Bel istirahat berbunyi. Aku merapikan buku ke dalam tasku, dan bergegas pergi. Namun Maeda menghentikan langkahku.
“Ano... Samsudin-san”
“Ada apa?” tanyaku.
“Kamu jadi aku temani?”
Ah, aku melupakannya.
“Boleh saja, tapi dengan satu syarat.”
“Apa itu?” tanya Maeda.
“Bisakah kau tidak memanggil nama ayahku?! Di negaraku sendiri, memanggil nama orang tua sanggatlah sensitif. Ya, walaupun aku sering menjelek-jelekan temanku sendiri dengan memanggil nama orang tuanya,” ucapku.
“Ah... maaf, aku tidak mengetahuinya bahwa itu akan menyakitimu. Aku tidak akan memanggilmu seperti itu lagi.” Maeda memainkan jarinya. Sepertinya dia gugup.
“Panggil saja aku Bagas!” ucapku.
“Kalau begitu panggil aku Mori saja!”
“Baiklah, Mori.” Aku berpikir sejenak mengingat kejadian di anime tentang menyebutkan nama. “Mori-chan.”
“Eh...”
“Eh...?”
Sepertinya aku salah memanggilnya. Wajah Mori diam tanpa kata, tapi aku dapat melihat pipinya yang sedikit memerah.
Seseorang tiba-tiba merangkul bahuku. “Kau ini terlalu berani sekali.”
Eh...? Ada apa dengan diriku? Tapi yang penting, dia siapa?
“Seharusnya kau memanggil dia Mori-san, bukan Mori-chan. Kau terlalu berani sekali, padahal baru kenal dengannya.”
“Jadi begitu,” jawabku. Aku menatap wajah Mori. “Maaf.”
“Tidak apa-apa, kok. Seharusnya aku yang minta maaf, karena sempat kaget saat mendengarnya, padahal 'kan kau masih beradaptasi di sini,” jawab Mori.
Aku merasa bersalah karena membuat suatu kesalahan. Tapi yang lebih penting.
“Anda siapa?” Aku menatap seorang laki-laki yang merangkul bahuku dengan tangannya.
“Aku? Ah... aku Tanaka Sakamoto.”
Tanaka Sakamoto memiliki mata yang cukup tajam dengan rambut tebalnya berponi rapi ke kanan. Rambutnya berwarna putih cerah layaknya kertas pada buku. Dan memiliki tinggi badan 174 cm, lebih tinggi dariku. Apakah dia seorang model?
“Oke!” jawabku.
Tanaka menatapku dengan tajam sambil tersenyum kecil. “Perlu diingat, jika seseorang memperkenalkan diri, maka engkau harus memperkenalkan diri juga!”
“Jadi begitu. Aku Bagas Samsudin.”
“Dan perlu diingat juga, Samsudin-kun. Kau harus berhati-hati dalam memanggil nama seseorang. Kau tidak ingin melukai hatinya, kan?”
Kau itu yang melukai hatiku. Kenapa selalu ayahku yang di panggil, sih. Ini menyebalkan.
“Tolong panggil aku Bagas saja, ya!” ucapku. “Aku juga tidak ingin melukai perasaan seseorang.”
“Bagus kalau begitu, Bagas-kun.”
Mori memegang tanganku. “Ayo kita pergi!”
Aku sempat melihat Tanaka ketika aku dipaksa pergi bersama Mori. Mata Tanaka begitu tajam menatap Mori, aku tidak tahu apa yang terjadi antara mereka berdua, firasatku mengatakan bahwa hubungan mereka kurang begitu baik.
...***...
“Ini kolam renang, biasa dipakai saat belajar, dan biasa dipakai untuk klub renang.”
Aku berada di dalam ruangan kolam renang. Ruangan ini begitu besar, air kolam renang cukup bersih, bahkan lingkungannya sangat nyaman dan tenang. Dan sepertinya, mereka menyebut kegiatan ekstrakurikuler dengan nama klub.
“Biasanya tempat ini sangat ramai, sebelum ulangan terjadi.”
“Aku pernah melihatnya kemarin, walaupun cuman dari jauh saja,” ucapku.
Buku-buku tersusun rapi di rak, beberapa murid membaca buku dengan tenang. Walaupun aku kurang begitu suka membaca, tapi ruangan ini membuatku merasa begitu nyaman karena ketenangannya. Ini perpustakaan.
“Jika kau merasa kurang begitu baik, kau bisa datang ke ruangan ini.”
Ruangan ini sangat cocok untuk bolos pelajaran. Awalnya kupikir begitu, namun.
“Apa-apaan dengan om-om itu!!!”
“Kemari! Biar aku sembukan lukamu.” Orang itu menyentuh dadaku. “Kau sakit di sini, kan? Sini biar aku rawat!”
“Tidak, aku tidak sakit, Om!”
“Hehehehe...”
Mori hanya bisa tertawa saat diriku dibawa menuju tempat tidur oleh seorang om-om seperti banci berpakaian medis.
“Wuaaahh...” teriakku saat dibaringkan ke kasur.
Aku berubah pikiran untuk bolos pelajaran di sini, karena perawat atau apalah dia itu, merupakan seorang banci plus om-om berbadan besar. Ruangan ini adalah UKS.
Aku kelelahan. “Ah... ah... ah... Mengapa kau tidak memberitahuku?!”
“Hehehe...” tawa Mori. “Ini atap gedung sekolah, biasa dipakai saat jam istirahat untuk beristirahat.”
