Part 2 Perjodohan

Mohon saran dan kritiknya...

°

°

°

Ave's Pov

Hari ini pesta pertunangan Mbakyu Raras dan Mas Bayu. Tidak banyak yang hadir hanya keluargaku dan keluarganya Mas Bayu. Sebenarnya aku tak suka dengan cara ini. Andai bisa kabur, aku kabur saja, tetapi mau ke mana. Memang ada mobil di garasi, tetapi ayah orang yang pelit. Kami hanya memiliki tiga kendaraan saja. Satu mobil untuk mengantarkan ayah ke perkebunan. Satu mobil dipakai untuk kami bersama. Satunya lagi minibus untuk kami berlibur. Sepeda motor hanya milik Mas Bagas. Sedangkan aku hanya memiliki sepeda Ontel. Itupun harus Salim yang membuntuti dari belakang.

"Non Ave, kok tidak ke Pendopo utama." Si Salim mengejutkanku yang sedang duduk di taman.

"Bosan aku di sana, Salim," sahutku malas.

"Jangan begitu, Non? Ini acara pertunangannya Mbakyu Raras, Non."

"Ih Salim ini. Aku akan bosan seharian di sini." Aku menggerutu.

"Ayo Salim. Kita naik sepeda saja," bujukku manja.

"Tidak, Non. Nanti Eyang Yaya marah seperti kapan hari itu loh," tegasnya menolak permintaanku.

"Salim ini bikin aku jengkel. Kan Eyang Yaya nggak lihat kita," rajukku sekali lagi.

"Jangan ah Nona. Nanti marah loh Eyang Yaya."

"Dasar Salim penakut," ejekku dengan memajukan bibir sambil melangkah pergi.

"Non ... ,awas ada....." Salim teriak.

"Apa...!" Aku belum melanjutkan kalimatku tiba-tiba saja ada tangan yang menopang tubuhku agar tak jatuh ke kolam.

Kami saling berpandangan. Canggung.

"Maafkan saya, Non Ave. Saya nggak sengaja," ucapnya malu saat ketahuan memegang pinggangku.

Aku langsung berlari. Malu rasanya ada seorang lelaki yang memegang pinggangku walau itu tak disengaja.

*****

"Cah Ayu, ning endi kowe?" tanya Eyang Yaya kepadaku. [ Nona Ayu. Kamu di mana ?]

"Ave di sini, Eyang Yaya," jawabku di teras.

Eyang Yaya selalu memanggilku Cah Ayu. Kata Eyang Yaya susah menyebut namaku.

"Cah Ayu, Eyang mboten priksa sampeyan mau." [ Tadi eyang tidak lihat kamu tadi ]

"Ave ada di taman, Eyang. Bosan Ave di acara itu," kataku takut.

"Mboten kenging mekoten toh Cah Ayu."  [ Tidak boleh seperti itu ]

"Iya Eyang. Maafkan Ave, ya, Eyang."

"Ojo neng di baleni maneh." [ Jangan dilakukan lagi ]

Aku mengangguk.

"Yo wes. Salim ning endi, Cah Ayu?"

"Ada di belakang, Eyang."

"Ayah mau minta tolong sama Salim, Nduk." Suara ayah tiba-tiba ada di belakangku.

"Minta tolong apa ayah?"

"Ambil barang pesanan Eyang Uti di rumah Bude (Tante) Yayuk," kata Ayah sambil duduk di samping Eyang Yaya.

"Ave boleh ikut nggak, Ayah?" Aku merayu ayah.

Ayah diam saja menanggapi permintaanku.

"Ayah boleh, ya. Ave lama nggak bersepeda," rayuku lagi agar didengar.

Aku melirik Eyang Yaya agar memperbolehkanku.

"Yo wes. Ati-ati. Ojo sampai nyemplung maneh ning kali." Eyang Yaya memberi ijinnya. [ Ya sudah hati-hati. Jangan sampai jatuh lagi di sungai ]

"Terima kasih Eyang." Aku pamitan dengan Eyang Yaya dan Ayah.

Eyang Yaya selalu ingat dengan apa yang menimpaku bulan lalu. Aku malu. Aku jatuh di sungai walaupun dangkal dan malu karena banyak anak-anak kecil tertawa.

"Semoga Salim bisa menjaga Ave ya, Romo." ( Ayah)

Eyang Yaya hanya tersenyum.

*****

Di sore hari menjelang maghrib. Eyang Yaya, Eyang Uti dan anak menantunya sedang duduk di Pendopo. Mereka terlihat membicarakan sesuatu.

"Permisi Tuan Wijaya. Maaf saya terlambat," sahut Pak Malik tergesa-gesa.

"Mboten nopo-nopo, Malik." Eyang Yaya mempersilahkan Pak Malik untuk duduk.

