Namaku, Bagas Samsudin umur 16 tahun. Sudah 1 Tahun sejak ayahku mengajakku ke Jepang. Sebenarnya ketika itu, aku menolak ajakannya. Aku memutuskan untuk meneruskan sekolah di Indonesia selama 1 tahun.
Ya, pada akhirnya aku tiba di Jepang ketika aku naik kelas ke kelas 2 SMA. 1 Tahun kuhabiskan di Indonesia selama aku masih kelas 1 SMA untuk belajar sastra Jepang yang baik. Sehingga aku melupakan sesuatu yang penting di Jepang, yaitu, budayanya. Saat ini aku sedang menuju ke sekolah baruku di Jepang. Butuh adaptasi ketika aku sampai di sini.
Pernah suatu hari, aku menyapa beberapa orang yang tidak aku kenali dengan senyuman tulus, layaknya orang Indonesia menyapa. Tapi, berakhir dengan kesedihan yang kualami.
"Hey, lihat! Dia senyum-senyum sendiri."
"Kayanya dia orang gila, deh!"
"Ah... memalukan sekali. Rasanya ingin menjadi ikan saja," ucapku.
Selama satu Tahun aku fokus belajar bahasa Jepang dengan baik, jadi aku tidak sempat untuk mempelajari budayanya. Saat ini aku akan bersekolah yang berada di Tokyo. Mungkin ini akan susah untukku, apalagi saat memperkenalkan diri di sana. Ini sedikit merepotkan.
Suasana di sini sangat berbeda dengan suasana di Indonesia. Entah kenapa aku kaget saat melihat bunga-bunga mekar, apalagi bunga sakura yang menghiasi jalan. Para siswa-siswi juga terlihat bahagia saat menuju sekolah, bahkan di antara mereka tidak ada yang menggunakan sepeda motor maupun mobil. Ini memang beda. Mereka semua jalan kaki dan menggunakan sepeda untuk berangkat sekolah. Tapi ini sedikit dingin untukku, mungkin karena suhu di Jakarta berbeda dengan di sini.
"Dingin..." Aku memeluk tubuhku dengan kedua tanganku untuk menghangatkan tubuhku.
Seragam yang kupakai juga terlihat cocok untukku. Seragam ini memakai jas berwarna hitam dengan emblem sekolah di dada sebelah kiri, dan di dalamnya terdapat seragam putih polos dengan emblem sekolah dada sebelah kiri. Sepertinya memang sebuah emblem sanggatlah begitu penting untuk di sekolah mana pun.
Ayahku pernah berkata, "Nak, di Jepang memiliki 2 seragam sekolah. Saat musim panas kamu memakai ini!" ucap Ayahku. "Dan seragam musim dingin ini!" Ayahku menunjukkan seragam lain kepadaku.
"Bisakah Ayah tidak memasang wajah seperti itu?!" ucapku melihat wajah ayah yang terlihat bangga.
Ya, walaupun sedikit memalukan. Tapi dia ayahku yang sangat kucintai, walaupun sedikit memalukan.
Aku tidak memiliki seorang ibu. Ibuku meninggal ketika aku masih SMP karena suatu penyakit. Aku juga memiliki seorang adik perempuan yang saat ini sudah kelas 3 SMP.
...***...
"Jadi, silakan kau memperkenalkan diri!"
Gila... aku gugup sekali, mereka semua memandangiku. Ini pertama kali aku gugup saat di hadapan orang-orang.
"Na-Namaku Bagas Samsudin." Aku menundukkan kepala. "Mohon bantuannya!"
Semoga aku tidak salah saat mengucapkannya.
Mereka berbisik satu sama lain saat aku memperkenalkan diri. Entah aku yang salah saat mengucapkannya, atau mungkin, mereka kebingungan karena namaku terasa asing bagi mereka.
"Silakan kau duduk di sana!"
"Terima kasih, Sensei!" Aku berjalan menuju bangku kosong yang berada di dekat jendela nomor 3 dari depan.
"Buka halaman 21!"