“Sejuk sekali di sini.”
Aku melihat beberapa murid sedang menyantap makanannya, bisa dibilang mereka beristirahat di atap gedung sekolah ini. Angin berembus begitu kencang, ini terasa nyaman. Mungkin suatu saat nanti, aku akan bolos pelajaran di sini.
“Oh iya, pintu atap ini biasanya dikunci saat jam pelajaran,” ucap Mori.
Ah... dia mengatakannya.
“Dan ini adalah kantin, kau bisa membeli makan di sini.” Mori menunjukkan jarinya ke suatu tempat. “Kau juga dapat membeli minuman pada mesin itu.”
Suasana begitu ramai, mereka membeli makanan di ibu kantin dan duduk bersama yang lainnya. Beberapa dari mereka membawa bekal.
Suasana berubah menjadi hening ketika seorang wanita datang.
“Kenapa ini?” tanyaku kebingungan.
Mori tiba-tiba memegang tanganku. “Kita harus pergi dari sini!”
Aku tidak tahu mengapa suasananya berubah, karena Mori tiba-tiba mengajakku pergi. Wajahnya panik ketika suasana di kantin begitu hening.
Saat aku dan Mori bergegas pergi, tiba-tiba seorang wanita datang. Wanita itu begitu anggun ketika jalan, bisa dikatakan seperti seorang model yang sedang berjalan. Rambut panjang sepinggang berwarna hitam mengkilap serta poni yang menutupi jidatnya membuat tampilannya begitu elegan. Wajah yang begitu cantik bersih, menampilkan bahwa dia merawat wajahnya dengan baik. Wajahnya begitu natural tanpa makeup sedikit pun. Badannya yang ramping membuat dia bertambah cantik. Tinggi badannya 165 cm. Dialah Sakurai Mai.
Ini pertama kalinya aku melihat dia secara langsung. Aku terdiam tanpa kata ketika melihat kecantikannya. Sedangkan Mori terus saja berjalan sambil memegangi tanganku.
Wajahku dan Sakurai Mai menatap satu sama lain. Awalnya kupikir begitu, namun nyatanya, Sakurai Mai sedang menatap Mori yang tengah berjalan.
“Yo...”
Itulah kata-kata terakhirku kepada Sakurai Mai sebelum meninggalkan kantin.
Mori membawaku kembali ke dalam kelas. Padahal aku bertemu dengannya, tapi aku tidak dapat berbicara dengannya. Ah... menyebalkan sekali. Tapi tidak apa-apa karena masih banyak waktu untuk melihatnya kembali, karena aku dan dia satu sekolah. Ini mukjizat.
“Ada apa?” tanyaku.
“Maaf, ya.” Mori memasang senyuman kepadaku. “Kantin itu akan sangat ramai ketika dia datang.”
Ini suatu alasan yang masuk akal untukku, namun aku sedikit curiga terhadapnya. Memang faktanya jika seorang selebritas berada di suatu tempat umum, kemungkinan akan ramai, orang-orang akan mendatanginya. Tapi, jika diperhatikan dengan baik, Mori ini seperti sedang melarikan diri terhadap sesuatu yang aku tidak ketahui. Lebih baik aku tidak campur dengan urusannya.
Mori mengambil sesuatu dari dalam tasnya. “Sebagai minta maaf dariku, kau boleh memakan bekalku ini.”
Sebuah kotak bekal diperlihatkan Mori kepadaku.
“Tidak usah! Kau makan saja bekalmu sendiri. Dan terima kasih telah menawarkannya,” ucapku. “Lagi pula, aku juga tidak terlalu lapar sekarang.”
Mori membuka kotak bekalnya, terlihat daging sosis menyerupai bentuk cumi-cumi yang menggemaskan.
“Kalau begitu, kita makan berdua saja!” ucap Mori. “Kau tidak boleh menolaknya, Bagas-san!”
Entah kenapa, aku seperti dipaksa untuk memakannya.
“Baiklah!” jawabku.
Aku memakannya. “Enak...”
Daging sosis ini terasa empuk di mulutku, rasanya juga enak.
“Aku yang membuatnya.”
“Sungguh?” tanyaku.
“Iya!”
“Keren sekali kau ini, Mori-chan. Eh, maksudku, Mori-san.”
Apa-apaan aku ini!!!
“Kau boleh memanggilnya seperti itu, kok.”
“Sungguh?”
“Sungguh!”
“Baiklah!”
Pada akhirnya teman pertamaku di Jepang merupakan seorang wanita yang begitu ceria. Entah ini sebuah kebetulan atau apa, tapi yang jelas aku merasa nyaman di dekatnya.
“Hehehe, makanan yang sudah kau makan itu, aku sudah berikan racun di dalamnya. Rasakan itu!”
“Eh...? Kau ngomong apa?” Aku langsung melihat Mori dan menjatuhkan sosis yang berada di tanganku.
“Tidak, aku tidak bicara apa pun, kok” jawab Mori. “Itu sosisnya jatuh!”
“Tidak, aku mendengarnya!” ucapku.
“Hehehe, tadi itu bercanda, kok.”
“Hey, jangan bercanda seperti itu!” ucapku panik.
“Maaf... maaf.” Mori tersenyum kepadaku. “Kau itu lucu sekali, Bagas-san.”
Apanya yang lucu!
...----------...
“Bagas-kyun...”
“Wuah... Om-om UKS.” Bagas kabur darinya.
...----------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments