Bab 4

Di ruang putih yang sunyi, roh Ben Wang melayang tanpa arah. Kesedihan dan amarahnya bercampur menjadi satu, membuatnya tidak bisa tenang. Di hadapannya terbayang wajah Moon, senyum yang pernah ia abaikan, tangis terakhirnya yang menusuk jantungnya.

“Aku gagal melindunginya… gagal mengenali cintanya… dan aku terlalu bodoh mempercayai Viona…” gumam Ben dengan suara bergetar.

Tiba-tiba, dari kegelapan, muncul cahaya terang. Suara bergema, entah dari langit atau dari dalam hatinya.

"Ben Wang, apakah kau ingin kesempatan kedua?"

Ben menatap cahaya itu dengan mata penuh tekad. “Ya! Aku ingin hidup kembali. Aku ingin menghentikan Viona, aku ingin menebus semua kesalahanku pada Moon. Beri aku kesempatan sekali lagi!”

Cahaya itu semakin terang, lalu tubuh roh Ben terseret ke dalam pusaran waktu. Bayangan hitam dan putih berputar cepat, hingga semuanya menjadi gelap.

***

Ketika Ben membuka matanya, ia terengah-engah. Tangannya menyentuh wajahnya sendiri, tubuhnya terasa hangat—hidup. Ia melihat kalender di meja kerjanya: Februari 2024.

Matanya membelalak. “Aku… kembali ke setahun lalu?”

Ia berdiri dari kursi, menatap kaca di dinding. Wajahnya masih muda, tanpa luka bekas kecelakaan. Semua masih sama seperti sebelum tragedi itu terjadi.

Ben mengepalkan tangannya, tekad membara di dalam dadanya. “Moon… kali ini aku tidak akan melepaskanmu lagi. Dan Viona… aku akan membuatmu menyesali semua perbuatanmu.”

Di luar, langit sore tampak biasa saja, seolah dunia tidak tahu bahwa seorang pria baru saja dilahirkan kembali dengan dendam, cinta, dan kesempatan kedua untuk mengubah takdirnya.

Ben melangkah keluar dari kantornya, ruangan besar dan luas itu terlihat beberapa karyawan sedang fokus pada tugas masing-masing. Namun tatapan Ben tidak tertuju pada mereka, melainkan ke arah meja kerja Moon yang tampak kosong.

"Direktur!" seru asistennya, sedikit terengah karena baru saja berlari mengejarnya.

"Di mana Viona?" tanya Ben dingin tanpa menoleh.

"Viona dan Moon menemui klien di restoran Tiongkok," jawab asistennya, Justin Ang, sambil menundukkan kepala.

Tatapan Ben semakin tajam. “Tanggal 24 Februari… Viona mendapatkan proyek dari wilayah barat. Itu berarti hari ini. Sepertinya proyek ini didapatkan dengan cara mengorbankan Moon,” batin Ben, langkahnya semakin cepat menuju lift.

"Siapkan mobil!" perintah Ben dengan suara rendah tapi penuh tekanan, membuat Justin merinding.

"Iya," jawab Justin cepat, lalu menyusul dari belakang. Sambil menahan napas, ia bergumam dalam hati, “Aneh, yang ditanya soal nona Viona, tapi kenapa meja Moon yang diperhatikan? Jangan-jangan Moon melakukan kesalahan lagi.”

Restoran Tiongkok.

Di koridor panjang dan mewah dengan lampu gantung berkilau, dua wanita berdiri di dekat pintu sebuah ruang VIP. Moon terlihat pucat, tangannya sedikit gemetar memegangi perutnya.

"Viona, aku tidak bisa minum lagi. Kondisiku tidak baik," ujar Moon lirih, suaranya bergetar menahan sakit.

Viona meliriknya dengan senyum tipis penuh ejekan. Ia melipat tangan di dada, langkahnya mendekat hingga wajah mereka hanya berjarak sejengkal.

