Lima~ Si pemilik senyum tengil

"Memalukan!" katanya benar-benar mematikan suhu udara siang itu. Tak ada ucapan--apa kabar, sehat nak? Atau pelukan hangat penuh kerinduan selayaknya diberikan oleh seorang ayah untuk putrinya.

"Pap." Mama sudah memperingatkan papa, namun alih-alih ingat dengan perjanjian mereka sebelumnya, dimana papa sudah berjanji akan berusaha mengontrol emosi seandainya Gala pulang, kenyataannya ia justru semakin meledak tak terkendali saat keduanya dihadapkan seperti sekarang.

Sepertinya, selamanya interaksi keruh mereka akan tetap seperti itu tanpa ada akhir dan penyelesaian. Tak ada yang benar-benar mau memperbaiki sikap dan mengalah diantara keduanya.

Kini raut wajah Jenggala tak bisa lebih malas lagi mendengar cercaan papa, seolah benar-benar sudah muak. Sudah dapat ia tebak akan begini jadinya jika ia pulang ke sini.

"Lala baru pulang pap." Kata Mama hati-hati, ia hampir meraih lengan baju papa, namun akhirnya ia hanya bisa meraih udara sebab sang suami kini sudah menghampiri Gala di kursi teras belakang, tidakkah sang suami mengerti, jika disini---yang penting putri mereka pulang? Bisakah ia tekan egonya untuk sang putri yang baru saja kembali ke dalam pelukan?

"Semakin sini semakin nakal saja kamu, tak terkontrol. Kesalahan bukan hanya ada di Yubi dan Dandi. Tapi anak ini memang harus benar-benar didisiplinkan dengan caraku!"

Gala menyengit berdiri, "cara yang bagaimana maksudnya? Cara serdadu medan perang atau cara aparat memperlakukan tero ris? Nyesel banget aku pulang ke sini." lantas ia mengalihkan pandangannya, muak melihat wajah papa, ia kira sekian lama ia tak pulang sedikitnya akan mereda pertengkaran yang acap kali terjadi diantara mereka, "harusnya aku tau resikonya." Pandangan Gala jatuh ke belakang papa, dimana wajah mama sudah muram dengan binar mata yang nyalang, gurat gurat kemarahan itu coba Gala hembuskan, demi melihat redup kesedihan mama.

"Stop please...bang!" lemah mama.

Gala berdecih, ia benci harus selalu mengalah. Kegusarannya tak bisa membuat Gala lebih muak lagi sejak tadi, saat mama membicarakan perjodohan kak Ayunda dan bang Aziz. Rasanya baru kemarin...lubang hatinya menganga, dan hari ini, lubang hati itu semakin dikorek-korek lagi lebih dalam bersama rasa kecewa yang teramat besar.

Gala tak ingat, kapan terakhir kali ia menangis. Sebab, syaraaff matanya sudah tak bisa lagi untuk menitikan air mata untuk rasa sakitnya.

Papa masih berkacak pinggang, "ya! Kamu memang seharusnya sudah tau resikonya." Tatap papa mondar mandir melihat lekat-lekat Gala dari atas hingga ujung kaki, "cukup menyusahkan dan merepotkan tanta dan om mu, Gala. Kali ini kau tak boleh lagi kembali ke Kota Karang, biar papa dan mama yang mendidikmu disini, kamu ambil S2 saja daripada harus berkutat dengan pekerjaan malammu itu. Dan tattoo itu, adalah langkah pertama proses berubahmu, hapus segera!" Telunjuknya merujuk pada tattoo Gala, mata tajamnya itu benar-benar menusuk, seolah ia sedang berhadapan dengan junior yang teramat berulah.

Namun alih-alih takut dan menurut, Gala justru membalas tatapan papa tak kalah tajam dengan luapan emosi, "papa ngga berhak atur hidup Gala lagi. Gala sudah besar. Lagipula, apa harus Gala ingatkan siapa yang paling punya andil untuk kekacauan ini?!" sengitnya pada papa, dimana kebencian itu muncul lagi dan lebih berkobar kali ini.

"Silahkan atur saja kak Ayunda, tapi tidak dengan Gala." Langkahnya meninggalkan papa, melewati mama yang telah mengusap air matanya dan berlalu masuk ke dalam kamar yang memang akan selalu jadi kamarnya, setelah sebelumnya tatap Gala seolah menekankan ketajaman mengingatkan papa kembali pada akar dari permasalahan pemberontakannya.

