Bab 4. Perubahan (Bagian 2.)

Bab 4. Perubahan Bagian 2.

Kabar Ucok yang dihajar sampai pingsan oleh Jaka segera menyebar dengan cepat. Semua orang sangat terkejut mendengar hal itu.

Pasalnya, Jaka selama ini adalah cowok cupu yang dikenal kalem dan tidak suka mencari keributan. Atau lebih tepatnya, dia pengecut yang selalu gemetar ketakutan saat ditindas.

Tapi hari ini, kabar mengenai dirinya yang membanting Ucok dengan satu kali serangan hingga langsung pingsan dan tak berdaya benar-benar menjadi kejutan yang besar.

Mereka semua mulai berpikir.

Apakah ini tanda-tanda kebangkitan dari sang pecundang? Atau sebenarnya dia adalah orang kuat yang berpura-pura lemah?

Berbagai macam spekulasi menjadi bahan obrolan panas pada siang hari itu. Bahkan ada beberapa yang menceritakannya dengan sangat berlebihan.

"Hei, apakah kau tahu! Si Ucok, anak buah ini yang selama ini sok jagoan dan sering menindas murid-murid lemah, kalah dari Jaka dengan sekali hantaman."

"Ya, kau benar, aku juga melihatnya sendiri!" ucap yang lainnya menimpali.

Dan obrolan masih terus berlanjut. Ada yang diam-diam mengejek dan menganggap Jaka bodoh karena berani mencari gara-gara dengan Beni.

Ada juga yang diam-diam bersyukur dan memberi dukungan, dan tentu saja mereka yang membutuhkan adalah orang-orang lemah yang selama ini menjadi korbannya.

"Haha! Meskipun bukan dengan tanganku sendiri, tapi aku puas melihat Ucok dihajar sampai pingsan!"

"Haha, ya kau benar. Aku sangat senang saat mendengarnya. Bajingan brengsek itu pantas mendapatkannya. Huh, jika teringat aku harus memberikan uang tabunganku yang aku kumpulkan selama hampir enam bulan kepadanya, huh... itu membuatku sangat marah," ucapnya dengan suara menggebu-gebu.

Tiba-tiba orang ketiga muncul dan menimpali. Suaranya sedikit gugup dan mengandung rasa simpati.

"Tetapi... apakah Jaka akan baik-baik saja? Seperti yang kalian tahu, Beni itu memiliki latar belakang keluarga yang tidak biasa!"

Mendengar itu, semua orang terdiam. Pada akhirnya, mereka hanya bisa menelan napas.

"Haist... memang sangat disayangkan. Dengan sifatnya yang sombong dan angkuh, aku yakin Beni pasti tidak akan membiarkan ini begitu saja," kata orang yang pertama kali berbicara.

Sementara itu, di kelasnya, Jaka yang menjadi bahan perbincangan justru tidak peduli. Ia justru memilih melipat tangannya, menjadikan tasnya sebagai alas di atas meja, lalu segera menenggelamkan kepalanya untuk tidur.

Baginya, mengalahkan Ucok bukanlah hal besar. Ini adalah awal dari perubahan dirinya yang baru, dan mulai saat ini, dia tidak akan diam saja ketika ada yang menindasnya.

Tak terasa pelajaran pertama pun dimulai. Jaka yang sebelumnya tidur dengan nyaman tiba-tiba tubuhnya diguncang dari samping.

"Woi Jak... bangun! Bu Anisa sudah datang!" kata seseorang yang duduk suka akrab dengan Jaka. Dia adalah Robi, orang terdekat sekaligus sahabatnya Jaka.

Robi sendiri sudah mengetahui berita menghebohkan tentang Jaka dan hari ini berhasil menumbangkan Ucok dan mempermalukan Beni di depan orang banyak.

