Diary of Jane 3
Jane adalah manusia tersial di dunia.
Bayangin, kepeleset, jatuh, baju basah kena ember yang tumpah, ditambah diliatin orang yang di suka.
"Lo gak apa-apa?"
Apakah ini malaikat? Jane mendongak ke atas. Ya Tuhan, Ares Junior nolongin gue, mau nangis.
"Sini gue bantu." Ares mengulurkan tangannya.
Ya Tuhan akhirnya, Jane terharu. Ia meraih tangan Ares, tapi bukannya di tarik agar bisa berdiri, Jane ditarik kemudian di lepaskan lagi, dan byur!
"Hahahaha!"
Jane menundukkan kepalanya melihat bajunya yang kotor dan menatap kosong ke tubuhnya yang basah dan kotor.
"Hiks." Jane mengusap air matanya. Orang orang disekitarnya sedang tertawa lebar, sedangkan ia hanya terduduk mengenaskan di lantai.
"Jahat banget sih lo," ujar Devan.
"Gue jahil aja, bisa yah dia tahan di situ, kalo cewek lain udah lari sambil nangis." Ares tersenyum melirik Jane yang mulai bangkit berdiri.
"Kalau dia pingsan, gimana?" Devano mendekati Jane, sementara Jane masih diam dengan matanya yang sembab. "Lo gak apa-apa?"
"Gak!" tepis Jane.
Jane tersenyum. "Tuhan sayang banget sama kalian," ujar Jane terharu, ia tersenyum menampakkan gigi kelincinya, dan kemudian pergi melewati keramaian itu.
***
Disaat lo jatuh jangan harap ada pangeran yang datang buat bantu lo berdiri.
Disaat lo pingsan, jangan harap lo di gendong sama pangeran impian lo.
Karena yang kayak gitu cuma ada di novel.
Jane menopang dagunya, melihat langit sore, mentari sore memang indah, tapi itu akan berakhir dan digantikan oleh kegelapan malam.
"Mama." Jane memeluk lututnya, ia merindukan sosok ibunya yang kini ada di luar kota. Jane ingin merasakan elusan di kepalanya.
"Jane, udah mau malam, masuk gih."
"Iya, Tante." Jane tersenyum, ia membersihkan bagian belakang celananya dan masuk ke dalam rumah tantenya.
Jane tinggal di rumah tantenya karena rumahnya sangat sepi, kedua orang tuanya terlalu sibuk untuk berkumpul bersama. Singkatnya.
"Hai kak Vera," sapa Jane.
"Dih, tumben lo pake kak manggil gue, ada udang di balik bakwan nih."
"Gue nyapa aja, salah yah?" Jane memakan biskuit yang ada di toples sambil menonton TV.
"Gak solat lo?"
"Gue lagi datang matahari."
"Ah, masa, tadi siang lo solat perasaan." Vera menggaruk dagunya.
"Kan itu bisa datang dan pergi kapan aja," akhir Jane, sedangkan Vera hanya mengangguk mengerti. Vera tidak tau menahu tentang perlakuan yang diterima Jane di SMA, karena itu ia terlihat santai dan cuek aja, jika saja Vera tau, maka habislah riwayat Ares.
"Gue heran, kenapa Ares gak nelpon gue." Vera memandangi layar ponselnya.
"What? Ares?" Jane menoleh dan memelototi Vera.
"Iya, Ares Junior."
"Lo punya hubungan apa sama dia?" bisik Jane.
"Dia punya hutang sama gue." Vera membanting ponselnya ke sofa, untung gak pecah.
"Oh." Jane kembali memakan biskuitnya, matanya mengikuti bibi Eny yang berjalan ke arah pintu. "Halo den, cari siapa?" Bi Eny menyapa orang yang ada di depan pintu.
"Ada orang kayaknya." Jane menutup toplesnya dan meletakkannya kembali ke atas meja. "Hape gue mana sih?" Ia mencari-cari keberadaan ponselnya.