Blugh!

"Gala!"

Hufftt..."Astagfirullah." Irianto mengusap wajahnya kasar lalu menekan pangkal hidungnya kencang, berbalik ke arah sang istri yang membuang muka, "maaf."

Dan suara obrolan lemah tentang Gala mengisi kamar mama dan papa. Tentang perdebatan-perdebatan kecil keduanya, tentang suara keluhan kecewa mama serta isak tangisnya akan sikap keduanya yang membuat mama lelah, "papa ngga capek kah? Ngga lelah, kamu, pa? Hm?"

"Apa harus aku ingatkan jika ini..."

"Stop! Berhenti mengungkit masa lalu, saya sudah menyesal dan minta maaf. Apa tidak cukup, apa yang harus saya lakukan agar bisa menebus kesalahan itu, Hanin...katakan?"

Kabar kepulangan Gala memancing Ayunda untuk datang ke rumah mama, ada rasa lega dan senang meskipun tak beda dengan papa. Ayunda memuntahkan rasa kesalnya sejak datang di depan rumah.

"Hah, pulang juga akhirnya! Mau ketemu aja susahnya ampun-ampunan persis mau ketemu artis internasional, siapa sih kamu, La!" Ia turun dari motor maticnya dengan stelan baju safari khas tenaga pendidik, langkahnya tak bisa besar sebab yang dipakainya adalah rok span panjang. Sebelum mengajar, ia menyempatkan dirinya ke makko.

Naf su makannya benar-benar dibuat membumbung jauh ke awan sekarang, dengan papa saja ia masih perang dingin. Bahkan ketika pagi menjelang, papa benar-benar menggedor pintu kamarnya persis sedang menggerebek bandar narko ba dan menodongnya dengan kalimat-kalimat bernada ancaman sepaket sarkasmenya, hingga akhirnya membuat mama menjerit lelah saat keduanya terlibat pertengkaran lagi, sepagi itu.

Gala benar-benar lelah, sekalinya pulang justru mentalnya harus diserang bertubi-tubi begini oleh papa dan kak Ayunda.

"Nda, adikmu ini baru pulang." Terlihat gurat lelah dan prihatin mama, lebih pada---jangan ditambahi lagi. Mama cape, kasian adikmu, tolong hentikan.

Ayunda segera mengatupkan mulutnya menatap Gala yang membalas tatapnya malas, "udah selesai ngomelnya? Atau masih harus aku dengerin? Aku ngga akan mikir lagi buat ambil penerbangan pulang secepatnya kalo gini jadinya." Sendok di tangannya dijatuhkan hingga suara beradunya dengan piring berdenting keras, Gala mendekap kedua tangannya di dada.

"La," mama menggeleng seolah tak ingin Gala segera kembali ke Ku pang.

Oke, Ayunda menghela nafasnya namun saat pandangannya jatuh pada tatto Gala, refleksnya tak bisa tertahan untuk meledak lagi.

"Kamu pake tattoo?!!"

Selepas kepergian Ayunda, Gala membawa piring kotornya ke wastafel bersama dengan mama yang terpaksa harus bersiap pergi juga untuk mengajar pagi ini.

"La, biar mama yang cuci..." Gala menggeleng dengan senyum hangatnya pada mama seraya menaruh piring yang masih mengucurkan air di rak, "Gala biasa cuci piring sendiri kok ma. Mama biasa bawa motor atau dianter ajudan? Hari ini Gala yang anter, mau ngga?" tanya nya mengibaskan air dari tangan dan mengelapnya dengan ujung kaos sendiri.

Mama berdecak tersenyum diantara cantiknya jilbab yang dipakai, tangannya terulur meraih lap tangan, "kebiasaan. Anak muda sekarang males cuma sekedar ambil lap tangan sendiri. Ada yang matic. Beneran Lala mau anter mama ke sekolah, SIM?" tanya mama diangguki Gala, "punya kok. Yuk..kunci motornya dimana? Bentar aku siap-siap dulu." Ia melengos demi mengambil jaket.

Ada rasa bahagia tak terkira baik untuk Gala maupun mama. Ia sudah meraih helm begitupun mama. Jika biasanya ia akan pergi sendiri atau sekedar diantar oleh ajudan sang suami, maka khusus hari ini Gala mengantarnya.