Awalnya dia tidak percaya, tapi karena banyak sekali anak-anak yang membicarakannya, mau tidak mau dirinya harus mempercayai hal itu dan berniat untuk memastikan kebenarannya dengan menanyai Jaka.

Kembali ke cerita.

Merasakan guncangan yang cukup keras, Jaka mau tidak mau mengerjapkan mata. Rasa tidak puas terlihat di wajahnya yang masih setengah mengantuk.

Saat hendak protes, barulah saat itu dirinya menyadari jika Bu Anisa, guru wali kelasnya, sudah masuk, yang artinya jam pelajaran pertama pun dimulai.

Jaka yang hendak marah pun akhirnya menelan kembali kata-katanya.

"Selamat pagi anak-anak!" kata Bu Anisa menyapa para muridnya.

"Selamat pagi, Bu Guru," jawab mereka semua dengan kompak.

Akhirnya pelajaran pun dimulai. Itu adalah pelajaran matematika, yang kebetulan termasuk pelajaran yang paling dibenci oleh Jaka. Karena setiap kali dirinya melihat angka, otaknya pasti langsung ngeblank, seolah-olah angka itu adalah huruf-huruf kuno yang selalu membuatnya pusing.

Bahkan saat Bu Anisa menjelaskan rumus-rumus pun, Jaka merasa otaknya langsung berasap. Tak bisa dipungkiri, dirinya merasa memori otaknya langsung penuh.

Tapi anehnya, hari ini sangat berbeda. Jaka mengerutkan kening. Entah kenapa, tiba-tiba pikirannya menjadi sangat jernih, dan semua rumus-rumus yang sebelumnya sangat sulit dia pahami kini menjadi sangat mudah.

Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, Jaka bisa menemukan rumus yang lebih sederhana dan juga lebih cepat daripada yang diajarkan oleh sang guru.

"Hah... apa yang terjadi? Kenapa semuanya terasa begitu mudah sekarang?" pikirnya dalam hati.

Tiba-tiba suara Amira menggema di kepalanya.

"Bodoh. Jelas saja kamu bisa memahaminya dengan mudah. Kamu telah membuka Gerbang 1 Overload. Meskipun masih di tahap awal, tapi ingatlah, kemampuan otakmu telah meningkat sebanyak 5%. Walaupun hanya 5%, jangan pernah remehkan peningkatan ini. Sekarang IQ-mu meningkat menjadi 150, jadi wajar saja jika kau bisa memahami segalanya dengan mudah."

Mendengar itu, Jaka benar-benar terkejut. Detik berikutnya, matanya berbinar.

Dirinya mengetahui bahwa pembukaan gerbang pertama di tahap awal memang meningkatkan kemampuan otaknya sebanyak 5%, tapi pada saat itu efeknya belum terasa, atau lebih tepatnya dirinya belum menggunakannya untuk mempelajari sesuatu seperti saat ini.

"IQ 150 kah? Hahaha! Apakah artinya sekarang aku menjadi seorang jenius? Serunya," pikirnya dengan gembira.

Akhirnya Jaka pun memutuskan untuk memperhatikan semua penjelasan oleh kelasnya lebih lanjut. Hingga akhirnya Bu Anisa pun mengatakan sesuatu yang paling dibenci oleh siswa, terutama bagi mereka yang badung.

"Nah... baiklah anak-anak! Waktu masih tersisa setengah jam. Untuk menghabiskan waktu, Ibu akan mengadakan ujian dadakan. Tidak banyak kok, hanya 15 soal matematika yang pernah kita bahas sebelumnya," katanya sambil tersenyum.

Seketika, seluruh kelas pun dipenuhi oleh keluhan dari para siswa.

"Yah... Bu, jangan ujian dong, please!" kata salah satu siswa.

"Iya, Bu. Ini nggak adil, Bu. Ujiannya terlalu mendadak, ini menyiksa, Bu... menyiksa..." kata yang lain menimpali.

Mendengar keluhan dari anak didiknya, Bu Anisa hanya terkekeh.