"Baik, Sensei!"
Walaupun aku tidak dapat bangku favorit di belakang, namun bangku ini terasa nyaman karena dekat dengan jendela. Ah... udara pagi yang segar, walaupun aku sedikit mencium aroma kaos kaki.
Oh ini keren. Bahkan ada tempat untuk menaruh tasku di samping meja.
Mejanya sangat bersih, apa mereka selalu membersihkannya? Aku bisa merasakan sinar matahari menyilaukan meja ini. Bahan kayunya juga aku yakin dipilih yang terbaik. Ini meja yang keren, bahkan aku ingin memilikinya di rumah. Mungkin aku akan mengambilnya diam-diam, hehehehe. Tidak, itu tidak boleh!
Ketika aku fokus dengan meja, tiba-tiba seseorang di sampingku melihatku.
"Halo..." ucap seorang wanita.
Ini pertama kalinya seorang wanita menyapaku saat di Jepang.
"Halo juga!"
"Namamu terasa begitu asing. Kau dari mana?"
"Aku dari Indonesia," jawabku.
"Wah... luar biasa. Aku Maeda Mori. Salam kenal, ya!"
"Aku Bagas. Salam ken-" Aku menyadari bahwa aku salah mengucapkan nama. "Bagas Samsudin. Salam kenal!" Seharusnya seperti itu, karena aku berada di Jepang sekarang.
Terima kasih anime-anime yang mengajariku.
"Jadi, Bagas-san."
Sudah kuduga dia akan langsung memanggil namaku. Ya, sebenarnya tidak jadi masalah buatku. Lagi pula dia tidak mengetahui bahwa itu nama asliku.
Di Jepang sendiri, sensitif sekali terhadap nama. Jadi tidak bisa asal menyebutkan nama asli mereka. Jika ingin memanggilnya, harus meminta persetujuannya terlebih dahulu. Biasanya nama orang-orang Jepang terdiri dari, nama keluarga dan nama aslinya. Contoh, Maeda Mori. Maeda merupakan nama keluarga, sedangkan Mori merupakan nama aslinya.
"Iya!" jawabku memperhatikan seisi kelas.
"Maaf, boleh aku menanyakannya?"
"Umh... Silakan saja!"
"Mengapa kamu bisa pindah ke Nihon?
Aku berpikir sebentar. Kalau tidak salah 'Nihon' itu tidak lain kata ganti 'Jepang'. Mereka orang-orang Jepang menyebutkan negaranya sendiri dengan sebutan 'Nihon' atau 'Nippon'. Untung saja aku mengetahuinya dari mas Googte. Terima kasih, mas.
Aku menyilangkan kakiku. "Ayahku pindah ke sini karena urusan pekerjaan. Jadi aku pindah ke sini."
"Jadi begitu." Maeda Mori tersenyum tipis. "Semoga betah, ya!"
"Terima kasih!"
Pelajaran pun dimulai. Aku tidak memiliki buku pelajaran, dan hanya memiliki buku catatan saja. Tapi itu percuma, aku tidak bisa menulis kanji. Itu sesuatu yang lucu untukku. Aku bisa membacanya dengan baik, namun tidak bisa menulisnya. Lucu sekali, kan.
...***...
Ketika jam istirahat tiba, beberapa dari mereka mendekatiku. Mungkin karena wajahku yang tampan ini, hehehehe. Tidak, sebenarnya wajahku biasa-biasa saja. Namun aku memiliki rambut hitam pekat yang sedikit pendek bersisir ke kanan. Berbeda dengan para cowok di sini, yang memiliki rambut cukup panjang.
Apakah mereka jarang sekali mencukur rambutnya? Apa para guru tidak melakukan razia rambut? Apa itu hanya dilakukan di Indonesia saja? Aku berharap mereka memotong rambut yang panjang itu, kecuali untuk wanita jangan dipotong rambut yang panjangnya, karena itu sangat cantik untuk mereka.
