4

Perintah Tuan Evander jelas—malam ini Moira harus menghadiri makan malam bersama calon tunangannya, Arland Kaiden Gavintara, di sebuah restoran mewah. Namun bagi Moira, ini bukan sekadar pertemuan formal. Ini adalah panggung pertama untuk memperlihatkan dirinya yang baru.

Sejak sore, dia sudah mempersiapkan diri. Kacamata bulat yang selama ini menutupi wajah cantiknya dia letakkan di meja, lalu dia memilih lensa kontak bening. Rambutnya yang biasanya tergerai kusut kini ditata rapi dengan sedikit gelombang alami. Gaun elegan berwarna hitam sederhana, dipadukan dengan heels ramping, membuat penampilannya berubah drastis tidak ada lagi kesan kuno atau membosankan.

Moira berdiri di depan cermin, menatap dirinya sendiri. Wajah muda Moira Evander kini tak lagi terlihat pucat dan kusam. Sentuhan makeup ringan membuat kecantikannya bersinar, berbeda jauh dari gadis yang selalu dianggap remeh.

Bibirnya melengkung tipis. Lihat baik-baik, Arland. Gue bukan lagi cewek yang bisa lo remehin.

Malam itu, sebuah mobil mewah menjemputnya menuju restoran bintang lima di pusat kota. Begitu ia melangkah masuk, tatapan beberapa tamu langsung tertuju padanya. Tak ada yang menyangka bahwa gadis elegan itu adalah Moira Evander—si “calon tunangannya Arland” yang selama ini hanya dikenal sebagai sosok pucat, kikuk, dan tidak menarik.

Dan di salah satu meja, duduk seorang pria dengan tatapan dingin yang tajam Arland Kaiden Gavintara. Dia sempat mengangkat alis, terkejut, ketika melihat sosok Moira yang sangat berbeda dari yang ia kenal.

Moira tersenyum tipis sambil berjalan anggun mendekat.

“Maaf kalau gue telat… Arland.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Arland yang biasanya cuek, bahkan nyaris tidak pernah menoleh pada Moira, kali ini dibuat terpaku. Saat sosok anggun dengan gaun hitam sederhana itu berjalan mendekat, dia sempat mengira gadis itu adalah orang lain. Namun ketika suara lembut itu menyapa, dia tersadar ini Moira, calon tunangannya.

Ada sesuatu yang berubah drastis. Bukan hanya penampilan, tapi juga auranya.

Arland yang terkenal dingin tiba-tiba merasakan kegugupan aneh. Tangannya yang biasa tenang kini tanpa sadar mengetuk meja, dan matanya—yang biasanya menghindari Moira—malah tak bisa berhenti menatapnya.

Kenapa… gue jadi begini? batinnya.

Moira duduk dengan senyum tipis, tenang, seolah ia tidak menyadari keterkejutan Arland. Namun dalam hatinya, Hanabi yang kini hidup sebagai Moira tersenyum puas. Bagus. Setidaknya lo mulai lihat siapa gue sebenarnya.

Suasana makan malam itu baru saja mulai, ketika suara riang tapi menusuk tiba-tiba terdengar.

“Arland! Moira!”

“Aish..shibal.!!”umpat lirih Moira.

Keduanya menoleh. Stella muncul, melangkah masuk dengan ekspresi penuh percaya diri. Dia segera menarik kursi, duduk tanpa sungkan di sisi Moira.

“Tuan Evander nyuruh gue ikut. Katanya takut Moira sendirian kalau lo cuek, Arland.”

Senyum Stella melebar, tapi begitu matanya jatuh pada sosok Moira, dia membeku sesaat. Pupus sudah bayangan Moira si gadis berkacamata bulat dan gaun jadul. Di hadapannya kini duduk gadis cantik dengan aura elegan—dan Arland, pria yang ia incar, jelas-jelas terpesona.

‘Bangsat sejak kapan Moira pintar bermake up!’batin Stella,

rahangnya menegang. Kalau Arland mulai suka sama Moira, semua rencana Stella bisa hancur.

Namun wajahnya tetap dibuat ramah, meski senyum itu kini penuh kepalsuan.

“Wah, Moira… lo kelihatan beda banget malam ini,” ucapnya, suaranya manis tapi matanya menajam. “Sampai gue hampir nggak kenal.”