"Maka dari itu, agar kalian tidak tersiksa, belajarlah dengan giat. Tidak akan sulit kok, lagi pula soal-soal yang Ibu berikan adalah pelajaran yang pernah kita bahas sebelumnya."

Mendengar jawaban itu, akhirnya beberapa murid hanya bisa menghela napas dengan pasrah. Namun masih banyak juga murid-murid lain yang bersemangat untuk mengerjakannya, kebanyakan dari para siswi dan juga beberapa siswa. Dan yang pasti, Jaka juga termasuk di dalamnya.

Dirinya yang sebelumnya selalu menghindar dan menganggap soal matematika itu seperti virus zombie yang mematikan, kini menjadi sangat bersemangat. Apalagi saat dia membaca paketnya.

Karena ini adalah ujian, dirinya mencoba untuk mengkaji ulang pelajaran-pelajaran dari awal hingga akhir. Dan yang mengejutkan adalah, sekali membaca dan menghafal rumus, tiba-tiba perasaan tercerahkan langsung membanjiri pikirannya. Rumus-rumus yang begitu sulit dan semua hal rumit mengenai pelajaran matematika kini terserap begitu saja dengan sangat mudah. Ingatannya juga begitu tajam.

Bahkan jika dirinya diminta untuk menyalin apa yang ada di dalam buku paket itu dengan sangat rinci, Jaka sangat percaya diri bisa melakukannya, atau mungkin bahkan menyempurnakan beberapa rumus yang terlihat panjang menjadi lebih simpel dan sederhana.

Akhirnya 15 pertanyaan pun ditulis. Semua siswa mengerjakannya dengan sangat serius, termasuk Jaka. Memegang pulpen, jemarinya langsung menari dengan sangat lancar. Satu persatu soal pun berhasil dijawab, dan rumus-rumus pun ditulis dengan begitu mudahnya, seolah seperti makan dan minum.

Tidak sampai lima menit, semua soal pun berhasil dia selesaikan dengan sempurna, mendekati jam pelajaran yang akan usai.

Akhirnya Bu Anisa pun memberikan pengumuman bahwa waktu ujian telah berakhir dan, entah selesai atau belum, semua siswa wajib mengumpulkan lembar ujian mereka.

Mendengar itu, beberapa siswa ada yang mengeluh, beberapa ada yang percaya diri, termasuk Jaka. Bukan hanya percaya diri, tapi dia super yakin jika semua jawabannya akan mendapatkan nilai sempurna.

Tepat setelah semua mengumpulkan lembar ujian, Bu Anisa pun meninggalkan kelas. Tepat pada saat itu, bel tanda jam istirahat pertama pun dimulai.

Semua orang segera berhamburan keluar. Ada yang pergi ke kantin, ke perpustakaan untuk membaca dan meminjam buku, namun tidak sedikit juga yang memutuskan untuk tetap tinggal di kelas dan bercengkrama dengan teman-temannya.

Tiba-tiba sekelompok anak dari kelas 12 masuk ke dalam kelas dan mengejutkan semua orang. Di antara mereka, wajah yang sangat familiar adalah Beni dan juga antek-anteknya, termasuk Ucok yang tadi pagi dibuat pingsan oleh Jaka.

Salah satu dari mereka, dengan tubuh tinggi, tegap, dan terlihat sangat galak, berkata dengan suara yang lantang. Namanya Danu dan biasa dipanggil Panjul, peringkat 10 dari 10 preman terkuat di sekolah.

"Siapa yang namanya Jaka! Kemari kau, bangsat!" ucapnya dengan suara menggelegar.

Mendengar itu, suasana kelas yang tadinya ramai kini berubah menjadi keheningan yang mencekam.

Di sisi lain, Jaka yang mendengar namanya dipanggil hanya menarik sudut bibirnya.

"Oh... si Panjul kah? Menarik."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!