Bab 5. Mengalahkan Panjul.
Mendengar teriakan Panjul yang menggelegar, tanpa sadar mata semua siswa menatap kepada Jaka. Melihat itu, mata Panjul menyipit. Dia pun mengarahkan pandangannya kepada Jaka yang sudah bangkit dari tempat duduknya.
Melangkah dengan santai ke hadapan Panjul, dia pun berkata:
"Aku Jaka. Apa maumu?" ucapnya acuh tak acuh, menatap lurus ke arah mata Panjul. Tanpa rasa gentar, tanpa rasa takut.
Sontak saja, apa yang dikatakan oleh Jaka membuat mata semua orang terbelalak karena terkejut luar biasa. Perlu diketahui, meskipun dia berada di peringkat 10 dari 10 preman terkuat, dirinya memiliki julukan lain yaitu si Tukang Jagal.
Gelar itu diberikan bukan hanya sekadar untuk gaya-gayaan, tapi karena dia memang sangat ganas. Sekali orang menjadi targetnya, maka target tersebut akan dihancurkan dengan tinjunya yang keras seperti batu. Setiap kali tinjunya mendarat, itu akan mematahkan tulang. Oleh sebab itu dirinya dijuluki Tukang Jagal.
Mendengar itu, bukannya marah, Panjul justru tersenyum menyeringai.
"Hmm... Hahaha! Sungguh menarik. Aku tidak menyangka ada anak kelas 9 yang berani membalas kata-kataku, bahkan menatapku tanpa rasa takut," ucapnya. Suaranya yang berat menggema ke seluruh ruang kelas, membuat suasana istirahat yang biasanya penuh dengan keceriaan kini berubah mencekam.
Kemudian Panjul kembali bertanya. Matanya tajam seperti elang.
"Apakah kau yang sudah menghajar Ucok sampai pingsan?"
Sebagai tanggapan, Jaka justru mengangkat sudut bibirnya.
"Menghajar? Apa maksudmu? Apakah yang aku lakukan padanya itu bisa dikatakan menghajar?"
"Haha! Jangan bercanda. Cacing lemah itu bahkan tidak bisa menahan benturan kecil saat aku membantingnya sekali. Jadi, biarkan aku balik bertanya padamu..."
"Apakah yang aku lakukan bahkan bisa dikatakan menghajarnya?"
Suaranya tidak keras, namun bisa dipastikan terdengar oleh semua siswa yang ada di sana. Bisa dikatakan ini merupakan sebuah kejadian yang sangat mengejutkan.
Salah seorang siswa berseru. Namanya Dodit.
"Gila! Sejak kapan si Jaka menjadi begitu galak?"
Teman di sampingnya, yang agak kurus bernama Indra yang biasa di panggil Capung, menjawab.
"Mana aku tahu, Pung! Aku juga terkejut. Mungkin dia kerasukan arwah Hercules. Atau mungkin malah bermimpi bertemu dengan Dewa Zeus dan mendapat kekuatan petir," kata Dodit sambil nyengir.
Mendengar jawaban itu, Indra Capung mendengus.
"Dewa Zeus ndasmu retak!" ucapnya sambil melotot.
Melihat temannya yang mengumpati dirinya karena kesal, Dodit justru nyengir makin lebar. Tidak lama kemudian keduanya pun kembali fokus pada perseteruan besar yang mungkin akan terjadi.
Kembali ke cerita.
Keterkejutan melintas di mata Panjul. Di saat yang sama dia justru merasa pemuda yang ada di depannya semakin menarik.
Bahkan hanya dengan sekali pengamatan, dirinya bisa melihat tidak ada rasa gugup atau rasa takut sedikit pun yang biasanya dimiliki anak-anak lain saat berhadapan dengannya.
Lalu menganggukkan kepalanya, Panjul seolah mengerti dengan penjelasan Jaka. Namun berikutnya matanya menyipit, dan senyum kejam mulai terukir di bibirnya.
"Hmm... Kau benar, bocah! Dia memang cacing lemah yang bahkan tidak pantas untuk dihajar. Tapi, dari perkataanmu barusan, kau mengakui jika kau yang membuatnya pingsan, bukan? Bukankah kau harus meminta maaf sebagai sesama teman? Atau setidaknya kau harus memberikan biaya kompensasi karena melukainya?" kata Panjul mulai bermain dengan kata-kata.
Seolah mendengar lelucon paling lucu di dunia, Jaka pun tak kuasa menahan tawa.
"Hahaha! Panjul, sebagai preman sekolah peringkat 10, aku tidak menyangka selain menjadi yang paling lemah di antara yang lainnya, ternyata kau juga seorang idiot."
