“Maaf, Pak. Saya tidak bisa menepati janji hari ini. Kebetulan ada sedikit masalah di bengkel, jadi saya tidak bisa ke sana dan mungkin untuk beberapa hari ke depan.” kata Adlan yang merasa menghubungi Pak Lilik.
Ia merasa menyesal telah membuat janji yang tidak bisa ia tepati. Tapi ia bisa apa, yang namanya musibah tidak ada di kalender.
“Tidak apa, Nak. Bapak doakan semoga masalahnya cepat selesai.”
“Aamiin…”
Setelah mengakhiri panggilan, Adlan segera meluncur ke bengkel miliknya. Disana masih seperti biasa, antrean kendaraan sedang munggu giliran untuk mendapatkan perawatan atau penggantian komponen.
Beberapa mekaniknya juga sedang sibuk mengerjakan bagian mereka dan ada pula pengunjung yang memilih menunggu kendaraan mereka dengan duduk santai di tempat yang disediakan.
Begitu Adlan masuk ke dalam ruangan, ia sudah disambut oleh Ragil karyawan yang khusus mengurus keuangan dan pasokan.
“Silahkan, Bos!” Ragil menyerahkan kertas yang berisi pemasok cadangan.
Masalah yang dihadapi Adlan saat ini adalah pemutusan kontrak tiba-tiba yang dilakukan oleh pemasok suku cadang tambahan yang selama ini sudah bekerja sama dengan bengkelnya.
Alasan pemutusan kontrak hanya mengatakan jika bengkelnya tidak memenuhi syarat penjualan, padahal selama ini bengkel Adlan merupakan salah satu bengkel dengan penjualan suku cadang yang lumayan fantastis.
Adlan membaca semua informasi pemasok cadangan yang diberikan Ragil, tetapi tidak ada satupun pemasok yang memenuhi kriterianya.
“Her, apa kamu masih menyimpan nomor kontak Pak Kasturi?” tanya Adlan yang menghubungi temannya, Heri.
“Masih. Kenapa?”
“Aku ada perlu.”
“Baiklah, aku akan kirimkan nomornya.”
“Terima kasih.”
Beberapa menit kemudian, Adlan menghubungi kontak yang dikirimkan oleh Heri. Ia mengatakan keperluan, yaitu mengajak Kasturi bekerja sama dengan bengkelnya.
Kasturi yang merupakan pemilik toko suku cadang tambahan terbesar di Kota S, setuju dan memberikan harga di bawah grosir untuk Adlan sebagai bentuk terima kasihnya karena Adlan pernah menolong belilau.
“Saya tidak bisa menerimanya, Pak. Berikan saya harga sesuai pasar saja. Saya membantu bukan untuk meminta imbalan.” Tolak Adlan dengan sopan.
“Kalau kamu tidak mau, sebaiknya kita tidak perlu bekerja sama.”
“Baik, saya terima. Tapi bagaimana jika membuat iri mitra Bapak yang lain?”
“Tenang saja! Itu urusanku.”
Mau tak mau Adlan setuju karena saat ini ia sedang terdesak. Pemasok yang direkomendasikan Ragil semuanya memang toko suku cadang yang terkenal, tetapi Adlan sudah pernah survei di tempat mereka dulu.
Beberapa dari mereka memiliki syarat penjualan yang tinggi dan pelayanan karyawannya kurang memuaskan.
“Ini kontak bagian gudang dan ekspedisi dari Pak Kasturi. Kamu hubungan dengannya untuk masalah pengiriman.”
Masalah pemasok selesai, Adlan masih dihadapkan dengan masalah lain, yaitu pengiriman beberapa komponen yang tertunda karena banjir. Terpaksa ia harus ke sana-kemari untuk mencari komponen yang dibutuhkan karena deadline dari pelanggan tidak bisa ia mundurkan.
Di sisi lain.
“Bu Dinda, ada yang ingin saya sampaikan. Apakah ada waktu?”
“Iya, Pak Gibran. Ada apa?”
“Begini, saya memiliki kenalan di PT. Semen yang katanya mereka sedang menggalakkan kegiatan gemar membaca. Jika bisa, saya ingin ikut andil dengan mengajukan proposal perpustakaan sekolah. Dengan begini, anak-anak akan punya kesempatan membaca dan membuka wawasan dan tentunya sesuai dengan kegiatan PT tersebut. Hanya saja, kita tidak memiliki perpustakaannya. Apa Bu Dinda ada usulan?”
Perpustakaan. Satu hal yang selama ini mengganjal di pikiran Dinda. Sekolahnya bukan tidak memiliki perpustakaan, hanya saja perpustakaan mereka menyatu dengan ruang TU sehingga anak-anak jarang masuk ke sana dengan alasan takut dengan pegawai yang ada di sana.
Dinda sudah pernah mengajukan proposal untuk infrastruktur, tetapi ditolak dengan alasan ada yang lebih membutuhkan dibandingkan SDnya saat ini.
“Saya sudah pernah mengajukan proposal, Pak Gibran. Tapi tidak tembus.”
“Bagaimana kalau konsultasi dengan kepala sekolah? Mungkin saja beliau ada solusi.”
“Baik, Bu. Saya akan bicarakan ini dengan Pak Sholeh.” Dinda mengangguk dan menatap kepergian Gibran.