Jalanan blok-blok mess dan perumahan dilewati, "wah, berasa lama banget ngga lewatin jalanan ini." Ujarnya, ada angin yang bersahutan menerpa suara Gala, dalam kurun waktu 2 tahun, makko tak banyak berubah. Hanya di beberapa bagian saja, mungkin.

Mama mengiyakan di belakang, sedikit mengangkat kaca helm mama merasai perasaan hangat ini, perasaan seperti---lengkap, "2 tahun kamu ninggalin makko. La, mama harap kamu mau kembali tinggal disini. Ngga ada salahnya tawaran papa kamu terima."

Senyum yang terurai mendadak luntur lagi dari wajah cantiknya, "papa bukan lagi ngasih tawaran, ma."

Ada lengu han berat dari nafas mama pagi itu, ini adalah---entah keberapa kalinya bujuk rayu mama ditolak Gala. Bahkan ia sampai lupa apa masalah besar yang mengawali kerenggangan hubungan dengan Gala.

"Jujur sama mama, apa yang bikin Gala ngga mau tinggal disini, apa yang bikin Gala ngga betah sama papa, selain dari sikap otoriter papa?"

"Cuma itu. Gala---"

Mama sudah merotasi bola matanya, selalu alasan otoriter nan keras sang suami dan cinta tanah kelahiran yang menjadi alasan putri bungsunya itu pergi.

"Cuma lebih betah di Kota Karang." Jawabnya singkat. Dan kini, ban motor sudah menggilas jalanan hingga ke gerbang serambi depan.

"Bu," hormat para penjaga ketika mama melintas, begitupun Gala yang sempat bersitatap dengan mereka.

"Om, mari..." pamit mama.

"Masih ingat jalanannya?" tanya mama saat keduanya sudah bertemu dengan jalan besar, Gala mengangguk di balik helmnya, "ingat." Matanya bolak-balik memperhatikan lalu lintas, mencari celah untuk menyatu diantara padatnya volume kendaraan pagi itu, "macet banget deh perasaan."

Mama terkekeh, "ibukota kalo jam pergi kantor ya jangan ditanya. Lala langsung pulang ke makko atau mau kemana dulu abis nganter mama?"

"Kayanya langsung pulang, ke Kota Karang..." Hehe Gala yang langsung ditepuk punggungnya oleh mama, "jangan ngaco! Baru juga pulang, masa udah balik lagi. Mama mau ajak Lala jalan-jalan dulu."

"Siap bos...asik, Lala ditraktir mama atau sebaliknya nih? Uang Lala dipake ongkos pesawat, ma." Hehe-nya lagi.

"Mama yang traktir Lala. Kalo gitu nanti Lala jemput mama lagi di sekolah."

"Oke." Lala baru saja akan membelokan stir motornya dan melaju saat ia berpapasan dengan para prajurit yang berbelok dari acara olahraga paginya.

"Bu," sapa mereka hormat.

"Berangkat mengajar, bu?" tanyanya tanpa mau menyeka garis wajah yang bersimbah keringat.

"Pagi. Iya..agak pagian biasa takut macet. Wah baru lari pagi ya? Eh, kenalkan...ini anak bungsu saya..."

Gala sedikit mengernyit sebab mama justru berlaku random mengenalkannya pada para prajurit bawahan papa itu.

Ada wajah-wajah yang sungkan dan segan diantara mereka saat Gala menjatuhkan tatapnya dari balik helm dengan senyum kaku, namun satu wajah yang sejak tadi menatapnya penuh meneliti dan itu ditunjukan oleh seorang perwira di paling samping. Senyum tengilnya sukses membuat Gala menaikan sebelah alis keki sesaat sebelum akhirnya ia menyatu dengan arus lalu lintas pagi itu.

Dih aneh... Gala berdecih.

.

.

.

.

.

Terpopuler

Comments

rinnar🌺

rinnar🌺

jan dulu pulang gal, di makko ada calon jodoh kamu (mungkin)🤣🤣 iya kek nya emng gra2 masalah perjodohan antara kaka gala sma bang azis2 itu deh, trus mungkin emng antara gala dan bang azis ada sesuatu atau apalah entah aku tak tau😂😂🤭 wkakaa itu mah pasti si tengul Russel da soalnya kan yg rada2 mah kek nya cuma dia deh🤣🤣

2025-10-01

0

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

sabar gala
ini hanya perkara miskomunikasi
percayalah yg diinginkan org tua hanya kebaikan untuk anaknya... kalau bisa meraih dunia dan menghadang musibah bisa dilakukan , mungkin akan dilakukan org tua.
jika org tua gak ngerti apa mu, coba katakan sejujurnya apa yg kamu suka dan apa yg kamu benci... pasti akan ketemu jalan tengah nya tanpa menyakiti siapa pun

2025-10-01

1

3@$2.

