari mereka anak pemilik kampus."
"Kamu kemana aja, Al selama kuliah di sini. Semua orang sudah tahu."
"Ya, bagaimana lagi Ren. Aku hanya fokus untuk belajar, belajar dan belajar. Apalagi dengan komunitas hijab ku di kampus. Aku sedih bagaimana setelah aku lulus nanti. Apakah komunitas hijab ku ini masih ada apa di hapuskan. Sedangkan kamu tahu sendiri, yang bergabung di komunitas ku ini masih sedikit."
"Semoga bisa bertambah, Al. Berjuang di jalan Allah memang tidak mudah tapi sudah jelas akan menjadi berkah."
"Prinsip itulah, Ren yang selalu aku pegang. Sampai aku bisa bertahan dengan komunitas ku ini. Sampai aku mau menerima tawaran majalah fashion edisi hijab. Itu semua aku lakukan untuk membuka pikiran mereka, bahwa berhijab tidak menghalangi mereka untuk berkarir."
"Pemahaman mereka masih belum sejauh itu, Al. Apalagi tergerus oleh jaman yang semakin modern."
"Terima kasih ya, Ren. Selalu ada ketenangan ketika aku bercerita sama kamu."
"Sama-sama, Al." Mereka berdua saling melempar senyum namun tetap menjaga pandangan.
Gimana episode kedua? seru nggak? semoga kalian suka ya? ini hanya sebuah novel yang mana author tidak ada maksud untuk menggurui ya 🙏😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Yani
Kayanya seru
2023-01-21
0
milah fahri81
aku selalu mampir d setiap karyamu thoor
2022-03-27
1
🌸 andariya❤️💚
next kak 👍👍👍👍👍🥰
2022-01-01
1