“Ben, kau tidak pernah perhatikan gadis malang itu. Selama ini dia menderita lambung kronis. Akibat sering dipaksa minum alkohol, lambungnya mengalami pendarahan. Pada akhirnya dia hanya bisa pasrah pada hidupnya. Kalau beruntung, dia bisa melewati bulan ini. Kalau tidak… maka dia akan mati bulan depan,” ungkap Viona, suaranya penuh kepuasan.
Ben berusaha menggeser tubuhnya dan menyandarkan diri ke mobil yang remuk. Darah terus mengalir dari mulutnya, napasnya berat, setiap kata terasa menyayat.
“Apa… yang kau lakukan padanya?” tanyanya dengan suara serak, menahan sakit.
Viona mendekat, menunduk sedikit.
“Semua proyek yang kau dapatkan itu sebenarnya hasil dari usahanya, bukan aku. Aku hanya menggunakan dia… membuatnya menemani klien minum sampai puas. Demi biaya pengobatan neneknya, Moon tak bisa menolak. Mengenai file yang dia serahkan padamu… gadis bodoh itu tidak pernah salah. Akulah yang mengambil file yang dia susun, lalu menggantinya. File yang kau terima selama ini… milik asistenku.”
Mata Ben melebar, tubuhnya bergetar.
“Proyek yang kudapat… semua adalah usaha Moon? Kenapa… kenapa kau menyakitinya? Dia tidak bersalah sama sekali. Kau tahu dia menderita lambung kronis, tapi masih memaksanya minum alkohol. Bukankah itu sama saja… kau ingin dia mati?”
Viona tersenyum tipis, tatapannya penuh ejekan.
“Gadis bodoh itu mencintaimu sejak di universitas. Semua orang menyadarinya… hanya kau yang tidak tahu.”
Ben menatap Viona dengan pandangan tak percaya, darah menetes di dagunya.
“A… apa…?” suaranya nyaris hilang.
Viona tertawa kecil, lalu melanjutkan dengan nada sinis.
“Dia selalu menyiapkan sarapan untukmu setiap pagi, diam-diam meletakkannya di mejamu begitu saja. Dia mencintaimu, tapi tak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Sebagai kakak senior, kau sama sekali tidak pernah memperhatikannya. Dan selama ini… kau mengira akulah yang menyiapkan sarapan itu. Karena aku sudah membiarkanmu berpikir begitu, maka aku hanya perlu mengakuinya saja.”
“Selama ini aku salah… aku bodoh selalu menyalahkannya. Viona, kenapa kau melakukan semua ini? Kalau kau hanya menginginkan hartaku, seharusnya aku saja yang kau incar. Tapi kenapa harus melibatkan Moon Lee?” tanya Ben dengan suara lemah, menahan sakit di dadanya.
Viona menyeringai. “Karena dia sangat berguna bagiku. Dia bisa menyenangkan klien, dan demi membantumu, dia rela berkorban. Aku yakin dia sangat tersiksa melihat kemesraan kita. Dan kau? Kau yang dia cintai selama ini, justru tidak pernah percaya padanya. Kau salahkan dia berulang kali, dan aku sangat puas melihatnya menderita. Karena dia mencintaimu, maka dia adalah sainganku.”
Ben menggeleng, air mata jatuh di wajah pucatnya. “Moon Lee hanya menginginkan kehidupan tenang. Sejak dulu dia tidak pernah menyakiti siapa pun… kau tidak seharusnya menyakitinya.”
Viona tertawa kecil, penuh kebencian. “Ben, lebih baik kau terima saja nasibmu. Setelah kau mati, sebagai calon istrimu, aku akan menggantikan posisimu. Semua asetmu akan jadi milikku. Gadis bodoh itu? Hanya menunggu waktu. Dia tidak lagi bermanfaat bagiku. Oh, dan satu hal lagi… neneknya sudah meninggal. Mungkin kau tidak tahu, saat neneknya pergi, dia hampir saja bunuh diri.”
Viona terkekeh, melangkah pergi dengan puas.
Ben semakin marah, tubuhnya bergetar. Ia memuntahkan darah, tangan menggenggam dadanya. “Viona… aku ditipu olehmu. Aku… terlalu bodoh…”
Kesadarannya mulai menghilang, namun ingatannya berlari kembali pada masa lalu—saat pertama kali Moon menyodorkan sebotol air mineral padanya setelah ia selesai bermain basket. Senyum tulus gadis itu terasa begitu nyata.
Kemudian, ia teringat pertemuan kembali setelah bertahun-tahun. Moon yang bergabung di perusahaannya—lebih dewasa, lebih percaya diri, tapi tetap dengan tatapan lembut yang dulu membuatnya nyaman.
Air mata mengalir, sebelum akhirnya Ben memejamkan mata. Dalam hati, ia berbisik lirih:
“Moon… maafkan aku. Andaikan aku diberi kesempatan untuk hidup kembali… aku hanya ingin hidup dan mati demi dirimu.”
Tarikan napas terakhirnya terlepas, meninggalkan keheningan.
Tiga hari kemudian.