3@$2.

sabar ning gala,, setiap orang tua ingin yang terbaik untuk anaknya.
tapi ortu lupa kalo anak punya bakat dan kemampuan lain yang mungkin tidak disukai ortunya.
jangan balik ke Kupang dulu gala itu udah ada hilal jodohmu

2025-10-02

0

lihat semua
Episodes
1 Satu ~ To much different
2 Dua~ Enjoy your flight
3 Tiga~ Mar Be Kastau Kalo Ini Nona Manis Pu Nama
4 Empat ~ Cantik Dan Garang
5 Lima~ Si pemilik senyum tengil
6 Enam~ Mata indah namun judes
7 Tujuh ~ Dunia dan seisi dosanya
8 Delapan ~ Misi di luar dinas
9 Sembilan ~ Benar, dia.
10 Sepuluh ~ Mengejar Jenggala
11 Sebelas ~ Perwira vs DJ
12 Dua belas ~ Dibayar 10 X lipat
13 Tiga belas ~ Mission complete
14 Empat belas ~ Pesawat angkut K3, terbang bersamamu
15 Lima belas~ Luka yang ia dekap sendiri
16 Enam belas ~ Lagi-lagi tak bisa menolak
17 Tujuh belas~ Kabar berita
18 Delapan belas ~ Diantara kita "t'lah usai"
19 Sembilan belas ~ Menohok
20 Dua puluh ~ Hidup memang lucu
21 Dua puluh satu~ Mancing mania strike!
22 Dua puluh dua ~ Di ujung kebimbangan
23 Dua puluh tiga~ Sulit mengakhiri
24 Dua puluh empat ~ Ingatan tentang Gala
25 Dua puluh lima~ Kawasan Klan Ananta
26 Dua puluh enam~ Pengetahuan adalah ummah
27 Dua puluh tujuh ~ Rebutan
28 Dua puluh delapan ~ Do'a yang disemogakan Gala
29 Dua puluh sembilan ~ Merah putih di dada
30 Tiga puluh ~ Terjangan badai
31 Tiga puluh satu ~ Es krim rasa pahit, getir dan pedih
32 Tiga puluh dua ~ Mengawasimu dari jauh
33 Tiga puluh tiga ~ Cinta yang besar
34 Tiga puluh empat~ Sales terlope
35 Tiga puluh lima ~ Get well soon Gala
36 Tiga puluh enam~ Seasik Gala dan Russel
37 Tiga puluh tujuh ~ Nona manis Gaga e
38 Tiga puluh delapan~ Kurir cinta
39 Tiga puluh sembilan ~ Makan siang
40 Empat puluh ~ Ya, dia melihatnya
41 Empat puluh satu ~ One stop night
42 Empat puluh dua ~ Ijin mendekati, ndan!
43 Empat puluh tiga~ Ngga pake nawar
44 Empat puluh empat ~ Terungkap
45 Empat puluh lima ~ Tentara untuk negri dan kemanusiaan
46 Empat puluh enam~ Bincang santai
47 Empat puluh tujuh ~ Ade nona tambah manis
48 Empat puluh delapan ~ This is DJ Jenggala, let's dance together
49 Empat puluh sembilan~ Pengawal
50 Lima puluh ~ Gara-gara 'menjelajahi'