"Baiklah," ucap Viona pelan, tapi nada suaranya tajam seperti pisau. "Kalau proyek ini gagal kudapatkan, kau juga tidak bisa lagi bekerja di perusahaan."

Moon menunduk, matanya memerah. Napasnya terengah seakan dada terasa sesak.

"Jangan lupa, Ben hanya mendengar kataku," lanjut Viona dengan tatapan penuh kuasa. "Satu kata dariku, maka kau akan dipecat. Nenekmu masih dirawat di rumah sakit, bukan?"

Moon langsung menatap Viona dengan sorot panik, seolah hatinya diremas.

"Kalau kau tidak ingin menghentikan pengobatan nenekmu, turuti aku. Kehilangan pekerjaan sama saja pengobatan dihentikan," bisik Viona dengan senyum licik, sambil menepuk pelan bahu Moon.

"Tugasmu hanya menghabiskan beberapa minuman, sehingga mereka puas dan kita akan berhasil," kata Viona dengan senyum tipis yang penuh kelicikan.

Moon menunduk, jemarinya meremas ujung roknya. Wajahnya pucat pasi, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya. “Dokter sudah mengingatkan aku, kalau aku minum lagi, maka lambungku akan terluka. Kalau aku menolak dan dipecat, bagaimana dengan nenek? Aku masih butuh uang untuk membiayainya. Tiga hari lagi aku harus membayar biaya nenek,” batin Moon, dadanya semakin sesak menahan dilema.

Viona mendekat, wajahnya hanya sejengkal dari Moon. Ia berbicara dengan nada pelan, seolah sedang memberi nasihat, padahal isinya racun.

"Moon, kau tidak ada pilihan lain selain menemani mereka minum seperti biasa. Kau juga tahu kalau Ben sudah sangat membencimu. Jadi jangan membuatnya semakin membencimu. Karena semua proyek baginya sangat penting."

Moon mendongak sekilas, sorot matanya bergetar penuh kepasrahan. Viona tersenyum puas melihatnya

Dengan langkah anggun penuh percaya diri, Viona mendorong pintu kayu berukir emas dan melangkah masuk ke ruangan itu. Musik lembut dan aroma alkohol langsung menyeruak. Moon berdiri kaku di ambang pintu, jantungnya berdetak keras, seolah tubuhnya sudah tahu bahwa ia akan diseret ke dalam penderitaan.

***

Mobil hitam yang dikendarai Justin melambat lalu berhenti tepat di depan restoran Tiongkok yang megah. Tanpa menunggu, Ben langsung membuka pintu mobil dan melangkah keluar dengan cepat

“Ada apa dengan bos? Kenapa hari ini terlihat sangat berbeda… bahkan terburu-buru?” batin Justin, yang segera mengejar langkah atasannya, hampir berlari kecil di belakangnya.

Sementara itu, di dalam ruang VIP berlapis ornamen emas, aroma alkohol pekat memenuhi udara. Moon berdiri dengan kedua tangannya gemetar saat memegang segelas minuman keras. Wajahnya pucat, bibirnya bergetar, namun matanya penuh keterpaksaan.

"Tuan Yin," suara Viona terdengar manis namun menusuk, "Moon sangat hebat soal minuman. Dia mampu menghabiskan enam gelas dalam satu malam. Apakah ini mampu membuaskan anda?"

Pria paruh baya di hadapan mereka tertawa terbahak, suaranya keras dan penuh kesenangan.

"Ha ha ha… gadis muda seperti dia, ternyata hebat juga dengan minuman keras. Jarang ada yang sekuat ini."

Viona menoleh sekilas ke arah Moon, senyumnya licik, penuh arti.

"Moon, kau sangat beruntung karena bisa minum untuk Tuan Yin," ucapnya dengan sengaja, seolah menekankan bahwa keberadaan Moon hanyalah alat tawar-menawar.

