Moira masih fokus menunduk, mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Razka dan Jackson. Dia tidak sadar, di lorong gelap dekat ruangan privat, ada sepasang mata yang sedang mengawasinya.
Stella.
Sejak Moira pergi ke toilet, Stella sudah curiga. Diam-diam dia mengikutinya, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat Moira mengenakan celemek pelayan dan masuk ke ruang privat sebelah.
Alis Stella terangkat, bibirnya melengkung membentuk senyum licik.
‘Ngapain coba dia nyamar? Jangan-jangan… dia lagi ketemuan sama pacar rahasianya?’batin licik Stella.
Kepalanya segera dipenuhi ide busuk.
“Kalau benar, wah, kasihan Arland. Baru aja mulai perhatian sama Moira, eh ternyata udah dikhianatin. Ini bisa jadi senjata gue buat bikin Arland benci dia.”
Stella mengeluarkan ponselnya perlahan, mengaktifkan kamera tanpa suara. Dengan hati-hati, dia mengarahkan lensa ke arah Moira yang sedang berdiri di pintu private.
“Bagus. Dengan bukti ini, Arland pasti percaya Moira main belakang.”
Stella menutup mulutnya menahan tawa kecil, matanya berbinar penuh kemenangan. Dia tidak tahu, apa yang sebenarnya Moira lakukan jauh lebih berbahaya daripada sekedar berselingkuh dan justru bisa menjadi titik balik yang menghancurkan banyak orang.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Lo tahu kemana perginya Moira, Land?” tanya Stella sambil duduk kembali di kursinya, nada suaranya ringan tapi penuh jebakan.
“Ke toilet.” Arland menjawab singkat dengan ekspresi datar, tanpa mengalihkan pandangan dari gelas winenya.
Stella menggelengkan kepala pelan, lalu tersenyum miring. “Lo terlalu bodoh dibohongin sama Moira.”
Tatapan Arland seketika berubah. Suaranya rendah, dingin, penuh tekanan. “Maksud lo?”
Dengan penuh kemenangan, Stella mengeluarkan ponselnya. Jemarinya lincah membuka galeri, lalu ia sodorkan layar itu ke hadapan Arland.
“Ck, nih. Lihat apa yang dilakuin Moira tadi. Katanya ke toilet, ternyata dia malah ketemu sama pacarnya diam-diam. Bahkan nyamar jadi pelayan.”
Rekaman itu jelas. Dari layar, tampak sosok Moira dengan celemek pelayan, masuk ke ruang privat tempat Razka dan Jackson berada.
Stella melirik ke arah Arland, menunggu reaksinya. Ia membayangkan pria itu pasti akan murka, mungkin langsung berdiri dan mengumumkan pembatalan pertunangan.
Namun yang terjadi tidak seperti bayangannya.
Arland menatap layar ponsel itu dalam-dalam, ekspresinya tak berubah, hanya kedua matanya sedikit menyipit. Wajahnya tidak menunjukkan amarah ataupun kekecewaan, justru ada sinar lain—tajam, penuh kalkulasi.
Dia mendorong kembali ponsel itu ke arah Stella.
“Lo yakin itu pacarnya?” suaranya datar, tapi menusuk.
Stella mengangguk cepat. “Ya iyalah! Bukannya jelas banget? Cewek normal mana coba yang nyamar cuma buat… nongol gitu?”
Arland menatap Stella dengan tatapan dingin yang membuat gadis itu bergidik. “Justru karena nggak normal, gue tahu Moira lagi nyembunyiin sesuatu. Dan gue bakal cari tahu sendiri… bukan dari rekaman murahan lo.”
Stella tercekat. Ia tidak menyangka Arland sama sekali tidak termakan provokasinya. Senyum miring yang tadi penuh percaya diri kini pudar, berganti rasa kesal yang membara. Kenapa malah Moira makin menarik perhatian Arland?
Arland kembali meneguk winenya, lalu berucap pelan tapi jelas, “Jangan campur tangan lagi, Stella.”
‘Sial, aarghh ini semua gara-gara penampilan Moira kenapa dia berubah sih… padahal kurang dikit lagi Arland jadi milik gue.’ Batin kesal Stella.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
“Wanita itu siapa?” gumam Moira pelan. Tatapannya tajam mengikuti gerak-gerik sosok wanita bergaun merah yang tampak sibuk memberi perintah pada para pekerja rumah. Dengan nada tinggi, wanita itu menyuruh para pembantu menggeser perabotan dan menata ulang dekorasi seakan rumah besar ini sepenuhnya miliknya.
Moira mendekati salah satu bibi pekerja yang sudah lama dia kenal. “Bi, siapa dia? Kenapa semua orang menurut saja saat dia menyuruh begini?”
Bibi itu menoleh cepat, wajahnya terlihat ragu seakan takut ketahuan oleh si wanita bergaun merah. Namun akhirnya ia menjawab lirih, “Ah, itu… Nona. Dia nyonya di sini. Istri baru Tuan. Sudah dua tahun Tuan Evander menikahinya… waktu Nona masih berada di luar negeri. Namanya Nyonya Paula.”
Moira tertegun. Matanya membulat, bibirnya mengatup rapat. Dua tahun? Dan tidak ada yang memberi tahu Moira?