51 Lima puluh satu ~ Gas bro gas
52 Lima puluh dua ~ Rindu?
53 Lima puluh empat ~ Karya anak bangsa
54 Lima puluh empat ~ Mencintai negri dengan caranya
55 Lima puluh lima ~ Ayok kita sirami!
56 Lima puluh enam ~ Cinta tak lekang oleh waktu
57 Lima puluh tujuh ~ Perwira usil
58 Lima puluh delapan ~ Pernyataan serupa pengakuan
59 Lima puluh sembilan ~ Janji yang terlupakan
60 Enam puluh ~ Iya, aku oke.
61 Enam puluh satu~ Anak emas
62 Enam puluh dua ~ Beta pu calon suami
63 Enam puluh tiga~ Carlos
64 Enam puluh empat~ Kok jadi inget Kalingga?
65 Enam puluh lima~ Gara-gara panggilan
66 Enam puluh enam ~ Syok
67 Enam puluh Tujuh~ Ditodong lamaran
68 Enam puluh delapan ~ Bukan lamaran tapi sidak
69 Enam puluh sembilan ~ Kawin lari
70 Tujuh puluh ~ menghapus rasa sakit
71 Tujuh puluh satu ~ sekotak coklat dan salad buah
72 Tujuh puluh dua ~ Bumbu pedas
73 Tujuh puluh tiga ~ Sama-sama keras
74 Tujuh puluh empat~ Musuh lama
75 Tujuh puluh lima~ Do'akan aku
76 Tujuh puluh enam ~ pergolakan batin
77 Tujuh puluh tujuh ~ Alpha tim
78 Tujuh puluh delapan~ mereka yang terlatih
79 Tujuh puluh sembilan ~ Mereka atau kami
80 Delapan puluh ~ Lebih baik pulang nama daripada gagal dalam bertugas
81 Delapan puluh satu~ Last shock!
82 Delapan puluh dua~ Firasat baik, adalah do'a yang baik
83 Delapan puluh tiga~ Tempaan hidup
84 Delapan puluh empat ~ Tetap setia
85 Delapan puluh lima ~ Minta cium
86 Delapan puluh enam~ Ditinggal tidur
87 Delapan puluh tujuh~ Abang Ucel
88 Delapan puluh delapan ~ Pintar cari alasan
89 Delapan puluh sembilan ~ Hingar bingar
90 Sembilan puluh ~ Sial dan cinta satu malam
91 Sembilan puluh satu ~ Saksi mata
92 Sembilan puluh dua~ Rumah sinetron
93 Sembilan puluh tiga~ Orang sekampung
94 Sembilan puluh empat ~ simulasi rumah tangga
95 Sembilan puluh lima~ sumpah setia
96 Sembilan puluh enam~ Candu
97 Sembilan puluh tujuh ~ peluru rasa
98 Sembilan puluh delapan~ Aku disini
99 Sembilan puluh sembilan ~ membawa warisan abba
100 Seratus ~ Persiapan nobar
101 Seratus satu ~ 12 anak lebih baik
102 Seratus dua ~ Ryu sin ting
103 Seratus tiga ~ Obrolan santai
104 Seratus empat~ Adaptasi
105 Seratus lima~ Salam Alaikum...
Episodes