Pemakaman telah dilangsungkan, kematian Ben Wang dihadiri oleh Viona serta sejumlah kerabat dan karyawan perusahaannya. Isak tangis, ucapan belasungkawa, dan doa bergema memenuhi udara. Di tengah keramaian, Moon berdiri terpaku diam. Wajahnya semakin pucat dan matanya memerah karena semalaman menangis.
Dengan suara bergetar, ia menunduk menatap batu nisan Ben.
“Ben, aku tidak menyangka pertengkaran kita di malam itu adalah kali terakhir kita bertemu…” ucap Moon lirih, tangannya meremas bunga putih yang hampir hancur di genggamannya. “Andaikan aku bisa menggantikanmu… aku juga rela. Tapi sayang, semuanya sudah terlambat. Kenapa bisa seperti ini?”
Air mata jatuh membasahi pipinya, sementara bibirnya terus bergetar menahan isak. Setelah tidak lama, satu per satu orang meninggalkan lokasi pemakaman. Hingga akhirnya, hanya Moon yang masih berdiri di sana, tubuhnya goyah di depan nisan yang baru.
Di satu sisi, roh Ben berdiri. Wajahnya muram, sorot matanya penuh penyesalan dan dendam. Ia menatap Moon dengan tatapan sendu yang menusuk. Perlahan ia melangkah mendekat, mencoba mengulurkan tangan untuk menyentuh pundaknya. Namun, saat jarinya hampir menyentuh, tubuhnya hanya menembus udara kosong.
“Moon… aku ada di sini… aku mendengarmu,” bisik Ben, suaranya lirih, terhenti oleh luka batin yang semakin dalam.
Moon berjongkok pelan, tangannya gemetar saat meletakkan setangkai bunga lili putih di depan batu nisan. Hembusan angin sore menerpa wajahnya, membawa aroma tanah basah dan kesedihan yang tak berujung.
“Ben, aku tahu… selama ini kau tidak suka dan membenciku,” ucap Moon lirih, matanya berair, bibirnya bergetar menahan tangis. “Oleh karena itu aku tidak berani berharap. Saat masih di universitas, semua orang tahu kalau kau pacaran dengan Viona. Aku memilih mundur… karena aku sadar dengan statusku. Kalian adalah pasangan yang serasi. Oleh sebab itu aku memilih melupakanmu.”
Moon menunduk dalam, kedua bahunya bergetar hebat. “Aku berhenti sekolah karena masalah keuangan, dan mulai bekerja. Siapa sangka, enam tahun kemudian kita bertemu lagi. Kau… adalah atasan ku. Aku telah bekerja denganmu selama tiga tahun. Kau tetap saja bersikap dingin padaku. Bahkan aku tidak pernah melihat kau tersenyum padaku. Saat di hadapan Viona kau selalu tersenyum dan perhatian."
Tangisnya pecah, ia menutup wajah dengan kedua tangannya. “Tapi semua ini tidak penting lagi… kau sudah tidak ada. Aku juga akan pergi. Seharusnya kau bahagia bersama orang yang kau cintai. Aku berharap… di kehidupan yang selanjutnya kau menemui wanita yang kau cintai, menikah, dan hidup bahagia.”
Ben berdiri tepat di hadapannya, tubuhnya tembus cahaya, matanya berkaca-kaca melihat Moon yang begitu hancur. Ia berusaha mendekat, menunduk, dan berbisik dengan suara serak penuh penyesalan.
“Moon… aku tidak membencimu sama sekali,” lirih Ben, suaranya seperti terbawa angin. “Dulu dan sekarang… aku tidak pernah membencimu. Aku hanya menjaga jarak dengan semua wanita demi menjaga perasaan Viona. Tapi ternyata… aku salah menilainya.”
Ia mengepalkan tangan yang transparan, menahan rasa sakit yang tak lagi fisik, melainkan batin. “Dialah yang menyebabkan aku kecelakaan… dan dia lolos begitu saja.” Roh Ben menatap Moon, ingin sekali menghapus air matanya. “Moon… kau harus tetap hidup, dan menemukan kebahagiaanmu. Jangan putus asa!"
Moon tiba-tiba memegangi bagian perutnya. Rasa perih yang menekan lambungnya membuat tubuhnya terhuyung. Ia terbatuk keras, lalu darah segar mengalir dari mulutnya.
Mata Ben membulat lebar, panik, saat melihat darah itu membasahi jemari Moon.
“Moon!” teriaknya, berusaha meraih tubuhnya, meski tangannya menembus begitu saja.
Moon menatap telapak tangannya yang berlumur darah, bibirnya bergetar. Pandangan matanya kosong, penuh kesedihan. Senyum tipis terukir di wajahnya, getir sekaligus pasrah.
“Nenek… tunggu aku,” bisiknya lirih, sebelum tubuhnya terkulai lemah di tanah, kehilangan kesadaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
merry
klo jasdd y dikubur gmn Reakarnasi ben ya,, biasa knn mrkk reinkarnasi terbangun dr koma gt,, ap roh y msk ke tbuh lain mn bs bls dendam org gk knl lg
2025-09-28
0
Bu Kus
kasihan moon semoga bisa sembuh moo
2025-09-27
0