"Heboh banget sih lo." Vera risih dengan perilaku Jane.
"Vera!"
Gue gak salah denger kan? Itu suara punya iblis kan? Jane mengintip dari sofa. Benar, itu Ares Junior, si iblis yang membuat masa indah awal SMA Jane menjadi kelabu seperti rok nya, bahkan mungkin lebih gelap.
"Akhirnya lo datang." Vera berdiri dan mendekati iblis. Memanfaatkan peluang ini untuk kabur, Jane berdiri dan berjalan santai ke tempat yang pastinya berlawanan dengan keberadaan iblis, Jane gak takut, cuma dia cuma menghindari masalah, dia malas jika nantinya Ares mengungkit kejadian tadi.
"Lo mau kemana?" Vera menghentikan langkahnya. Kak Vera gak punya hati, gue kan mau kabur. "Gue ngantuk kak, mau tidur," jawab Jane tanpa menoleh dan tanpa berhenti, ia melangkah ke kamar kost yang memang kosong.
Kenapa gue malah kesini? Jane udah gak beres. Dia pun putar balik menuju kamarnya, tapi ketika ia lewat ruang tamu, tenyata si iblis sudah tidak ada lagi. "Iblis tadi udah pulang? M-maksud gue, Ares udah pulang?" tanyanya pada Vera.
"Udah,"
Syukur deh. Jane mengusap dadanya. "Kenapa emang?" tanya Vera.
"Kagak." Jane duduk di sofa dan memainkan ponselnya, sebenarnya dia gak punya apa-apa yang bisa dimainin di ponsel tercintanya itu. Cuma ada WhatsApp dengan jumlah kontak 30 buah. Kerjaannya cuma jadi penonton story. Hiks.
"Lo kenapa?"
"Gue? Gak apa-apa kok, gue baik-baik aja, kenapa emang?"
"Gak, cuma nanya."
Dan pembicaraan pun berakhir.
"Eh, kak, gue gak jelek-jelek amat kan?" Satu pertanyaan itu selalu mengganggu otak Jane buat bekerja produktif.
"Gak," singkat si penjawab, akhirnya satu beban di fikiran Jane berkurang. "Kalo gue gak jelek-jelek amat, kenapa gue gak bisa punya pacar kayak lo kak?" Satu lagi tanya Jane.
"Not yet time, maybe." Vera mengangkat bahunya.
"Oh," belum waktunya gimana sih? Temen temen seumuran gue mantannya udah lebih dari banyaknya jari tangan, lah gue? Siji aja kagak ada.
"Lo pake parfum yah?" Vera mendekatkan hidungnya ke Jane.
"Iya, gue kan memang pake parfum," jawab Jane polos.
"Citrus yah? Kok wanginya lain?"
"Iya, Citrus, lain gimana?"
"Gak tau, kalo Citrus biasanya gak gini wanginya," jelas Vera, gadis yang cita-citanya jadi parfumer, pembuat minyak wangi.
"Gue campur wangi lemon dikit." Jane memperbaiki posisi duduknya dalam mode nyimak.
"Pantes, tapi wangi kok, gue suka," puji Vera.
"Ih, makasih kak." Jane tersenyum lebar.
Obrolan ringan dan menghibur bersama teman atau orang di sekitarmu bisa mengurangi masalahmu. —Jane percaya itu
Jane udah melupakan hal suram hari kemarin, dia harus tetap senyum hari ini, hari Rabu yang sangat sibuk, tugas yang beranak-pinak membuatnya sibuk dan bahkan tidak ada waktu untuknya buat ingat kejadian hari itu.
***
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
SyaSyi
trus semangat y thor
salam dari aku dan mantan kekasih suamiku
aku tunggu feedbacknya y
2021-05-29
1
BELVA
mangatzzzz
2021-01-24
1
♦←H!Ω‡‘§→♠
Berharap kepada manusia ialah salah satu kesalahan yang paling disengaja...😌
btw semangat ya Jane🤭
2021-01-22
1