"Sama halnya seperti dirimu dan 9 orang lainnya yang bebas menindas para siswa karena alasan kekuatan, dan bahkan mengabaikan aturan sekolah. Jika aku juga memiliki kekuatan, untuk apa aku harus menahan diri?"
"Kenapa hal sederhana seperti ini saja kamu tidak mengerti?"
"Apakah kecerdasanmu menurun begitu banyak? Dasar otak udang!" kata Jaka dengan ekspresi jijik yang terlihat sangat meremehkan.
Ucapan yang begitu tajam dan pedas itu dia lontarkan dengan satu tarikan napas, sehingga membuat mulut semua orang terbuka lebar.
Sementara itu, Panjul yang dimaki-maki dengan kata idiot dan otak udang menjadi sangat murka.
Wajahnya merah padam, tangannya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Kemudian dia mulai tertawa terbahak-bahak.
Namun siapa pun yang mendengarnya bisa tahu jika tawa itu kini diselimuti oleh kemarahan yang siap meledak kapan saja.
"Hahaha! Baru kali ini ada seseorang yang menghinaku secara terang-terangan. Tampaknya karena aku tidak pernah menghajar orang, gelarku sebagai Tukang Jagal mulai dilupakan!"
Detik berikutnya, tatapan matanya menjadi dingin dan dipenuhi niat membunuh yang mengerikan. Lalu tanpa aba-aba, tangannya yang terkepal erat langsung terulur ke depan.
Dengan kekuatan penuh Panjul tidak lagi menahan diri. Dia langsung melayangkan tinjunya ke wajah Jaka. Atau lebih tepatnya, Panjul ingin menghancurkan mulut busuknya.
"WUSH!"
Suara itu begitu kencang dan berat!
Udara seolah terbelah!
Seperti palu godam yang menghantam, tinjunya begitu cepat.
Siapa saja pasti bisa membayangkan seperti apa kerusakan yang ditimbulkan dari tinju tersebut.
Kini ketegangan mulai memuncak. Mata semua orang menyaksikan adegan brutal itu dengan penuh ketegangan.
Terutama bagi para gadis. Mereka saling mencengkeram tangan teman masing-masing. Tatapan mereka lurus ke depan. Ada yang menggigit bibir, ada yang meringis, ada pula yang menutup wajah.
Namun yang jelas, tidak ada yang berani bersuara. Yang terdengar hanyalah jantung yang berdebar kencang. Terutama bagi siswa laki-laki, tangan mereka terkepal erat karena adrenalin yang terpicu.
Jika di mata semua orang tinju itu begitu cepat, di hadapan Jaka semuanya berbeda. Seolah terjadi gerakan slow motion, tinju itu tampak sangat lambat bagaikan siput.
Jaka hanya perlu sedikit menarik kepalanya ke belakang, dan benar saja...
"WUSH!"
Tinju besar Panjul yang seperti meteor penghancur tulang itu tidak berhasil mengenai target, justru menghantam udara kosong.
Masih dengan lapisan segel pertama yang terbuka, tangannya bergerak seperti cambuk. Dengan gerakan cepat, Jaka menampar wajah Panjul.
"PLAK!"
Suaranya begitu keras dan menggema ke seluruh ruangan.
Seketika pipinya langsung memerah. Wajahnya dipenuhi keterkejutan, namun berikutnya keterkejutan itu berubah menjadi kemarahan luar biasa.
Panjul mulai menggila, pukulan demi pukulan terayun menuju titik-titik vital yang bisa menyebabkan cedera parah. Namun dengan gerakan licin seperti belut, Jaka bisa menghindari semuanya dengan mudah.
Sekali lagi tangannya terayun. Melayang seperti cambuk. Jika sebelumnya pipi kanan, kali ini pipi kiri.
"PLAK!"
Tamparan itu begitu keras, wajah Panjul sampai tertoleh ke samping. Bahkan tubuhnya juga sedikit terhuyung saking kencangnya tamparan itu.
Merasa dipermalukan, Panjul menjadi lebih murka.
"Anjing! Bajingan kau! Mati!" ucapnya, kembali menyerbu seperti banteng gila.
Teknik bela diri karate yang selama ini dia kuasai hingga mencapai sabuk hitam dikerahkan sepenuhnya. Karena badannya besar dan pertahanannya kokoh, entah itu pukulan atau tendangan, semuanya terdengar begitu keras.
Setiap kali dia melancarkan kombinasi serangan, kesiur suara angin berhembus dahsyat. Dia merasa harga dirinya benar-benar dipermalukan dihadapan banyak orang.