Aku juga memiliki tinggi standar, 169 cm. Ya, standar untukku. Aku juga memiliki tubuh yang tidak kurus maupun gemuk namun sedikit berisi, mungkin karena aku sering lari pagi ketika masih berada di Jakarta.
"Kau memiliki rambut hitam sekali, ya."
"Kau dari mana?"
"Aku bisa menebak. Um... kau pasti dari Amerika, kan?"
Hey, bukannya itu terlalu berlebihan? Aku tahu wajahku memang mirip orang Amerika. Tidak, sebenarnya wajahku tidak mirip orang Amerika.
"Tidak, aku yakin dia itu dari India. Ya, kan?
Hey, berhentilah menebak-nebak!
"Aku dari Indonesia," ucapku.
"Wah... kerennya."
"Mengapa kau pindah ke sini?"
"Karena ayahku bekerja di sini!" jawabku.
Aku disambut begitu hangat oleh mereka. Namun aku melihat beberapa cowok sedang menatapku dengan tatapan tajam. Ini sedikit menakutkan, mungkin mereka iri kepadaku yang didekati wanita-wanita.
"Namamu Bagas-san, kan?"
Lebih baik aku memberitahukan mereka, bahwa itu nama asliku.
"Iya, itu nama asliku."
"Eh...?" Mereka kaget saat aku memberitahukannya.
"Maaf. Aku tidak sopan," ucap Maeda meminta maaf kepadaku.
"Aku juga minta maaf!" ucap seseorang yang tadi menyebutkan namaku.
Sebenarnya tidak jadi masalah juga, karena di Indonesia sendiri, menyebutkan nama asli merupakan hal yang wajar. Berbeda dengan di sini, mereka sangat sensitif sekali soal nama saja. Mereka sangat sopan menjaga nama mereka. Berbeda dengan diriku ketika SD. Aku mengingat kembali di mana aku mempermalukan seseorang ketika aku SD.
"Lihat rapot-mu!"
"Untuk apa, Bagas?"
"Aku hanya ingin melihat nilai-mu saja."
"Ini." Rapotnya di berikan kepadaku.
Aku membaca rapotnya dan melihat isinya.
"Yah... Yanto, hahahaha." Aku mengetahui nama ayahnya dari rapot yang kupegang.
"Kembalikan rapot-ku!"
"Hey, nama ayah dia Yanto, hahahaha..."
Itu Kejadian di mana aku mempermalukan teman kelasku sendiri. Keesokan harinya dia tidak masuk sekolah, karena saat itu memang libur.
"Tidak apa-apa!" ucapku.
"Ne... apa kau ingin mengelilingi bangunan sekolah ini?" tanya Maeda.
"Aku mungkin akan mengelilingi bangunan sekolah ini," jawabku.
"Aku akan mengantarkanmu!"
"Tidak. Tidak perlu kok, aku bisa sendiri."
"Umm... baiklah, kalau begitu." Maeda segera pergi dari hadapanku.
Dia terlalu ceria sekali. Apa semua wanita Jepang seperti itu? Tapi ini sedikit aneh. Mengapa rambut mereka pada berponi? Mungkin style mereka sepertinya.
Yosh... saatnya jalan-jalan.
...----------...
"Hey Author tercinta. Bisakah kau membuat kulitku agak tebal? Dingin sekali di sini, tahu!"
"Tidak bisa! Sudahlah, kau terima saja nasibmu!"
"Woy!" Bagas melihat ke arah kalian. "Pokoknya, jangan lupa di vote, ya! Ih... Dinginnya..."
...----------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Aditya WYN
Bacaan nya bagus
2021-08-09
0
Senja Cewen
Tulisannya bagus. Ngalir begitu aja. Aku kebetulan lihat promosi dan nyimak baru bab 1. Kebetulan aku suka Jepang pula sekalipun Indonesia tetap the best...Aku kirim like untuk episode yang kubaca.
Mampir di novel perdanaku yah The Brides of Alves... Mohon untuk memberi kritik dan saran...
2021-03-10
0
alifa Faturahman
lanjut
2021-01-22
1