Moon menunduk, jemari yang memegang gelas semakin erat hingga buku-buku jarinya memutih. Hatinya berteriak ingin menolak, tapi bayangan neneknya yang terbaring lemah di rumah sakit membuat ia hanya bisa menahan nafas. “Kalau aku berhenti sekarang… nenek tidak akan mendapat perawatan. Aku tidak punya pilihan…” batinnya, mata berkaca-kaca.

Di saat yang sama, pintu ruang VIP itu terbuka keras. Cahaya dari koridor masuk, memperlihatkan sosok tegap dengan tatapan tajam. Ben Wang berdiri di sana, jasnya masih rapi, tapi wajahnya gelap penuh kemarahan.

Suasana di ruangan langsung menegang. Gelas di tangan Moon sedikit berguncang, sementara senyum Viona perlahan memudar.

“Kenapa tidak mengajakku untuk minum bersama?” suara Ben terdengar tenang namun tegas, senyumnya mengalirkan wibawa seorang direktur. Ia melangkah masuk perlahan, setiap langkahnya memancarkan aura yang membuat semua orang di ruangan itu menahan napas.

Begitu matanya jatuh pada Moon, tatapannya seketika berubah. Bukan lagi dingin seperti biasanya—kini ada kelembutan, seolah ingin menenangkan gadis itu yang pucat dan gemetar. Ben mengulurkan tangannya, mengambil gelas dari genggaman Moon dengan hati-hati, seakan melindunginya dari beban yang terlalu berat.

“Ben, bagaimana kau bisa ada di sini?” Viona sontak berdiri, raut wajahnya sedikit panik. Senyum yang tadi penuh percaya diri perlahan menghilang.

Sementara itu, Tuan Yin tampak terkejut, tapi segera menyunggingkan senyum ramah.

“Tuan Wang, tidak kusangka anda bisa hadir secara langsung. Kehadiran anda suatu kehormatan.”

Ben menoleh pada pria itu, senyumnya hangat namun penuh ketegasan.

“Acara pertemuan ini sangat penting. Kalau saya tidak datang, itu sama saja saya tidak menghargai anda. Sebagai direktur, saya sendiri yang harus menemani anda minum—bukan seorang sekretaris kecil yang harus menghabiskan gelas demi gelas,” ujarnya, sebelum dengan tenang menenggak minuman keras yang tadi hampir dipaksa kepada Moon.

"Tidak mudah bisa minum bersama Anda, malam ini kita harus minum sampai puas. Nona Viona mengatakan bahwa Sekretaris Moon bisa menghabiskan enam gelas. Apakah Sekretaris Moon bisa menemani kita minum bersama?" tanyanya sambil menatap Moon dengan tatapan penuh tantangan.

Moon menelan ludah, dadanya terasa sesak. Ia tahu jika menolak, bukan hanya pekerjaannya yang hilang, tapi juga biaya pengobatan neneknya akan terhenti.

"Tentu saja bisa, Tuan Yin. Asalkan Anda puas," jawab Viona cepat, dengan senyum penuh kepastian, seolah memastikan Moon tidak punya ruang untuk menolak

"Viona, kau sudah salah paham," ucap Ben dengan nada tenang namun tegas. "Hanya seorang sekretaris kecil tidak layak minum bersama Tuan Yin. Justru kau yang harus melakukannya."

"Aku?" Viona menatap Ben dengan wajah kaget, tak percaya dengan ucapannya.

"Benar," jawab Ben sambil menampilkan senyum tipis penuh makna. "Tiga gelas sebagai permintaan maafmu pada Tuan Yin, dan tiga gelas lagi untuk merayakan kerja sama kita dengan Tuan Yin. Itu menunjukan ketulusanmu!"

Ucapannya membuat Viona terdiam. Ia tak mampu membantah, sementara tatapan Tuan Yin dan Ben membuatnya semakin terpojok.

Terpopuler

Comments

Bu Kus

Bu Kus

bagus Ben buat viona yang meminum nya

2025-09-28

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!