Kedua pipinya kini sudah merah, terlihat sedikit bengkak, bahkan di tengah amarahnya yang kian mendidih panas seperti terbakar masih begitu terasa.
Melihat itu semua, Jaka tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengejek.
"Haha! Ada apa dengan wajahmu? Kenapa merah sekali? Apa kau sedang berdandan dan mencoba menjadi gadis cantik? Iiiuh... tidak akan ada yang tergoda melihat wajah jelekmu. Jangankan orang, babi pun tidak akan mau!" ucapnya dengan ekspresi menyebalkan.
Panjul semakin murka. Tanpa memperdulikan apa pun, dirinya langsung mengangkat meja terdekat dan membantingnya tepat ke arah Jaka.
"Mati kau, bangsat!" teriaknya.
"WUSH!"
Seketika semua orang menegang, di kelas para gadis menjerit histeris karena suasana semakin tak terkendali.
Meja itu melesat cepat, tetapi di mata Jaka itu sangat lambat. Sebenarnya dia bisa saja menggeser tubuhnya, tapi karena takut meja itu mengenai siswa lain yang tidak ada sangkut pautnya, akhirnya dia memilih melakukan perlawanan.
Mengambil ancang-ancang, tubuhnya langsung berputar 360° melakukan tendangan vertikal.
"WUSH! BRUAK!"
Di bawah tatapan terkejut semua orang, meja itu langsung hancur berantakan.
Kali ini tatapan matanya berubah lebih serius. Jika diteruskan berlarut-larut, Panjul bisa membahayakan teman-teman sekelasnya. Apalagi kegilaannya sudah mulai menyasar pada properti sekolah.
"Sepertinya main-mainnya sudah cukup," gumamnya.
Tanpa menunda waktu, Jaka langsung merangsek ke depan. Gerakannya sangat cepat. Bahkan di mata teman-temannya, gerakan itu hanya terlihat seperti "WUSH" menghilang begitu saja. Dalam sekejap sosoknya langsung muncul tepat di depan Panjul.
Bahkan Panjul sendiri sangat terkejut dengan keberadaan Jaka yang tiba-tiba muncul di hadapannya.
Jaka mengepalkan tangan kanannya. Otot-ototnya menegang, tanda dia menghimpun kekuatan.
Dengan gerakan gesit, dia pun melakukan uppercut tepat ke dagu Panjul yang terbuka tanpa pertahanan apa pun.
"WUSH! DUAG!"
Tinju itu menghantamnya dengan telak. Saking kencangnya, tubuhnya sampai terangkat ke atas. Bunyi pukulannya sangat keras sehingga menggema ke segala arah.
Sebelum tubuh Panjul sempat mendarat di lantai, tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Jaka meraih kerah bajunya. Gerakannya sangat cepat mirip adegan film action.
Seperti salah satu gerakan bela diri judo, tubuh Panjul langsung berputar dan tanpa bisa melakukan perlawanan sedikit pun, dia langsung terbanting di lantai yang keras.
"BRAK!"
Seketika terdengar suara rintihan seperti babi disembelih.
"ARGH!" teriaknya kencang penuh penderitaan.
Napasnya tersengal.
Suaranya patah-patah, oksigen di sekitarnya seolah membeku. Rasa sakit itu benar-benar tak dapat dilukiskan dengan kata-kata.
Paru-parunya seolah terhimpit oleh batu besar. Dalam kondisinya saat itu, menghirup napas dengan bebas bagaikan sebuah kemewahan.
Ditambah lagi, dunianya seperti berputar, rasa pusing dan mual yang begitu hebat mendera kepalanya.
Di saat yang sama tubuhnya langsung lemas, sekujur tubuhnya sakit seperti ditabrak motor lalu terpental beberapa meter. Karena perasaan campur aduk luar biasa itu, mata Panjul menjadi sangat berat. Seketika pandangannya menggelap hingga akhirnya matanya terpejam sepenuhnya, dan dia pun pingsan.
Sekali lagi, suasana yang sebelumnya dipenuhi ketegangan langsung menjadi keheningan total. Jika sebelumnya adegan di mana Jaka mengalahkan Ucok tidak terlalu mengejutkan, kali ini efek kejutannya seperti bom yang meledak di jantung semua orang.
Mata mereka terbelalak tak percaya, karena saat ini, seorang siswa yang sebelumnya tidak pernah mencolok, bahkan dianggap culun, telah berhasil mengalahkan peringkat 10 dari 10 preman terkuat di sekolah, yaitu Panjul "si Tukang Jagal." Dan pria itu tidak lain adalah Jaka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments