3

Stella melangkah anggun memasuki restoran mewah yang sudah dia pilih dengan matang. Dia mengenakan gaun sederhana namun elegan, wajahnya dihias makeup tipis yang menonjolkan kesan lembut dan natural.

...Stella...

Saat melihat sosok pria berjas hitam dengan aura tegas dan tatapan tajam duduk di salah satu meja, senyum puas muncul di bibirnya. Rambut berwarna putih seperti idol korea membuat ketampanan Arland semakin tumpah-tumpah.

...Arlend Kaiden Gavintara...

Arland Kaiden Gavintara.

Putra tunggal keluarga Bagaskara. Calon Tunangan Moira.

Dia berjalan seolah tak sengaja, pura-pura baru menyadari keberadaan Arland.

“Hei.., Arland?” suaranya dibuat seolah terkejut, lembut dan penuh sopan santun. “Gue nggak nyangka ketemu lo di sini.”

Arland mengangkat kepalanya sekilas. Tatapannya dingin, suaranya datar.

“Kebetulan.”

Stella tersenyum manis, lalu menarik kursi seolah meminta izin dengan sikap malu-malu.

“Boleh gue duduk sebentar? Restorannya penuh, gue bingung mau di mana…”

Arland tidak menjawab, hanya mengangkat alis. Sikapnya cuek, tapi Stella tahu itu bukan penolakan mutlak. Dia pun duduk dengan hati-hati, menjaga setiap gerak-geriknya agar terlihat anggun. Bodoh amat sama sikapnya Arland.

“Arland…” Stella mencoba membuka percakapan, menundukkan kepala dengan ekspresi polos.

“Gue sering dengar orang bilang lo itu… dingin. Tapi sebenarnya, gue rasa lo cuma salah dimengerti. Cewek yang nggak tahu cara bersikap aja yang bikin lo kelihatan keras dan dingin.”

Arland menatapnya tajam, seolah menembus kepura-puraan itu.

“Kalau lo mau ngobrol basa-basi, cari orang lain. Gue nggak punya waktu untuk hal bodoh.”

Seketika wajah Stella sedikit kaku, tapi ia cepat-cepat menutupinya dengan tawa lembut.

“Ah, lo emang tegas banget, ya… gue suka cowok yang kayak gitu. Nggak semua orang berani bicara jujur.”

Namun dalam hati, Stella mendengus kesal. Dia tahu Arland bukan tipe yang mudah terpikat oleh kepolosan murahan. Bagi pria itu, wanita bodoh dan tidak menarik hanyalah buang-buang waktu. Maka, jika ingin mendapatkannya, Stella harus main lebih halus dan lebih berbahaya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Langkah Gentha bergema pelan di markas Nitro. Lorong itu masih sama dingin, penuh bayangan, dan menyimpan kenangan yang terlalu banyak tentang Hanabi Watson. Tangannya menyusuri dinding, seolah mencoba meraba kembali jejak sahabat yang kini sudah tiada.

Dia masuk ke ruang kerja Hanabi. Aroma samar parfum khas Hanabi masih tertinggal di udara, membuat dadanya terasa sesak. Di meja, masih ada beberapa berkas, foto, bahkan cincin kecil yang pernah dipakai Hanabi saat rapat penting. Gentha meraih cincin itu, menggenggamnya erat.

“Bi…” bisiknya lirih, matanya memerah. “Kalau gue kangen lo, paling nggak gue masih bisa lihat barang-barang lo.”

Tiba-tiba suara langkah terdengar dari arah tangga. Gentha menoleh, dan dari kaca ruangan Hanabi terlihat Razka menuruni anak tangga dengan senyum manis menghiasi wajahnya. Senyum yang bagi orang lain mungkin menenangkan, tapi bagi Gentha terasa aneh, dingin.

“Gentha…” panggil Razka dengan nada seolah ramah masuk ke dalam ruangan tersebut. “Lama nggak kelihatan. Kangen sama tempat ini?”

Gentha menatapnya dalam diam, genggaman pada cincin semakin kuat. Ada sesuatu di dalam dirinya yang berteriak entah firasat atau sekadar kebencian mendalam bahwa di balik senyum manis itu, Razka menyimpan rahasia besar.

“Gue cuma mampir,” jawab Gentha singkat, nadanya dingin. “Ngambil barang peninggalan Hanabi. Buat kenangan.”

Razka mendekat dengan tatapan penuh arti. Senyumnya tetap terjaga, tapi matanya menyorot tajam.

“Kenangan, ya? Bagus kalau lo masih inget dia… meski dia sendiri udah milih ninggalin kita dengan cara yang bodoh.”

Kata-kata itu membuat Gentha menahan napas, rahangnya mengeras.

Hanabi nggak mungkin bunuh diri, batin Gentha.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Suasana supermarket sore itu ramai. Moira mendorong troli dengan santai, matanya sibuk memilih barang-barang kebutuhan. Namun, tanpa sengaja bahunya menyenggol seseorang.

“Ah, maaf” ucapnya refleks, lalu matanya membeku saat melihat wajah pria yang disenggolnya.

Razka.

Sosok yang pernah dia percaya sepenuhnya, sosok yang ternyata menjadi penghianat dan penyebab kematiannya.

Tanpa sadar, Moira bergumam lirih, “Razka…”

Sialnya, pria itu mendengar. Razka menoleh cepat, alisnya terangkat curiga. “Hm? Lo kenal gue?”

Sekejap jantung Moira serasa berhenti. Tapi dengan cepat, dia mengubah ekspresi wajahnya menjadi kagum penuh semangat, matanya berbinar.

“Tentu aja kenal! Lo kan Razka, penyanyi cafe yang lagi naik daun, kan?” katanya dengan nada riang seolah seorang fans.

Razka menyipitkan mata, menimbang. Lalu senyum miringnya muncul, sama seperti dulu senyum yang bagi orang awam terlihat menawan, tapi bagi Hanabi terasa beracun.

“Oh? Jadi lo fans gue, ya?”

Moira tertawa kecil, mencoba memainkan perannya. “Iya dong! Gue sering nonton lo manggung di cafe, suara lo keren banget. Gue sampe hafal beberapa lagu lo, lho.”

Razka tertawa ringan, menatapnya dengan tatapan penuh selidik.

“Wah, gue nggak nyangka ketemu fans di sini. Nama lo siapa?”

Dalam hati Moira menahan emosi. Ia ingin menjeritkan siapa dirinya sebenarnya Hanabi Watson, pemimpin Nitro yang dia khianati. Tapi dia hanya tersenyum manis, mengulurkan tangan.

“Nama gue… Moira.”

Razka menjabat tangannya. Cengkeramannya kuat, matanya meneliti wajah Moira seolah mencoba mengingat.

“Moira, ya? Nama yang cantik. Seneng kenal lo.”

Moira tersenyum tipis, tapi dalam hatinya bergejolak. Permainan baru dimulai, Razka. Kali ini… gue yang akan ngeliat lo jatuh.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terpopuler

Comments

💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩

💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩

mangattt kak aku menunggu

2025-09-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!