"Ada apa Tuan memanggil saya? tanya Pak Malik dengan penasaran. Tak seperti biasanya Eyang Yaya mengundang dirinya dalam rapat keluarga.

"Jangan panggil Tuan, Jaka. Kita sudah berteman lama. Aku tak ingin kau memanggilku Tuan jika di rumah." Pak Brata memberitahu dengan anggukan Eyang Yaya dan Eyang Uti.

"Begini Jaka. Ada hal yang ingin kami katakan kepada Jaka. Ini mengenai Salim." Eyang Uti membuka suara terlebih dahulu.

Salim? Apakah Salim berbuat Salah? Itu yang ada di benak Pak Jaka sekarang.

"Apakah anak saya berbuat salah Eyang?" Panik melanda Pak Jaka.

Eyang Yaya malah tertawa melihat raut wajah Pak Jaka yang panik. Pak Jaka semakin bingung.

*****

Suara roda yang berpadu dengan gesekan jalan terdengar nyaring saat dikayuh oleh Salim. Salim mengayuh sepeda onthelnya di belakang ada yang diboncengnya. Nona Ave yang cerewet. Sejak pulang dari rumah Bude Yayuk. Tak hentinya ia mengeluh karena badannya yang capek terguncang oleh bebatuan di jalan. Salahnya siapa juga yang ikut.

"Eyang Uti ini juga aneh. Masa kita hanya disuruh mengambil barang ini." Ave terlihat kesal dengan barang yang dibawanya. Satu kresek terong belanda.

"Kan bisa beli di pasar," gumamnya lagi. Salim hanya mendengarkan saja.

"Benar tidak Salim?"

Tak ada jawaban.

"Salim Lim ..."

"Iya Nona. Ada apa?" Salim hanya fokus ke arah depan.

"Kebiasaan kamu. Nggak pernah dengar perkatanku." Ave mendengkus kesal.

"Iya Non. Maafin Salim." Tetap dengan pandangan lurus ke depan.

Dengan duduk menyamping di atas sepeda yang dikayuh oleh Salim membuat penat tubuhnya. Perjalanan menuju ke rumah tidak membutuhkan lama hanya sekitar 10 menit saja. Hanya karena jalannya masih licin habis hujan maka Salim harus mengemudikannya pelan-pelan.

"Salim, bagaimana kuliahmu?" Ave membuka suaranya karena terasa sepi.

"Baik-baik saja Nona."

"Apa kau sudah punya pacar?"

Glek ...

Pertanyaan spontan yang meluncur dari mulut gadis cerewet ini sontak membuatnya kaget. Bagaimana bisa ia memiliki kekasih? Pekerjaannya hanya mengantar jemput si Nona Centil dan ke kampus di sore hari. Malamnya Salim langsung tidur karena capek. Lagi pula ia sudah menyukai seseorang yang disukai sejak dulu. Salim tak bisa menjawabnya. Karena mereka sudah tiba di rumahnya.

"Nah itu mereka sudah datang." Pak Brata melambaikan tangannya untuk memanggil Salim dan Ave.

"Apa Eyang Yaya yakin dengan ini semua ini?" Rasa tak percaya terbaca di wajah Pak Jaka saat mereka membahas suatu hal."

"Iyo, Aku iki tenanan. Kuwi kudu percaya karo aku." Eyang Yaya menepuk bahu Pak Jaka.

"Semoga setelah membahas hal ini. Jaka memahami maksud kami." Ambar, Istri Pak Brata memberi keyakinan.

"Jika ini terbaik untuk Salim. Saya serahkan semuanya sama Eyang Yaya saja." Pak Jaka akhirnya mengalah.

Eyang Yaya tersenyum menanggapi perkataan Pak Jaka. Tak lama kemudian orang yang ditunggu. Mereka berdua terlihat bingung dengan pertemuan ini. Apalagi tak seperti biasanya Eyang Yaya mengundang ayahnya Salim. Eyang Yaya mengatakan sesuatu yang membuat mereka kaget hingga Ave menjatuhkan terong belanda ke lantai.

"Kalian berdua akan Eyang jodohkan."

○○○○○○

Tbc.....

Kira-kira Ave nolak tidak ya?

Penasaran kan?

Tunggu cerita selanjutnya.

Jika ada Bahasa Jawa yang kiranya ada yang salah. Boleh beritahu saya ya?

Terpopuler

Comments

Arsy Pudiw

Arsy Pudiw

😊😊😊

2021-02-26

0

Kalila Putri

Kalila Putri

ga usa ada pke bhsa jawa deh thor

2020-10-13

5

Hafni Azhari

Hafni Azhari

thor jangan dicampur bahasanya,bikin bingung.padahal bagusloh ceritanya

2020-09-24

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!