Updated 105 Episodes

1
Satu ~ To much different
2
Dua~ Enjoy your flight
3
Tiga~ Mar Be Kastau Kalo Ini Nona Manis Pu Nama
4
Empat ~ Cantik Dan Garang
5
Lima~ Si pemilik senyum tengil
6
Enam~ Mata indah namun judes
7
Tujuh ~ Dunia dan seisi dosanya
8
Delapan ~ Misi di luar dinas
9
Sembilan ~ Benar, dia.
10
Sepuluh ~ Mengejar Jenggala
11
Sebelas ~ Perwira vs DJ
12
Dua belas ~ Dibayar 10 X lipat
13
Tiga belas ~ Mission complete
14
Empat belas ~ Pesawat angkut K3, terbang bersamamu
15
Lima belas~ Luka yang ia dekap sendiri
16
Enam belas ~ Lagi-lagi tak bisa menolak
17
Tujuh belas~ Kabar berita
18
Delapan belas ~ Diantara kita "t'lah usai"
19
Sembilan belas ~ Menohok
20
Dua puluh ~ Hidup memang lucu
21
Dua puluh satu~ Mancing mania strike!
22
Dua puluh dua ~ Di ujung kebimbangan
23
Dua puluh tiga~ Sulit mengakhiri
24
Dua puluh empat ~ Ingatan tentang Gala
25
Dua puluh lima~ Kawasan Klan Ananta
26
Dua puluh enam~ Pengetahuan adalah ummah
27
Dua puluh tujuh ~ Rebutan
28
Dua puluh delapan ~ Do'a yang disemogakan Gala
29
Dua puluh sembilan ~ Merah putih di dada
30
Tiga puluh ~ Terjangan badai
31
Tiga puluh satu ~ Es krim rasa pahit, getir dan pedih
32
Tiga puluh dua ~ Mengawasimu dari jauh
33
Tiga puluh tiga ~ Cinta yang besar
34
Tiga puluh empat~ Sales terlope
35
Tiga puluh lima ~ Get well soon Gala
36
Tiga puluh enam~ Seasik Gala dan Russel
37
Tiga puluh tujuh ~ Nona manis Gaga e
38
Tiga puluh delapan~ Kurir cinta
39
Tiga puluh sembilan ~ Makan siang
40
Empat puluh ~ Ya, dia melihatnya
41
Empat puluh satu ~ One stop night
42
Empat puluh dua ~ Ijin mendekati, ndan!
43
Empat puluh tiga~ Ngga pake nawar
44
Empat puluh empat ~ Terungkap
45
Empat puluh lima ~ Tentara untuk negri dan kemanusiaan
46
Empat puluh enam~ Bincang santai
47
Empat puluh tujuh ~ Ade nona tambah manis
48
Empat puluh delapan ~ This is DJ Jenggala, let's dance together
49
Empat puluh sembilan~ Pengawal
50
Lima puluh ~ Gara-gara 'menjelajahi'
51
Lima puluh satu ~ Gas bro gas
52
Lima puluh dua ~ Rindu?
53
Lima puluh empat ~ Karya anak bangsa
54
Lima puluh empat ~ Mencintai negri dengan caranya
55
Lima puluh lima ~ Ayok kita sirami!
56
Lima puluh enam ~ Cinta tak lekang oleh waktu
57
Lima puluh tujuh ~ Perwira usil
58
Lima puluh delapan ~ Pernyataan serupa pengakuan
59
Lima puluh sembilan ~ Janji yang terlupakan
60
Enam puluh ~ Iya, aku oke.
61
Enam puluh satu~ Anak emas
62
Enam puluh dua ~ Beta pu calon suami
63
Enam puluh tiga~ Carlos
64
Enam puluh empat~ Kok jadi inget Kalingga?
65
Enam puluh lima~ Gara-gara panggilan
66
Enam puluh enam ~ Syok
67
Enam puluh Tujuh~ Ditodong lamaran
68
Enam puluh delapan ~ Bukan lamaran tapi sidak
69
Enam puluh sembilan ~ Kawin lari
70
Tujuh puluh ~ menghapus rasa sakit
71
Tujuh puluh satu ~ sekotak coklat dan salad buah
72
Tujuh puluh dua ~ Bumbu pedas
73
Tujuh puluh tiga ~ Sama-sama keras
74
Tujuh puluh empat~ Musuh lama
75
Tujuh puluh lima~ Do'akan aku
76
Tujuh puluh enam ~ pergolakan batin
77
Tujuh puluh tujuh ~ Alpha tim
78
Tujuh puluh delapan~ mereka yang terlatih
79
Tujuh puluh sembilan ~ Mereka atau kami
80
Delapan puluh ~ Lebih baik pulang nama daripada gagal dalam bertugas
81
Delapan puluh satu~ Last shock!
82
Delapan puluh dua~ Firasat baik, adalah do'a yang baik
83
Delapan puluh tiga~ Tempaan hidup
84
Delapan puluh empat ~ Tetap setia
85
Delapan puluh lima ~ Minta cium
86
Delapan puluh enam~ Ditinggal tidur
87
Delapan puluh tujuh~ Abang Ucel
88
Delapan puluh delapan ~ Pintar cari alasan
89
Delapan puluh sembilan ~ Hingar bingar
90
Sembilan puluh ~ Sial dan cinta satu malam
91
Sembilan puluh satu ~ Saksi mata
92
Sembilan puluh dua~ Rumah sinetron
93
Sembilan puluh tiga~ Orang sekampung
94
Sembilan puluh empat ~ simulasi rumah tangga
95
Sembilan puluh lima~ sumpah setia
96
Sembilan puluh enam~ Candu
97
Sembilan puluh tujuh ~ peluru rasa
98
Sembilan puluh delapan~ Aku disini
99
Sembilan puluh sembilan ~ membawa warisan abba
100
Seratus ~ Persiapan nobar
101
Seratus satu ~ 12 anak lebih baik
102
Seratus dua ~ Ryu sin ting
103
Seratus tiga ~ Obrolan santai
104
Seratus empat~ Adaptasi
105
Seratus lima~ Salam Alaikum...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!