Entah mengapa, berbicara dengan Gibran membuat detak jantungnya terpacu dan gugup. Ia belum pernah merasakannya. Bahkan saat siding skripsi saja dirinya tidak setegang ini.
Dinda menggelengkan kepalanya dan segera masuk ke dalam kelas 5. Ia meminta murid kelas 5 untuk berdoa dan meminta salah satu dari mereka untuk mencatat soal di papan tulis.
Setelah menyerahkan kertas berisi soal, Dinda meninggalkan kelas 5 dan berpesan untuk tidak ribut karena ia akan ke kelas 1 untuk menggantikan Ibu Maisyurah.
Di kelas 1, Dinda mengulang kembali Pelajaran yang sebelumnya diberikan wali kelas mereka dan memberikan soal.
“Ibu tinggal ke kelas 5 sebentar, jangan ribut ya?”
“Baik, Bu.”
“Bu! Fadil nakal! Dia menarik ikat rambutku!” teriak seorang siswa perempuan saat Dinda baru sampai pintu.
“Benar itu Fadil?”
“Salah siapa rambutnya mirip dengan stang sepeda!”
“Fadil juga menarik rambutku, Bu!”
“Rambutmu seperti ekor kuda!”
Dinda menggelengkan kepalanya. Fadil adalah salah satu murid kelas 1 yang tidak bisa diam. Ada saja kejahilannya setiap kali ada kesempatan. Fadil hanya bisa diam saat diawasi, tetapi Dinda masih ada tanggung jawab lain.
“Fadil, ikut Ibu!” kata Dinda.
“Aku tidak mau ke BK!” teriak Fadil yang segera berlari ke luar kelas.
Segera saja kelas menjadi heboh dan anak-anak ingin ikut mengejar. Dinda menghentikan mereka semua dan meminta mereka untuk melanjutkan mengerjakan soal yang diberikan. Ia yang akan mengejar Fadil.
Dinda yang melihat ke sekeliling sekolah, mendapati Fadil sedang bertengger di pohon kelengkeng yang ada di dekat toilet. Segera Dinda meminta Fadil turun dan membawanya masuk ke dalam kelas 5.
“Untuk apa bocil kemari?” tanya Rafi, ketua kelas.
“Rafi akan ikut belajar di sini.” Kata Dinda.
“Yeay! Aku masuk kelas 5!” seru Fadil kegirangan.
“Fadil, kerjakan soal nomor satu!” perintah Dinda seraya menyerahkan kapur.
“Kecil!” kata Fadil dengan percaya diri.
Fadil mengambil kapur dari tangan Dinda dan berdiri di depan papan tulis. Ia berlagak menghitung dan segera menuliskan jawabannya.
Tetapi satu kelas menertawakannya karena jawaban yang diberikan Fadil salah. Fadil merasa malu dan menundukkan kepalanya. Dinda menghentikan tawa anak-anak dan meminta Ainun maju mengerjakan.
Fadil memperhatikan Ainun yang mengerjakan di papan tulis, tetapi ia masih tidak mengerti. Dinda yang melihat kebingungan di wajah Fadil merasa gemas dengan pipi tembang dan mulut yang mengerucut.
Fadil memang tidak bisa diam, tapi dia unggul dalam perhitungan makanya Dinda memintanya mengerjakan. Hanya saja Fadil belum tahu cara menghitung pecahan, jadi wajar kalau hitungannya salah.
Dinda akhirnya menjelaskan jawaban Ainun dan membenarkan jawaban Fadil yang sesuai dengan pemahamannya.
“Kenapa kalau kami yang mengerjakan seperti itu Ibu salahkan?” tanya Tiko.
“Jelas salah, karena kalian sudah tahu pengoperasian bilangan pecahan. Fadil benar karena ia hanya tahu pengoperasian penambahan dan pengurangan. Dulu saat kalian kelas 1, ada yang tahu bilangan pecahan?” semua siswa menggeleng.
“Saya tahu, Bu. Emak sering menyuruh saya beli minyak goreng dan gula seperempat kilo.” Jawab Rafi.
“Iya, aku juga pernah!” seru yang lain menimpali.”
“Tahu cara menambahkan dan mengurangkannya, tidak?” tanya Dinda.
“Tidak. Tahunya kalau beli seperempat itu dapat satu bungkus, kalau beli setengah dapat dua bungkus.”
“Kalau sekarang, bagaimana?”
“Bisa!” seru semuanya.
“Itu yang namanya belajar sesuai porsi. Karena kalian sudah kelas 5, kalian sudah ada perkalian, pembagian, bilangan pecahan dan lainnya sedangkan Fadil yang kelas 1 hanya ada pengurangan dan penjumlahan.”
“Ooo begitu…”
Anak-anak tidak lagi protes melainkan kembali mengoreksi jawaban mereka. Setelah selesai, mereka mengumpulkan buku untuk mendapatkan paraf dan nilai dari Dinda.
“Bu, Fadil mau belajar seperti kakak-kakak kelas 5.” Kata Fadil saat mereka berjalan ke kelas 1.
“Kalau mau belajar seperti mereka, kamu harus rajin belajar dan naik kelas. Tidak boleh jahil dengan teman-teman.”
“Ya! Aku tidak akan jahil lagi!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
indy
ada yang bertengger di pohon kelengkeng
2025-09-19
1