“Damn,” Moira menggeram pelan. Pandangannya kembali pada wanita itu—Paula. Cantik, berkelas, tapi ada aura licik yang jelas terasa dari setiap senyum tipis dan cara dia memperlakukan para pembantu.
‘Jadi ini ibu tirinya Moira? Kejam sekali… Tuan Evander bahkan tidak memikirkan perasaan anaknya. Malah menikahi wanita sundal seperti dia.’ Batin Hanabi bergejolak penuh amarah.
Dia menarik napas dalam, mencoba menahan diri agar tidak meledak di tempat.
“Terima kasih, Bi,” ucap Moira akhirnya dengan nada tenang.
“Sama-sama, Nona,” jawab si bibi cepat, lalu kembali bekerja, seakan takut percakapan mereka terdengar.
Sementara itu, Moira berdiri diam di tangga, menatap Nyonya Paula dengan tatapan penuh rencana. Baiklah, kalau lo mau main kuasai rumah ini, gue nggak akan tinggal diam.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Tap.
Tap.
Tap.
Bunyi hak tinggi Paula menggema di lantai marmer, makin mendekat ke arah Moira yang berdiri dengan sikap tenang. Tatapan Paula penuh angkuh dan sombong.
“Hei, kamu anaknya Tuan Evander, ya?” ucap Paula dengan nada meremehkan. Dia menyapu pandangannya dari ujung kepala hingga kaki Moira, seolah sedang menilai barang dagangan murah.
Moira tidak bergeming, hanya membalas tatapan itu dengan dingin.
“Kamu berubah, ya,” lanjut Paula, bibirnya melengkung miring. “Kemana kacamata bulat kuno itu? Hm? Jangan bilang kamu mulai dandan karena tertarik sama Arland. Hahaha…” Tawa kecilnya terdengar menusuk. “Seharusnya kamu tetap berpenampilan seperti dulu—norak dan membosankan. Biar Arland ilfeel sama kamu. Stella yang pantas jadi pendampingnya. Dia jauh lebih cocok dibandingkan kamu.”
Moira mengepalkan jemari tangannya, menahan amarah. Namun ia tetap berdiri tegak, tidak menunjukkan kelemahan di depan wanita itu.
Paula mendekat lebih jauh, kini berdiri nyaris di hadapan Moira. Bisikan racunnya makin kejam.
“Kamu itu sama aja kayak ibumu—kampungan. Untung saja dulu Tuan Evander masih mau memungutnya.” Tatapan Paula makin tajam, senyumnya bengis. “Dan syukurlah dia mati. Kalau nggak, aku nggak akan pernah bisa menikah dengan Tuan Evander.”
Kata-kata itu menusuk dalam, bagai pisau yang menoreh langsung ke hati. Namun alih-alih terpukul, Moira mengangkat dagunya sedikit, menatap Paula dengan sorot mata penuh kebencian dan tekad.
Moira tersenyum tipis, menatap Paula tanpa gentar. Suaranya tenang, tapi setiap katanya menusuk seperti belati.
“Lucu juga dengar lo ngomong begitu, Nyonya Paula.” Dia menekankan kata nyonya dengan nada sarkastik. “Ternyata, selama ini lo cuma berani hidup dari sisa-sisa orang lain. Dari sisa peninggalan ibu gue… sampai status yang lo sandang sekarang.”
Paula terdiam sepersekian detik, jelas tidak menyangka Moira akan berani membalas.
Moira melangkah setapak lebih dekat, menatap lurus ke matanya.
“Lo boleh hina gue, tapi jangan hina ibu gue… dan jangan lupa satu hal darah Evander yang mengalir di tubuh gue jauh lebih murni daripada lo, seorang perempuan yang cuma bisa numpang nama.”
Beberapa pembantu yang berada di dekat situ menunduk, menahan napas, suasana jadi tegang.
Moira tersenyum sinis, melanjutkan dengan nada dingin.
“Oh iya, soal Arland…” dia melirik sekilas, seolah sedang mengingat sesuatu yang sepele. “Kalau lo yakin Stella yang cocok, kenapa lo sampai repot ngurusin gue? Takut Arland justru jatuh sama gue, hm?”
Kata-kata itu membuat wajah Paula menegang. Genggaman tangannya di sisi gaun begitu kuat, kuku-kuku hampir menancap ke telapak tangannya sendiri.
Moira menoleh sebentar ke arah para pembantu yang masih sibuk pura-pura bekerja, lalu kembali menatap Paula dengan senyum tipis.
“Kalau lo mau main kotor, silakan. Tapi jangan kaget kalau suatu hari lo yang tenggelam duluan.”
Setelah itu Moira berbalik tenang, melangkah pergi, meninggalkan Paula yang hanya bisa berdiri terpaku dengan wajah muram penuh amarah.
“Bangsat!!! Sejak kapan Moira jadi berani melawan gue hah!! Dan dia bilang apa tadi gue lo?? .”nada emosi terengah-engah Paula menatap tajam punggung Moira yang semakin menjauh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
nonoyy
woah kerennn suka dgn karakter moira
nexttt thor
2025-09-29
3