Moira hanya melirik Stella sekilas, lalu kembali menatap Arland dengan tenang. Senyum tipisnya seolah sengaja memperlihatkan bahwa kini dialah pusat perhatian—dan Stella tak lebih dari bayangan di sisinya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Pelayan datang membawakan menu. Biasanya, setiap kali makan malam bersama, Arland hanya diam dan membiarkan Moira memilih sendiri tanpa sedikit pun perhatian darinya. Namun malam ini berbeda.

Arland menoleh, matanya masih belum bisa lepas dari sosok Moira yang tampak begitu berbeda.

“Mau pesan apa?” tanyanya dengan nada datar, tapi jelas sekali ada ketulusan di balik kata-kata singkat itu.

Moira menutup menu dengan tenang, bibirnya melengkung tipis. “Gue suka sesuatu yang ringan. Salmon mungkin. Lo?”

Arland mengangguk kecil. “Kalau begitu kita pesan yang sama.”

Percakapan sederhana itu membuat suasana meja berubah. Stella yang duduk di sisi Moira merasakan dadanya panas. Tangan di bawah meja mengepal erat. Arland nggak pernah peduli sama Moira. Kenapa sekarang… dia jadi perhatian?

Tak ingin kalah, Stella segera ikut menyelipkan dirinya dalam percakapan.

“Arland, lo masih suka steak, kan? Gue ingat waktu kecil kita pernah makan bareng, lo selalu pesan itu,” ucapnya dengan nada akrab, pura-pura bernostalgia.

Arland menoleh sekilas, matanya dingin. “Itu dulu.”

Jawaban singkat itu membuat senyum Stella hambar, tapi dia segera menutupinya dengan tawa lembut. “Hehe, iya, gue jadi nostalgia aja.”

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Makan malam masih berlangsung, tapi tatapan Moira tiba-tiba tertarik ke arah pintu masuk restoran. Dari sudut matanya, dia melihat sosok yang sangat familiar Razka. Pria itu tidak sendiri, melainkan bersama Jackson, rival keras Nitro dari kelompok mafia lain.

Moira membeku sesaat. Razka… ketemu Jackson di sini? Apa yang mereka rencanakan?

Dia berusaha tetap tenang, tapi jantungnya berdetak kencang. Yang membuatnya semakin curiga, keduanya masuk ke sebuah ruang privat yang berada tepat di samping ruangan tempat Moira dan Arland makan malam.

Dalam kepalanya, roda strategi berputar.

‘Kalau gue bisa tahu isi pembicaraan mereka, gue punya bukti buat bongkar pengkhianatan Razka.’

Dia menoleh pada Arland, menyunggingkan senyum tenang. “Gue ke toilet sebentar, ya.”

Arland hanya mengangguk, meski matanya sekilas mengikuti gerak Moira dengan tatapan berbeda dari biasanya—lebih memperhatikan, seolah ada sesuatu yang membuatnya tak ingin melepas Moira begitu saja.

Moira melangkah keluar dengan langkah anggun, lalu segera mencari celah untuk melancarkan idenya. Di lorong belakang, dia mengambil celemek dan nampan kosong yang diletakkan pelayan, lalu mengenakan masker yang menutupi sebagian besar wajahnya. Dalam sekejap, penampilannya berubah bukan lagi seorang tamu, tapi pelayan restoran biasa.

Dengan tenang, dia mengetuk pelan pintu privat room tempat Razka dan Jackson berada.

“Permisi, saya bawakan tambahan minuman,” ucapnya dengan suara ditahan lembut.

Pintu terbuka sedikit. Dari celah itu, dua bisa melihat Razka duduk santai sambil menyalakan rokok, sementara Jackson menatapnya penuh kewaspadaan. Tak lupa dia sudah menyalakan rekaman yang berada di hp nya ia letakan didalam saku celemek.

Moira menunduk, melangkah masuk, menaruh gelas di meja. Jantungnya berdentum keras, tapi dia berusaha tetap tenang. Dari balik masker, matanya menyapu setiap detail ruangan, telinga fokus menangkap percakapan mereka.

“Kerja sama kita harus cepat diselesaikan,” suara Jackson terdengar berat dan penuh tekanan.

“Tenang,” jawab Razka dengan senyum miring khasnya. “Begitu semua aset Nitro pindah tangan, Hanabi nggak akan jadi masalah lagi.”

Moira menggenggam nampan erat-erat. Matanya menyala. ‘Anjing!!! Jadi benar… lo yang ngehianatin gue, Razka. Dan kalian kerja sama.’

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!